Kamis, 26 Juli 2012

Nyanyian Cinta 5

“Ini sungguh hari yang penuh keberuntungan.” Katanya pada diri sendiri. 
Separo bukunya terjual. 
Ia menaksir keuntungannya hari itu kira-kira seratus empat puluh pound.
“Lumayan, bisa untuk menyelamatkan muka. Bisa untuk membayar sewa kamar dua bulan.”
Gumamnya pada diri sendiri.
Setelah mengikat kardusnya ia melangkah ke masjid.
Ia bawa barang dagangannya kemasjid. Ia letakkan di balik pintu masuk, lalu menuju salah satu ruang yang digunakan sebagai kantor para pengurus.
Di sana ada beberapa orang yang berkumpul. Ia mengetuk pintu memberi salam. Yang ada di situ serentak menjawab salam.
Sekilas ia kitarkan pandangan. Tak ada Syaikh Sya’rawi. Mungkun telah diantar pulang.
“Nak Mahmud, silakan duduk.” Lelaki berjenggot bermuka ramah mempersilakan duduk.
“Terima kasih.” Jawabnya. Ia lalu duduk di kursi yang masih kosong.
“Diakah pemuda itu?” Seorang lelaki setengah baya berwajah bersih tiba-tiba berkata sambil memandang kearah Mahmud.
“Benar, dialah orangnya.” Jawab lelaki berjenggot bermuka ramah.
Mahmud yang merasa dirinya jadi obyek pembicaraan spontan bertanya,“Kalian membicarakan aku?”
“Iya Nak Mahmud. Seperti yang saya sampaikan bakda shalat Maghrib tadi. Ada orang yang perlu denganmu. Ceritanya begini, bapak ini adalah Tuan Ragib Ali Ridhwan Hamid Ghazali.
Beliaulah pemilik tas hitam yang kautemukan. Beliau ingin berterima kasih padamu.” Lelaki berjenggot bermuka ramah menjlaskan.


“Benar Nak Mahmud. Saya sangat berterima kasih padamu. Sebagai rasa terima kasih, saya ingin memberikan sesuatu padamu. Nilainya mungkin tidak seberapa tapi semoga menjadi tanda syukur.
Karena siapa yang tidak berterima kasih pada manusia dia tidak berterima kasih kepadaAllah.” Kata lelaki setengah baya berwajah bersih bernama Ragab itu.
Mahmud belum sempat mengucapkan sepatah kata, namun Tuan Ragab telah berdiri dan mengulurkan amplop kepadanya.
Dengan spontan Mahmud menolaknya seraya berkata,
“Sebentar Tuan Ragab. Kemarin itu saya hanya menunaikan amanah karena Allah. Itu saja.Itu sudah menjadi kewajiban saya sebagai seorang muslim. Jadi, rasanya tidak semestinya saya menerima yang berlebih. Tidak perlu berterima kasih atas sebuah kewajiban. Bersyukurlah padaAllah.”
“Iya. Kau benar. Tapi tolong terimalah tanda terima kasih saya padamu Nak. Terima kasih saya atas amanah yang kau tunaikan.”
Desak Tuan Ragab.“Maaf, janganlah Tuan memaksa saya untuk menerima sesuatu sebagai imbalan kewajiban yang harus saya tunaikan.Tolong, saya hanya melakukan karena Allah. Tolong. Saya sampaikan empati saya atas sikap Tuan yang hendak berterima kasih pada saya. Saya terima ungkapan terima kasihnya. Tapi tidak untuk sesuatu yang hendak Bapak berikan pada saya. Sekali lagi jangan paksa saya!”
Tuan Ragab memandang kepada lelaki imam masjid yang hanya dengan diam saja sejak tadi. Sang imam mengisyaratkan dengan gelengan kepala dan telapak tangannya agar dia jangan memaksa.
“Baiklah aku tak bisa memaksa. Tapi apakah kau tahu isi tas hitam itu?” kata Tuan Ragab.
Mahmud menggelengkan kepala seraya berkata,
“saya sama sekali tidak membukanya.”
“Aku percaya kamu tidak membukanya karena isinya masih utuh semua. Untung kamu tidak membukanya, kalau kamu membukanya setan mungkun akan memperdaya kamu agar kamu tidak menunaikan amanah dengan sebenar-benarnya. Lihatlah Nak Mahmud, ini isinya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar