Kamis, 26 Juli 2012

Nyanyian Cinta 4

“Ya Kapten, lau samah, bikam syarith dzai?” (Kapten, maaf, berapa harga kaset ini?)
Suara seorang perempuan membuyarkan lamunannya. 
Ia mengarahkan matanya ke asalsuara. Hatinya bergetar sesaat. 
Di hadapannya seorang gadis berparas elok berjilbab putihberjongkok sambil memegang sebuah kaset. Ya, kaset ceramah Syaikh Sya’rawi berjudul: AlMar’ah Ash-Shalihah.
Satu detik matanya beradu dengan mata gadis itu. Ia menangkapkecantikannya.mata yang bundar dan bening.
Muka yang bersih dengan tahi lalat di dagu kirinya.Ia segera menahan matanya, mengalihkannya ke kaset yang di pegang gadis itu.
“E… sab’ah junaihat.” ( Tujuh pound )
“Ghali awi!” ( Mahal sekali )
“La ya anisah, hadza jaded.”( Tidak nona, ini baru. )

“Arba’ah mumkin?” ( Empat, mungkin ) Gadis itu menawar.
“Musy mumkin, afwan.” ( Tidak mungkin, maaf )

“Khamsah la azid.” ( Lima (pound), tak akan aku tambah )
“Masyi.” ( baiklah )
Gadis itu mengambil kaset dan memasukannya ke dalam tas, lantas mengeluarkan lima pound.
Ia mengambil uang itu seraya mengucapkan, “Terima kasih, Nona.”
Setelah gadis itu berlalu ia raba hatinya. Masih ada getaran. Ia jadi berpikir, kenapa ia baru mengangankan nikah, tiba-tiba langsung ada gadis di hadapannya.
Gadis yang membuat hatinya bergetar.
Apakah ini tanda-tanda.


“Ah, astaghfirullah, aku tak mau dijebak setan!” cepat-cepat ia menolak pikirannya.
bukankah sudah tidak terhitung gadis berjilbab yang membeli dagangannya?
Diantara mereka bahkan banyak yang lebih cantik dari gadis tadi. Kenapa tiba-tiba ia harus bergetar, harus merasa sesuatu yang lain?
Saat Maghrib tiba masjid telah penuh. Ia merasa tidak perlu masuk masjid.
Cukup menggelar koran dan ikut shalat jamaah di samping dagangannya.
Usai shalat Syaikh Sya’rawi memberikan ceramahnya. Berkali-kali tasbih dan kalimat tauhid terdengar gemuruh dari para pendengar.
Di tengah-tengah asyiknya mendengarkan ceramah. Sambil sesekali melayani pembeli tba-tiba seorang lelaki berjenggot bermuka ramah mendatanginya.
Lelaki itu tak lain adalah salah satu pengurus masjid El Fath.
“Apa kabarmu Nak? Laris?”
“Alhamdulillah, saya baik. Rejeki hari ini juga baik.”
“Syukur kalau begitu. E, begini Nak….”
“Ya, Paman. Ada apa?”
“Ada yang punya perlu denganmu. Jika kau tidak keberatan. Habis shalat Isya datanglah kekantor pengurs masjid.”
“Perlu apa ya kira-kira, Paman?”
“Insya Allah baik untukmu. Bisa?”
“Insya Allah, Paman.”

* * *
Syaikh Sya’rawi memberikan siraman penyejuk jiwa sampai Isya. Beliau juga mengimami shalat Isya.
Acara ceramah beliau disiarkan langsung ke seluruh penjuru Timur Tengah olehsebuah stasiun televisi.
Usai shalat, Mahmud sibuk dengan para pembeli bukunya.
Semua buku tulisan Syaikh Sya’rawi ludes. Kaset ceramah beliau tersisa tiga. Buku-buku yang lain juga banyak dibeli.
Ketika masjid mulai sepi, ia mengemasi dagangannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar