Kamis, 26 Juli 2012

Nyanyian Cinta 8

“Saya wakafkan diri saya untuk dakwah, Doktor. Untuk dakwah saya siap ditempatkan dan diutus di mana saja.”
“Aku bangga mendengarnya, Anakku. Bersiap-siaplah. Surat-suratnya akan aku urus. Minggu depan kamu berangkat, insya Allah. Dan ingat kamu berangkat ke medan dakwah yang tidak ringan.”
“Mohon doanya, Doktor.”
“Hayyakallah ya Bunayya.” ( Semoga Allah selalu menjagamu, memberimu keberhasilan hidup wahai anakku. )
“Amin.”

* * *

Minggu berikutnya, setelah menempuh perjalanan panjang dari Cairo ke Asyyut dengan kereta dan disambung dengan angkot sampailah Mahmud ke sebuah desa.
Turun dari angkot ia masih harus berjalan kaki setengah kilo untuk mencapai perkampungan di mana dia ditugaskan.Begitu sampai ia langsung rumah imam masjid.
Seorang petani memberi petunjuk,
“Datangilah rumah yang bercat hijau. Di halamannya ada seekor keledai sedang ditambat.
Dari sini kira-kira seratus meter. Setelah kebun korma.”
Ia bergegas ke sana. Dengan mudah ia temukan rumah itu. Ia ketuk pintu. Seorang lelaki tua,berumur tujuh puluhan keluar. 


Ia berbincang dengannya penuh takzim, menjelaskan kedatangannya dan menyerahkan surat tugas. Lelaki tua itu mempersilakan masuk rumahnya,menyambutnya dengan penuh suka cita,
“Alhamdulillah surat permohonan saya ke bagian dakwah Al Azhar dikabulkan. Saya sangat bahagia. Saya berharap kau betah di desa ini dan bisa jadi penerang di desa kami.”
“Kalau boleh tahu siapa nama Imam?”
“Ah, sebenarnya saya merasa tidak pantas menjadi imam. Bacaan Al-Quran saya masih belum benar. Karena tidak ada yang lain jadi terpaksa saya menjadi imam. Nama saya Raghib. Nanti bakda shalat Maghrib kau akan kukenalkan pada jamaah masjid. Setelah itu kau akan kuajak berkunjung ke rumah para pemuka masyarakat desa ini. Mereka semua pasti akan senang dengan keberadaanmu di sini.”
“Semoga Allah memudahkan semuanya.”
Sejak hari itu mulailah perjuangan dakwah Mahmud benar-benar merasakan beban yang tidak ringan. Masyarakat di desa itu masih ada yang buta huruf.
Masih ada yang belum bisa baca Al-Quran.
Masih banyak yang belum mengerti ajaran Islam dengan benar.selama ada di desa itu, ia diangkat menjadi imam menggantikan Pak Raghib yang menjadi imam sementara. Ia menjadi rujukan, tempat bertanya masalah agama. Bahkan masalah sosial. Masyarakat begitu percaya padanya sebagai lulusan Al Azhar di Cairo.
Anak-anak juga sangat lekat padanya. Mereka antusias belajar Al-Quran padanya. Seringkali Mahmud membuat acara yang sangat mengasyikan bagi mereka. Kematangannya ketika aktif di kepanduan sebelum masuk kuliah sangat berharga.
Genap satu tahun, Mahmud seolah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat desa itu. Pengajian umum yang ia buka di masjid setiap hari Jumat pagi dihadiri oleh ribuan orang.
Tidak hanya masyarakat dessaitu namun juga desa-desa sekitarnya.Namun lazimnya sebuah dakwah, tidaklah mulus begitu saja. Sudah beberapa kali nyawanya terancam oleh mereka yang merasa keberadaan Mahmud sangat membahayakan mereka.
Mereka sebuah mafia kecil yang secara diam-diam menanam ganja di tengah-tengah kebun mereka.
Mereka adalah bagian dari jaringan pengedar narkotika di kawasan Mesir Selatan. Ulah mereka belum terendus pihak kepolisian.
Kehadiran Mahmud yang berpendidikan dianggap sangat membahayakan. Beberapa kali Mahmud hendak dilenyahkan namun gagal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar