Kamis, 10 Januari 2013

Bumi Cinta ( Part 23 )

Bumi Cinta
Karya : Habiburrahman El Shirazy

DILARANG COPY PASTE UNTUK TUJUAN KOMERSIAL !!!


23. Aku Beriman Bahwa Tuhan Itu Ada!

“Salah satu tanda sukses di akhir perjalanan adalah kembali kepada Allah di awal perjalanan." 
Petuah indah Ibnu Athaillah itu senantiasa terngiang-ngiang di relung-relung hati Muhammad Ayyas setiap pagi. Juga pagi itu, setelah ia mandi dan berpakaian rapi serta siap berangkat ke kampus MGU, ia kembali teringat
kalimat indah Ibnu Athaillah yang sangat dahsyat makna dan maksudnya. "Min alamatin nujhifin ni-hayati ar rujuu ilallahi fil bidayati." Begitu kalimat
aslinya dalam bahasa Arab.
Ia ingat betul bagaimana Kiai Lukman Hakim menjelaskan maksud petuah Ibnu Athaillah As Sakandari itu,
"Bagi seorang yang mencari ridha Allah, ada permulaan atau bidayah dan ada akhiran atau nihayah. Permulaan orang yang mencari ridha Allah adalah perjalanannya menapaki kehidupan, dan akhirannya adalah sampainya di hadapan Allah. Apabila sejak awal langkahnya memulai perjalanan, orang itu sudah benar-benar kembali kepada Allah, berjalan menuju Allah dengan total
maka peluang suksesnya untuk sampai kepada ridha Allah sangat besar. Sebab Allah pasti menolongnya sejak ia memulai langkahnya. Allah
akan menjaganya untuk tidak terputus dan jatuh di tengah jalan. Akan tetapi jika di awal langkahnya ia tidak kembali kepada Allah, tidak meminta pertolongan Allah, ia akan terlempar kembali ke tempat ia memulai perjalanan, dan ia tidak akan sampai kepada Allah. Seorang ulama yang hatinya diterangi cahaya Allah mengatakan,
'Siapa yang mengira dirinya bisa sampai kepada Allah dengan pengantar selain Allah, maka Allah memutus perjalanannya. Dan barang siapa beribadah dengan mengandalkan kekuatannya sendiri, maka Allah menyerahkan urusan
ibadahnya kepada kekuatannya, Allah tidak akan menolongnya'."
Ayyas berusaha untuk kembali kepada Allah, menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Allah setiap kali memulai aktivitas apa saja. Ia merasa
dirinya lemah tiada berdaya, yang memberinya kekuatan adalah Allah, yang memberinya kemampuan berpikir juga Allah, dan yang menjaganya dari segala yang tidak baik adalah Allah. Allah. Allah. Allah. Semuanya adalah milik
Allah, dan bakal kembali kepada Allah.
Pagi itu setelah merasa rapi semua dan siap, Ayyas menundukkan wajahnya di hadapan Allah.
Ia mengagungkan nama Allah. Ia tegakkan shalat Dhuha. Ia rukuk dan sujud kepada Allah. Airmatanya menetes ke lantai kamarnya, saat dirinya tersungkur sujud kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Setelah itu ia membuka kamarnya dan siap berangkat.
Di ruang tamu, Yelena dan Linor masih asyik berbincang-bincang sambil minum teh panas. Bibi Margareta nampak sibuk membuat omelet di dapur.
"Pagi sekali kau berangkat. Minumlah the dulu, biar tubuhmu hangat." Ujar Yelena sambil menyeruput teh panasnya.
"Iya. Itu Bibi Margareta sedang membuat omelet. Teh hangat dan sepotong omelet, saya piker bagus untuk mengisi perut." Sahut Linor
"Kalian ada kesibukan hari ini?" Tukas Ayyas.
"Aku tidak ada kesibukan apa-apa. Paling tidur-tiduran saja." Jawab Yelena.
"Kalau aku sebenarnya libur, tapi mungkin aku ingin ke GUM beli sesuatu, tapi tidak begitu penting. Ada apa?" Kata Linor.
"Hari ini aku jadi pembicara seminar di Fakultas Kedokteran MGU. Bagaimana kalau sekali-kali kalian ikut seminar. Ini seminarnya agak menarik, temanya, 'Tuhan Bagi Manusia di Era Modern.' Ya paling tidak melihat aku jadi pembicara berdampingan dengan para doktor dan profesor. Bagaimana?"
"Em bagaimana ya?" Yelena mengerutkan keningnya.
"Em boleh juga! Biar otakku tidak beku. Siapa tahu dari seminar itu ada yang bisa aku tulis jadi berita. Baik aku ikut." Sahut Linor.
"Baik. Kalau Linor ikut, aku ikut juga." Ucap Yelena sambil memandang ke arah Ayyas.
"Kalau begitu kita berangkat bersama. Aku ikut minum teh dan mengganjal perut dengan omelet dulu."
"Selesai menyantap omelet, kami bersiap-siap dulu. Dan kau tunggu kami sebentar. Kita berangkat pakai mobilku saja." 
Hari itu entah kenapa Linor tidak sedingin biasanya. Ia agak sedikit membuka diri dan cair.
Bibi Margareta datang membawa dua piring kecil berisi omelet. Yang satu untuk Yelena dan yang satu untuk Linor."
"Bibi tolong buatkan satu lagi untuk Ayyas." Pinta Yelena.
"Baik. Dengan senang hati." Jawab Bibi Margareta
dengan mata berbinar.

***

BMW SUV X5 hitam berjalan perlahan meninggalkan Panvilovsky Pereulok. Mobil itu meluncur ke selatan melalui jalan lingkar Sadovoe Koltsoe. Lalu masuk ke Rossolimo Ulista, kemudian belok kiri ke Kholzunova Pereulok. Melewati kawasan Fruzenskaya, dan terus ke selatan.
Sampai akhirnya mendekati kampus MGU.
"Ini kali pertama kita jalan bertiga. Entah kenapa aku merasa senang dengan kebersamaan seperti ini. Seperti sebuah keluarga." Ujar Yelena sambil memandang ke depan. Ke jalan yang halus, yang kanan kirinya seperti dibungkus salju. Yelena duduk di depan di samping Linor yang mengemudikan mobil. Sementara Ayyas duduk di belakang sendirian.
"Benar kau tidak punya keluarga?" Tanya Ayyas pada Yelena.
"Dulu punya, tapi sekarang tidak. Nantilah aku ceritakan. Kalau cerita sekarang waktunya tidak akan cukup, sebentar lagi kita sampai di pelataran kampus."

Mobil SUV hitam itu terus maju dengan tenang.
Lima menit kemudian sudah memasuki gerbang belakang MGU. Seorang petugas keamanan datang memeriksa. Ayyas menunjukkan kartu visiting felbw-nya. Petugas itu mempersilakan masuk.
Begitu turun dari mobil, Ayyas mengontak Doktor Anastasia Palazzo, memberitahukan kalau dirinya langsung ke Fakultas Kedokteran, tidak mampir ke ruangan Profesor Tomskii seperti yang disepakati.
Mereka bergegas ke auditorium utama Fakultas Kedokteran, tempat di mana seminar diadakan. Puluhan orang sudah datang, tetapi semua pembicara belum datang kecuali Ayyas.
Yelena melihat pamflet yang ditempel di papan pengumuman, ia menjerit lirih,
"Wah pembicaranya ada Victor Murasov. Pasti nanti seru seminarnya. Tapi nama Ayyas sama sekali tidak tercantum di sini?
"Aku sebenarnya cuma pengganti salah satu pembicara yang tidak datang. Coba saja kita lihat di background itu!" Ayyas menunjuk ke panggung
utama para pembicara, namanya tertulis di sana meskipun paling bawah sendiri.
"O ya itu namamu." Ujar Yelena.
"Kita menunggu di sini berdiri seperti patung penjaga gedung ini, atau bagaimana?" Tanya Linor sambil melirik Ayyas.
"Kita menunggu di stolovaya Fakultas Kedokteran saja. Pasti tidak jauh dari sini. Biar aku yang traktir, sebab aku yang mengajak kalian. Begitu, baik?" Ayyas tahu diri.
"Sangat baik." Jawab Yelena dan Linor hamper bersamaan. Mereka bertiga lantas bergegas mencari stolovaya.
Tidak sampai sepuluh menit mereka sudah duduk di stolovaya Fakultas Kedokteran. Beberapa kursi telah terisi mahasiswa dan mahasiswi.
Mereka mengambil tempat duduk tak jauh dari kasir. Penampilan Yelena dan Linor tak berbeda dengan mahasiswi. Linorlah yang mengatur penampilan
Yelena sehingga tidak berbeda dengan mahasiswi. Keduanya juga membawa tas ransel kecil layaknya mahasiswi. Linor mengeluarkan buku saku yang tak lain adalah sebuah novel karya Ian Fleming berjudul From Russia with Love. Yelena mengeluarkan kumpulan cerita pendek yang ditulis Leo Tolstoy berjudul Sevastopol Sketches. Buku yang dipegang Yelena itu sebenarnya milik Linor juga.
"Kenapa tidak ada petugas stolovaya yang menghampiri kita?" Yelena merasa heran. Ia sudah duduk beberapa saat tapi masih tidak dipedulikan oleh petugas stolovaya.
Ayyas tersenyum mendengar kata-kata Yelena itu. 
"Kalian sudah lama tidak ke stolovaya kampus ya. Di sini kita mengambil makanan sendiri lalu dibayar di kasir itu."
"Kau benar. Aku sudah lupa!" Jerit Yelena sambil meletakkan telapak tangannya ke keningnya.
"Aku juga lupa." Sahut Linor.
Mereka bertiga lalu mengambil menu yang mereka inginkan. Mereka lalu makan sambil berbincang-bincang.
"Pagi ini kita banyak makan." Kata Yelena.
"Bersyukurlah kepada Allah yang masih memberikan kita rezeki dan kehidupan." Sahut Ayyas.
"Yelena tidak percaya pada Tuhan." Lirih Linor.
"Aku masih merenung. Aku masih perlu waktu untuk percaya lagi kepada Tuhan." Ujar Yelena.
"Aku sangat heran pada orang yang hatinya telah jadi batu. Dalam keadaan sekarat ia ditolong oleh Tuhan, diberi kesempatan hidup, masih juga tidak percaya kepada Tuhan!" Sahut Ayyas dengan suara agak keras.
"Yang kau maksud itu aku?" Kata Yelena.
"Siapa lagi? Jawablah dengan jujur Yelena, ketika kau dalam keadaan kritis, dalam keadaan sekarat hampir mati saat itu. Apa yang kau ingat? Siapa yang kausebut namanya untuk kau mintai pertolongan? Jawablah dengan jujur, Yelena!"
Yelena terdiam. Wajahnya berubah. Tubuhnya bergetar. Ia teringat saat ia sekarat tiada berdaya apa-apa, dan saat itu ia merasa nyawanya sudah sampai di tenggorokan mau melayang. Ia menyebut-nyebut Tuhan. Ia minta tolong kepada Tuhan. Mata Yelena berkaca-kaca. Tapi mulutnya bungkam tidak bicara.
"Kenapa kau diam saja Yelena? Jawablah dengan jujur, sekali lagi dengan jujur di saat kau sangat terpepet, sangat tidak berdaya, sangat kritis dan hampir mati, siapa yang kau ingat? Siapa yang kau sebut-sebut?"
Tanpa sadar Yelena menjawab terbata,
"Tu..han!"
"Subhanallah! Tuhan yang kau sebut. Jadi hati kecilmu dan nuranimu yang paling dalam percaya kepada Tuhan, tersambung dengan Tuhan.
Bagaimana mungkin kau tetap keras kepala mengingkarinya. Apa itu tidak berarti hati dan akal pikiranmu telah mati?"
"Aku tidak tahu."
"Semua manusia yang paling anti kepada Tuhan sekalipun ketika dia dalam keadaan sangat kritis ia tetap ingat kepada Tuhan. Bahkan Fir'aun yang mengaku Tuhan sekalipun ketika ia mau mati karena tenggelam di Laut Merah ia tetap menyebut-nyebut Tuhan. Kau boleh ingkar kepada Tuhan, tapi keingkaranmu pasti berujung sia-sia belaka. Hati nuranimu tidak pernah mengingkari adanya Tuhan. Dan aku melihat sendiri bagaimana Tuhan menolong nyawamu. Kau harus tahu, begitu kau aku bawa ke rumah sakit
dan dokter yang bertugas di bagian gawat darurat memeriksamu, dokter itu berkata padamu, 'Hanya mukjizat yang bisa menyelamatkannya. Mukjizat
itu datangnya dari Tuhan. Dan kau kini selamat berarti Tuhan telah mengulurkan tangan pertolongan-Nya kepadamu'."
Airmata Yelena perlahan meleleh.
"Setiap saat Tuhan membelai kita, menjaga kita dan menolong kita tapi kita sering tidak menyadarinya. Kalau boleh saya mau bercerita." Sambung Ayyas.
"Boleh saja." Kata Linor.
"Baik." Lanjut Ayyas, 
"Ibnu Qudamah dalam salah satu karyanya berjudul At Tawwabin, menuturkan sebuah kisah menarik tentang kasih sayang dan pertolongan Tuhan. Ibnu Qudamah menyitir kesaksian orang yang mengalami kejadian
nyata yang menakjubkan. Orang itu bernama Yusuf bin Husain. Dia menuturkan kisahnya:
"Pernah suatu ketika aku bersama Dzun Nun Al Mishri berada di tepian sebuah anak sungai. Aku melihat seekor kalajengking besar di tempat itu. Tiba-tiba ada seekor katak muncul ke permukaan, dan kalajengking itu kemudian naik di atas punggungnya. Kemudian sang katak itu berenang menyeberangi sungai.
"Dzun Nun Al Mishri berkata, Ada yang aneh dengan kalajengking itu, mari kita ikuti dia!'
"Maka kami lantas menyeberang mengikuti kalajengking yang digendong katak itu. Kami terperanjat ketika menjumpai seseorang tertidur di tepian sungai yang nampaknya habis mabuk.
Dan di sampingnya ada sesekor ular yang mulai menjalar dari pusar kemudian ke dadanya, kiranya ular tersebut hendak menggigit telinganya.
"Kami lalu menyaksikan kejadian yang luar biasa. Kalajengking itu tiba-tiba melompat secepat kilat ke tubuh ular itu dan menyengat ular itu sejadi-jadinya, hingga sang ular menggeliat-geliat dan terkoyak-koyak tubuhnya.
"Dzun Nun lalu membangunkan anak muda yang habis mabuk itu. Sesaat kemudian anak muda itu terjaga. Dzun Nun berkata, 'Hai anak muda, lihatlah betapa besar kasih saying Allah yang telah menyelamatkan-Mu. Lihatlah kalajengking yang diutus-Nya untuk membinasakan ular yang hendak membunuhmu!'
"Lalu Dzun Nun melanjutkan nasihatnya, 'Hai orang yang terlena, padahal Tuhan menjaga dari marabahaya yang merayap di kala gulita. Sungguh aneh, mata manusia mampu terlelap meninggalkan Tuhan Yang Kuasa, yang melimpahinya berbagai nikmat.'
"Setelah itu pemabuk itu berkata, 'Duhai Tuhanku, betapa agung kasih sayang-Mu sekalipun terhadap diriku yang durhaka kepada- Mu. Jika demikian, bagaimana dengan kasih sayang-Mu kepada orang yang selalu taat kepada-Mu?'
"Pemuda pemabuk itu lalu meniti jalan menuju Allah. Ia seringkali menangis setiap kali teringat masa lalunya yang sia-sia. Ia terus meniti jalan Allah yang lurus, jalan untuk orang-orang yang diberi nikmat sejati oleh Allah."
Ayyas berhenti sejenak, ia mengambil cangkir teh panasnya dan menyeruputnya beberapa kali, lalu kembali berkata,
"Kisah kalajengking yang diutus oleh Allah sesungguhnya bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Termasuk pada diri kita. Mungkin kita tidak menyadari, Allah telah mengutus 'kalajengking' untuk menyelamatkan kita dari bahaya ular' yang hendak membinasakan kita.
"Kalajengking penyelamat itu bisa berbentuk hal yang bermacam-macam, dan ular yang hendak membinasakan kita juga bentuknya bermacam-macam. Bahaya itu bisa jadi misalnya berupa hutang yang menumpuk, yang sangat
mengancam, yang siap membinasakan.
Terkadang orang yang memiliki hutang menumpuk malah terlena dan samasekali tidak sadar kalau dia sedang dililit oleh ular yang sangat besar.
Persis seperti pemuda mabuk tadi. Atau ia sadar dililit ular besar dan pasrah sepenuhnya siap untuk binasa, sebab sudah tidak bisa berbuat apa-apa.
"Dalam kondisi kritis, berulang kali Allah menjaga hamba-Nya. Orang yang hutangnya menumpuk itu diberi jalan keluar oleh Allah.
Berbagai macam caranya Allah mengirimkan kalajengking' penyelamat itu. Bisa jadi ada teman lama yang mendengar beritanya dan berkenan membantu menyelesaikan hutang-hutangnya.
Bisa jadi Allah membukakan pintu bisnis yang baru. Yang dengan itu ia bangkit lagi, bisa melunasi hutangnya dan kembali hidup sentosa. Ada bermacam-macam sebab, tetapi pada intinya Allahlah yang mengatur semuanya.
"Cobalah sejenak kita ingat-ingat sejarah perjalanan hidup kita. Berapa kali sudah Allah mengirimkan kalajengking yang menyelamatkan hidup kita? Berapa kali sudah Allah menolong kita dalam kesusahan dan kesempitan yang
mendera? Kalau kita jujur, pastilah berkali-kali. Bahkan kalau kita jujur, setiap saat Allah melindungi kita dalam perlindungan yang kita
tidak menyadarinya.
"Kita tidak sadar bahwa setiap detik Allah membersihkan darah kita dari pelbagai jenis racun yang mematikan. Allahlah yang mengatur pembersihan darah itu dengan membuatkan pabrik yang memproduksi zat kimia alami untuk membersihkan darah. Pabrik itu bekerja dua puluh empat jam tanpa henti. Dan kita samasekali tidak menyadarinya, atau kita malah ada yang
tidak mengetahuinya. Tapi dunia medis telah menjelaskan semua.
"Di dalam tubuh kita, menurut keterangan ilmu medis, Allah membuat satu pabrik ajaib yang namanya hati. Hati bisa disebut organ terbesar dalam tubuh manusia dengan berat sekitar 1,5 kg. Fungsinya sangat banyak, bahkan mencapai lebih dari 500 fungsi yang bertalian erat dengan fungsi organ tubuh lainnya. Dengan fungsi yang begitu banyak dan rumit, hati ibarat pabrik kimia
serba guna dan paling canggih yang diciptakan oleh Allah, dengan jumlah 300 miliar sel yang tidak bisa ditiru oleh teknologi manusia secanggih apa pun.
"Salah satu fungsi hati adalah menyaring dan mengolah darah. Dalam keadaan normal, organ hati dilintasi sedikitnya 1400 cc darah setiap menitnya, atau hampir seperempat darah yang ada dalam tubuh melintasi hati setiap menit. Ini adalah cara tubuh untuk membersihkan darah.
Hati menyaring darah yang melewatinya, lalu membersihkannya dari unsur-unsur yang mengotori darah. Jika hati menyaring 1,4 liter darah setiap menitnya, berarti dalam waktu satu tahun hati telah menyaring lebih dari 525.000 liter darah.
"Tanpa hati, manusia tidak akan bisa bertahan hidup, bahkan akan mati terbunuh oleh pelbagai racun yang masuk ke dalam tubuh, termasuk obat-obatan kimia sintesis, seperti antibiotik yang diresepkan oleh dokter di mana-mana.
"Dan Allahlah yang menjaga kehidupan seseorang dengan menciptakan hati dan menjaganya terus bekerja. Allah terus menjaga kita siang malam, hanya saja kita yang sering lalai dan sama sekali tidak menyadarinya.
"Pertolongan dan kasih sayang Allah di dunia ini tidak hanya untuk orang-orang yang taat saja. Orang yang bermaksiat sekalipun masih mendapat cipratan kasih sayang Allah. Contohnya adalah pemuda mabuk di atas. Dia tetap diselamatkan oleh Allah. Semestinya kasih sayang Allah yang sedemikian agungnya membuat siapapun insaf dan terjaga. Yang taat kepada Allah semakin taat. Karena ketaatan kepada Allah itu sendiri adalah bentuk kasih sayang Allah. Dan yang masih juga belum taat, masih suka bermaksiat
semestinya segera insaf, bahwa ia masih hidup dan bisa bernafas di dunia ini karena dilindungi oleh Allah."
Ayyas lalu mengakhiri kalimatnya dengan mengulang syair yang dikatakan Dzun Nun pada pemuda mabuk dalam ceritanya itu,
"Hai orang yang terlena, padahal Tuhan menjaga dari marabahaya yang merayap di kala gulita. Sungguh aneh, mata manusia mampu terlelap meninggalkan Tuhan Yang Kuasa, yang melimpahinya berbagai nikmat."
Hati Yelena bergetar hebat mendengar kata-kata yang disampaikan Ayyas dengan penuh keimanan. Dan dengan suara agak serak Yelena
berkata, "Aku beriman bahwa Tuhan itu ada!"
Ayyas menyahut dengan dada haru,
"Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah."
Linor bertahan untuk seolah-olah tidak tersentuh oleh penjelasan Ayyas, tapi sesungguhnya hatinya juga basah. Harga diri dan kesombongan yang masih bercokol kuat dalam hatinya telah menghalanginya untuk ikut larut dalam keharuan yang dirasakan Yelena. Ia menganggap apa yang terjadi pada Yelena adalah hal yang biasa. Yelena kini percaya kepada Tuhan itu biasa saja baginya.
Tetapi ia tidak mau kalau sampai Yelena mengikuti agama primitif yang dipeluk oleh Ayyas, yaitu Islam.

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar