Bumi Cinta
Karya : Habiburrahman El Shirazy
21. Menikahlah Sebelum Dipaksa Menikah!
Anastasia Palazzo mondar-mandir di ruangan Profesor Tomskii. Ia ingin Ayyas datang tapi tidak datang. Ayyas sudah mengirim sms kepadanya minta izin tidak datang karena ada urusan di Kedutaan Republik Indonesia di Moskwa. Entah kenapa ia ingin bertemu pemuda itu setiap hari dan mengajaknya berdiskusi banyak hal.
Ia sangat senang saat pemuda itu bercerita banyak tentang desanya di Jawa. Tentang masa kecilnya. Tentang persawahan di Indonesia.
Tentang Borobudur yang ia baru tahu termasuk salah satu keajaiban dunia. Tentang pantai Parangtritis yang katanya indah. Tentang gunung
Merapi yang masih aktif yang terus mengeluarkan asap. Tentang air terjun Tawang Mangu yang sangat jernih dan segar. Tentang dataran tinggi Ketep dan Dieng yang indah seumpama tangga menuju langit.
Tentang pelbagai jenis makanan Indonesia yang tiada duanya di dunia. Ayyas telah banyak bercerita padanya tentang Indonesia. Entah kenapa ia merasa dekat dengan Indonesia. Dan dari cerita Ayyas, negeri bernama Indonesia itu
sepertinya begitu damai, indah dan makmur. Ia ingin menengok negeri yang dibanggakan Ayyas itu.
"Bawalah tongkat dan tancapkan ke tanah Indonesia, maka tongkat itu akan tumbuh lalu menerbitkan buah-buahan yang sangat enak,tidak ada duanya di dunia." Begitu kata Ayyas suatu kali padanya. Betapa dahsyat tanah Indonesia, tongkat ditancapkan bisa menumbuhkan buah-buahan. Alangkah menakjubkan!
Kali ini ia sungguh ingin Ayyas datang. Entah kenapa ia ingin bercerita kegundahan hatinya kepada Ayyas. Meskipun ibunya memberinya kebebasan
menentukan jodohnya, tetapi ibunya sangat berharap ia mau menikah dengan Boris Melnikov. Tadi pagi ia benar-benar kesal pada ibunya, sampai terpaksa ia berbohong pada ibunya. Ini adalah satu-satunya kebohongan yang ia lakukan pada ibunya. Sebelumnya ia sama sekali tidak berani bohong kepada ibunya.
Kepada orang lain ia pernah bohong, tetapi tidak kepada ibunya.
Bagaimana ia tidak kesal, bangun tidur ibunya meminta dirinya untuk mengantarkannya ke rumah Boris Melnikov. Menurutnya, ibunya sudah mulai tidak benar cara berpikirnya. Ia selama tinggal di Moskwa tidak pernah tahu alamat tempat tinggal Boris Melnikov, dan tidak pernah ingin tahu. Ia tidak ingin berakrab-akrab dengan penjahat yang keji seperti Boris Melnikov. Sekali
berakrab-akrab, penjahat itu akan terus menempel, bahkan mencengkeram tidak mau lepas. Ini ibunya datang dan memintanya untuk menemaninya ke rumah Boris Melnikov, ibunya membawa alamat yang lengkap dan denah yang detil. Ia tahu itu pasti dari pamannya, ayah Boris Melnikov.
Maka dengan sangat terpaksa ia berbohong pada ibunya.
Ia katakan pada ibunya bahwa dirinya harus ke kampus pagi-pagi sekali. Ada tugas yang tidak mungkin ia tunda apalagi ia tinggalkan. Ia satu hari penuh ada banyak pekerjaan. Ada jadwal mengajar, rapat dosen, rapat dengan senat mahasiswa dan bertemu tamu dari luar negeri. Ia katakan kepada ibunya, ia akan pulang larut malam. Mendengar penjelasannya, ibunya memaklumi, dan ibunya langsung minta diantar ke stasiun antarkota. Ibunya ingin kembali lagi ke Novgorod, keluar dari apartemen bareng dengan Anastasia.
Tak ada pilihan lain bagi Anastasia kecuali memenuhi permintaan ibunya, meskipun Bibi Krupina meminta ibunya tetap tinggal di Moskwa tiga atau empat hari lagi. Ia merasa lebih aman ibunya segera pulang ke Novgorod,
daripada ibunya meminta dirinya mendatangi rumah Boris Melnikov, atau ibunya nanti yang malah mengundang penjahat itu ke apartemennya.
Semuanya bisa kacau dan berantakan.
Jadilah sejak pagi-pagi sekali ia ada di kampus. Satu-satunya hal yang ia tidak bohong adalah dia ada jadwal mengajar. Dan berikutnya bisa dianggap bohong. O ya ada juga hal yang bisa dianggap tidak bohong, yaitu ia ada jadwal
bertemu dengan tamu dari luar negeri. Tamu yang ia maksud adalah Ayyas. Tetapi ternyata Ayyas tidak datang.
Sebenarnya ia sangat bahagia ibunya datang.
Tetapi permintaan ibunya yang membuat kebahagiaannya luntur seketika. Bagaimana mungkin ia bisa menikah dengan orang yang melihat bayangannya
atau mendengar namanya saja ia merasa jijik bukan main. Ia sudah melihat dengan mata dan kepala sendiri bagaimana Boris Melnikov bermain perempuan. Anastasia melihat jam dinding. Sebentar lagi malam tiba. Ia ingin menyegarkan pikirannya dan melepas kejengkelannya yang masih menyesak di dada. Ia ingin menumpahkan isi hatinya pada seseorang.
Ia ingin ada seseorang yang bisa diajak bicara. Seandainya ayahnya masih ada, pastilah ia sudah bicara kepada ayahnya dan pastilah urusannya akan selesai begitu saja. Tapi ayahnya telah tiada.
Bibi Krupina? Ah, ia tahu Bibi Krupina adalah pengikut ibunya yang paling setia. Ia pasti akan seia-sekata dengan ibunya. Bahkan ia sampai beranggapan, jika ibunya menerjunkan dirinya ke neraka pastilah Bibi Krupina mengikutinya dengan tersenyum bahagia. Maka tidak ada gunanya ia membicarakan masalah yang mengganjal di hatinya pada Bibi Krupina.
Kakak perempuan satu-satunya, kini hidup di Kanada dengan suaminya. Karena jarak umur yang cukup jauh, ia agak kurang akrab dengan kakaknya. Maka kepada siapa ia harus berbicara.
Sebenarnya jika Profesor Tomskii ada, ia bisa bicara padanya. Profesor Tomskii telah ia anggap layaknya ayah sendiri. Tetapi Profesor Tomskii
juga sedang berada di tempat yang sangat jauh, di Istanbul sana.
Ia merasa, yang bisa diajak bicara saat itu adalah Ayyas. Ya Ayyas. Tapi sungguh celaka, Ayyas tidak nampak batang hidungnya. Apakah ia harus meminta Ayyas untuk datang? Ia bisa tidak tidur semalam suntuk jika tidak
mendinginkan isi hatinya dengan dibagi pada orang lain. Akhirnya dengan nekat, ia memanggil Ayyas dengan ponselnya. Saat itu Ayyas sedang
meluncur bersama Pak Joko dari pasar Vietnam menuju Smolenskaya.
"Hai kamu masih di Kedutaan?" Kata Anastasia.
"Tidak, saya baru mau sampai apartemen. Ada apa Doktor?"
"Aku perlu bantuanmu penting!"
"Bantuan apa Doktor?"
"Apartemenmu di mana? Aku jemput kamu saja."
"Apa benar-benar mendesak harus sekarang-sekarang ini Doktor?"
"Ya. Kalau tidak mendesak, aku tidak menghubungi kamu."
"Baiklah kalau begitu. Aku tinggal di depan The White House Residence, Panvilovsky Pereulok, Smolenskaya."
"Aku tahu alamat itu. Aku meluncur ke sana."
"Baiklah. Nanti kalau Doktor Anastasia sudah ada di depan The White House Residence, telpon saya lagi. Saya langsung turun."
"Baik."
Wajah Doktor Anastasia Palazzo langsung cerah. Matanya berbinar-binar. Dan seperti anak remaja ia menjerit kecil,
"Yes!"
***
"Kau suka masakan Arab?" Tanya Anastasia Palazzo sambil mengendarai Toyota Pradonya.
"Suka. Aku lama tinggal di Arab." Jawab Ayyas yang duduk di samping Anastasia. Bau harum parfum Anastasia menyusup pelan ke hidungnya, dan ia tidak bisa menolaknya.
"Baik, kita ke restoran Arab paling enak di Moskwa. Profesor Tomskii sering menjamu tamu-tamunya dari Umur Tengah di situ."
Anastasia mengarahkan mobilnya ke kawasan Arbatskaya. Tak lama kemudian mobil itu sudah menyusuri Novy Arbat Ulista. Mereka meluncur ke timur. Di perempatan sebelum masuk Vozdvizhenka Ulista mereka belok ke utara memasuki Nikitsky Bui. Anastasia memperlambat laju mobilnya.
Didepan nampaklah restoran Sindibad's khas Libanon.
Desain interior restoran itu memadukan gaya Arab dan Rusia, jadilah sebuah restoran yang mewah dan anggun. Begitu Ayyas ada di dalam ruangan restoran itu, ia merasa tidak di Moskwa, tapi ia merasa seperti di Libanon atau Syiria.
Pengunjung restoran itu hampir semuanya berwajah Arab. Bahkan perempuan-perempuan yang modis tanpa abaya itu adalah perempuan Libanon yang molek.
Ayyas duduk di kursi kosong yang agak pojok, dekat dengan cermin kaca khas Arab.
Anastasia duduk di depannya dengan menyungging senyum. Saat tersenyum wajah gadis blesteran Rusia-Italia itu seperti mawar yang merekah. Sedap dipandang. Ayyas melihat sekilas dengan dada berdebar, ia langsung
menundukkan pandangan. Ayyas beristighfar berulang kali di dalam hati, ia merasa tidak pada tempatnya makan di restoran berduaan dengan Doktor Anastasia Palazzo. Tapi ia susah menolaknya.
Seorang pelayan lelaki bermuka Arab datang membawa daftar menu dan meletakkannya tepat di depan Ayyas. Tanpa melihat daftar menu Ayyas berkata pada pelayan,
"Indakum mandi? (Kalian punya mandi. Mandi adalah sebutan untuk daging kambing yang dimasak cara Yaman.)"
Pelayan Arab itu kaget,
"Ei Enta bitakallim 'arabi? (Hei kamu ngomong bahasa Arab?)”
"Naama ana atakallam arabi. Na'am ya akhi, 'indakum mandi? (Ya saya ngomong bahasa Arab. 0 ya, Saudaraku, kamu punya mandi?)
"Na'am indana" (Ya kami punya)
Ayyas pesan satu piring mandi, lengkap dengan roti dan saladnya. Untuk minumnya ia pesan teh panas campur nina'.
Sedangkan Anastasia pesan sambosa, ayam panggang, nasi bukhari, salad, dan minumnya teh panas campur susu.
Ayyas duduk dengan tangan disedekapkan di atas meja. Kedua matanya memandang ke meja, sesekali ke jari jemari Doktor Anastasia yang putih dan lentik. Ia tidak berani mengangkat wajahnya.
Sementara Doktor Anastasia memandangi sosok pemuda yang ada di depannya dengan seksama. Pemuda itu menunduk. Rambutnya hitam legam sedikit ikal. Kulitnya khas Asia Tenggara. Wajahnya biasa saja. Tidak jelek,
tapi juga tidak tampan. Tapi perempuan manapun yang memandangnya niscaya akan jatuh hati.
"Maaf kalau ini mengganggu waktumu." Doktor Anastasia membuka percakapan.
"Jadi apa yang bisa saya bantu?" Tanya Ayyas.
"Kau mau menemaniku makan malam saja sudah sangat membantuku."
"Maaf, saya tidak paham maksud Doktor."
"Aku sedang dalam suasana hati sangat tidak nyaman. Aku perlu orang yang bisa aku ajak bicara. Aku tidak menemukannya saat ini kecuali kamu. Maaf, ini pasti jadi sangat mengganggumu. Tapi aku memang perlu orang yang bisa aku
ajak bicara. Jadi cukuplah kau mau aku ajak makan bersama, terus kau mau mendengarkan aku bicara. Itu saja. Kau sudah sangat menolongku."
Ayyas menghela nafasnya. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Kata-kata Doktor Anastasia Palazzo itu sangat melankolis. Ada saatnya memang manusia memerlukan orang lain untuk menampung keluh kesahnya. Ini mungkin yang dialami Doktor Anastasia. Yang ia tidak habis pikir kenapa harus dirinya. Kenapa Doktor Anastasia tidak memercayakan keluarganya, kerabatnya atau orang yang lebih dikenalnya untuk mendengarkan keluh kesahnya. Ayyas merasa yang terbaik baginya adalah diam dan mendengarkan.
Dan ia harus terus membentengi hatinya untuk tidak tergelincir berhadapan dengan daya pikat Anastasia sebagai perempuan muda dengan kecantikan tidak biasa. Ia kembali teringat nasihat Kiai Lukman saat masih di pesantren dulu,
"Eling-elingo yo Ngger, endahe ivanojo iku singdadi jalaran batale toponing poro santri lan satrio agung!"
"Aku sendiri tidak tahu kenapa aku harus memilihmu untuk mendengarkan ceritaku. Yang jelas aku sangat percaya padamu. Bahwa kamu bisa menjaga apa yang harus dijaga. Dan aku percaya kamu bisa memberi pendapat, jika merasa kamu perlu memberi pendapat."
"Saya akan berusaha menjaga kepercayaan itu sebaik yang saya mampu."
"Terima kasih. Tidak mudah mencari orang yang bisa dipercaya. Dan baiklah, sambil menunggu hidangan tersaji saya akan mulai bercerita." Kata Doktor Anastasia seraya membetulkan letak duduknya. Perempuan muda jebolan Cambridge itu lalu menuturkan semua kegundahan dan kejengkelan hatinya. Ia menjelaskan bagaimana ibunya datang dengan tiba-tiba, dan ia menyambutnya dengan bahagia. Sampai pada permintaan ibunya agar dirinya menikah dengan Boris Melnikov.
Anastasia kemudian menceritakan kejahatan-kejahatan dan kezaliman-kezaliman yang diperbuat oleh Boris Melnikov selama ini. Ia menceritakan semuanya dengan runtut dan detil. Ayyas mendengarkan dengan seksama. Ia tidak menyela satu kalimat pun ketika Anastasia berbicara.
Hidangan yang dipesan datang tepat saat Anastasia menyelesaikan ceritanya. Pelayan itu meletakkan makanan yang masih mengepulkan asap satu per satu di atas meja. Perut Ayyas langsung bereaksi begitu hidungnya mencium mandi
yang menerbitkan nafsu makannya.
"Menurutmu apa yang harus aku lakukan?" Tanya Anastasia sambil menggigit sambosa yang renyah.
"Menurutku masalah Doktor sangat remeh, bukan masalah besar?"
"Masalah yang remeh? Apa maksudmu?"
"Doktor hanya perlu menikah segera dengan lelaki yang Doktor pilih, maka masalah Doktor selesai. Ibunda Doktor tidak akan meminta hal yang macam-macam dan si Boris Melnikov dan keluarganya juga tidak akan macam-macam. Ibunda Doktor meminta Doktor menikah dengan A atau B Atau C, itu karena melihat Doktor tidak juga menikah, dan belum memiliki pilihan yang
jelas. Itu masalahnya."
"Jadi aku harus menikah?"
"Ya untuk kasus Doktor, saya katakan, menikahlah sebelum Anda dipaksa menikah!"
"Jadi begitu menurutmu?"
"Ya."
"Akan aku renungkan dan aku pertimbangkan." Gumam Doktor Anastasia.
Keduanya kemudian makan dengan khusyuk.
Ayyas nampak begitu menikmati menu yang dipesannya, demikian juga Anastasia. Sambil menikmati ayam panggang dan nasi bukharinya, sesekali Anastasia melirik ke arah Ayyas. Sementara Ayyas menikmati mandi-nya dengan mata teduh tertunduk.
"Bagaimana dengan persiapan untuk seminar?"
"Biasa saja. Saya tidak perlu khawatir. Karena, pertama, saya hanyalah pembicara pengganti. Kedua, bersama saya nanti ada Doktor Anastasia Palazzo, yang tak lain adalah pembimbing saya. Jadi apa yang perlu saya
khawatirkan, kalau saya nanti salah bicara kan ada pembimbing saya, dia pasti akan membetulkan."
"Kamu selalu saja menemukan bahan untuk bicara."
"Asal Doktor tidak kesal saja."
"Ah tidak, aku justru senang."
***
22. Menghadapi Ancaman
OIga Nikolayenko terus memaksa Yelena untuk kembali bekerja di dunia gelap Tveskaya. Yelena berpura-pura mengiyakan, hanya saja ia minta cuti dulu karena harus benar-benar memulihkan kesehatannya. Sebenarnya Yelena sedang mengulur waktu untuk berpikir jalan mana yang terbaik untuk ditempuhnya. Karena berpikirsendiri dan dipendam seorang diri Yelena tidak
menemukan jalan terang yang ia harapkan.
Nekat melawan Olga Nikolayenko sama saja bunuh diri. Dan lari meninggalkan Moskwa, ia belum menemukan tempat yang benar-benar ia rasa aman. Apalagi Olga Nikolayenko juga punya Jaringan di beberapa kota. Jika ia bernegosiasi baik-baik ingin berhenti, kemungkinan besar Olga akan memerasnya dengan semena-mena. Ia akan memerasnya sejadi-jadinya dan melepaskan dirinya dalam keadaan miskin, dan diharapkan akan kembali lagi kepada Olga ketika memerlukan uang.
Yelena akhirnya mengambil keputusan untuk meminta pendapat kepada teman satu apartemen, yaitu Linor dan Ayyas.
Siapa tahu Linor memiliki ide yang cemerlang, dan Ayyas siapa tahu punya saran yang bisa membuatnya menapaki jalan keluar yang lapang.
Maka pagi itu kira-kira jam setengah delapan ia mengetuk pintu kamar Ayyas dan Linor. Keduanya keluar dari kamar masing-masing dalam keadaan telah rapi. Ayyas nampak segar. Dan Linor nampak lebih bugar.
"Bibi Margareta mana?" Tanya Ayyas.
"Dia masih tidur. Biarkan saja." Jawab Yelena.
"Kau sudah benar-bener pulih?" Tanya Linor.
"Sudah. Tapi kini aku menghadapi ancaman serius. Aku mau minta pendapat kalian."
"Ancaman bagaimana?" Linor penasaran.
"Baiklah, aku jelaskan. Tapi aku minta padamu Linor. Agar apa yang kau dengar ini tidak kau tulis di koran. Jujur saja profesiku selama ini, kalian mungkin sudah tahu baik langsung maupun tidak langsung, adalah menjual diri, melayani para hidung belang dari kalangan atas. Selama ini ada manajemen rapi yang mengatur semuanya. Manajemen itu di bawah kontrol seorang perempuan Rusia berdarah Ukraina, namanya Olga Nikolayenko. Dia seorang perempuan tangan besi yang jelita. Dia memiliki kekuataan yang tak bisa diremehkan. Di belakangnya ada suaminya yang tak lain adalah seorang gembong Mafia yang ditakuti di Moskwa ini.
"Yang kemarin ingin membunuhku adalah tiga orang klien yang dibawa oleh Olga. Seharusnya dia langsung mengusut tiga orang itu dan membinasakan
mereka. Tetapi hal itu kelihatannya tidak dilakukan oleh Olga. Entah kenapa?
"Setelah peristiwa kemarin saya ingin berhenti dari pekerjaan yang tidak menenteramkan hati itu. Saya ingin bekerja yang normal saja, meskipun mungkin pendapatannya tidak sebesar sebelumnya. Saya sudah berniat kuat berhenti. Tetapi masalahnya Olga Nikolayenko meminta saya untuk segera kembali datang ke Tverskaya, untuk kembali bekerja padanya. Saya sudah mengulur waktu beberapa hari. Dan Olga Nikolayenko sudah mulai mengancam, ia akan menjemputku kalau aku tidak datang dalam tiga
hari ke depan.
"Aku minta saran pada kalian, apa yang harus aku lakukan? Apakah aku sebaiknya bertahan, dan meminta perlindungan polisi? Ataukah aku lari saja dari sini sejauh-jauhnya, tapi ke mana? Olga Nikolayenko juga memiliki jaringan di hampir seluruh kota besar di Rusia. Aku tidak tahu harus bagaimana?"
Yelena bercerita dengan berlinang airmata. Ayyas mendengarkan dengan hati iba. Dan Linor yang biasanya dingin dan tidak mudah kasihan, kali ini dia agak tersentuh. Ia bisa membayangkan betapa menderitanya Yelena selama ini.
Kelihatannya dia ceria, hidup glamour dan mewah. Tetapi sesungguhnya ia bagai binatang piaraan Olga Nikolayenko. Dan Yelena tidak bisa berbuat sekehendak hatinya. Ia harus mengikuti aturan main yang dibuat Olga. Yelena tidak berbeda dengan sapi perah yang terus diperah segala-galanya; susunya, keringatnya, darahnya, dan dagingnya oleh Olga Nikolayenko.
"Terkadang hidup dengan suasana baru adalah pilihan yang baik. Menurutku, Yelena bisa hidup baru dengan suasana yang sama sekali baru, di tempat yang sama sekali baru. Carilah tempat baru yang paling aman di Rusia ini. Ini pendapatku." Ayyas memberi masukan.
"Saya belum punya usul apa-apa. Tapi saya akan berusaha membantu Yelena." Ucap Linor singkat.
"Ini memang tidak mudah. Saya akan berusaha mencari jalan keluar. Terima kasih atas masukan dan dukungan kalian."
Lirih Yelena sambil mengusap kedua matanya yang berkaca-kaca.
"Maaf Yelena, saya harus kembali ke kamar. Saya harus mempersiapkan diri untuk menjadi pembicara seminar nanti. Percayalah kamu kepada Tuhan, dan biarlah Tuhan yang menolongmu." Ayyas bangkit kembali ke kamarnya.
"Ya. Spasiba balshoi."
Sebenarnya Linor langsung memiliki rancangan untuk menyelamatkan Yelena dari penindasan Olga Nikolayenko dan suaminya, tetapi ia tidak mungkin menjelaskan ketika Ayyas masih ada di situ. Maka begitu Ayyas masuk
ke dalam kamarnya, dan ia merasa yakin aman menjelaskan rencananya kepada Yelena, ia langsung berbisik pada Yelena,
"Aku punya jalan keluar untukmu. Tapi tidak ada yang boleh tahu kecuali aku dan kau. Kau mau?"
Yelena mengangguk.
"Kau tahu lelaki yang dihajar Ayyas tempo hari, yang membikin onar di sini?" Tetap dengan berbisik.
"Ya. Yang katamu namanya Sergei itu?" Yelena ikut berbisik.
"Benar. Namanya Sergei Gadotov. Kau tahu siapa dia?"
"Katamu dia anggota mafia Voykovskaya Bratva."
"Benar. Kau tahu apa yang terjadi padanya sebenarnya?"
"Tidak."
"Dia sudah mati beberapa jam setelah dilumpuhkan Ayyas."
"Jadi Ayyas yang membunuhnya."
"Bisa jadi itu akibat berkelahi dengan Ayyas. Tapi tidak ada yang tahu kalau ia sudah mati, kecuali aku, dan kini kau."
"Kawan-kawannya apa tidak mencari dia?"
"Pasti. Mereka sekarang sedang mencari dia. Boris Melnikov, Ketua Voykovskaya Bratva sedang marah besar. Ia yakin Sergei sudah mati dibunuh, dan sekarang ia sedang mencurigai banyak orang sebagai pembunuh Sergei. Ia sangat sayang kepada Sergei karena Sergei adalah tangan kanan sekaligus calon adik iparnya."
"Kau termasuk yang dicurigai?"
"Pasti. Karena ada yang melihatku bersama Sergei. Tapi aku bisa mematahkan segala tuduhan mereka. Mereka tidak punya cukup bukti untuk menganggap aku sebagai pembunuh Sergei."
"Terus hubungannya Sergei dengan masalahku apa?"
"Kalau kau mau sedikit bekerja, dan berhasil. Kau bisa tetap tinggal di Moskwa ini dengan tenang dan nyaman. Tidak akan lagi diganggu oleh Olga Nikolayenko dan suaminya."
"Bekerja apa? Aku tidak paham maksudmu."
"Begini. Sergei Gadotov sudah mati. Aku yang membuang mayatnya jauh di pinggir kota. Aku sudah bakar semua barang yang melekat padanya dan menggantinya dengan pakaian yang lain. Identitasnya akan kabur. Tetapi aku masih membawa ponsel milik Sergei Gadotov. Kalau kau mau hidup nyaman. Kau binasakan saja Olga Nikolayenko dan suaminya itu dengan tangan
baja Boris Melnikov."
"Caranya?"
"Mudah sekali. Tetapi kau harus benar-benar hati-hati dan berhasil. Jika tidak, nyawamu bisa terancam. Kau bawa ponsel Sergei Gadotov, dan Kau letakkan di rumah atau di mobil Olga Nikolayenko. Letakkan di tempat yang tidak diketahui mereka. Boris Melnikov akan tahu keberadaan ponsel itu, dan dia akan langsung berkesimpulan, bahwa Olga Nikolayenko dan suaminya yang membunuh calon adik iparnya. Boris pasti membuat perhitungan. Jika itu terjadi, kemungkinan besar Boris yang. akan menang.
Dan kau akan merdeka, jika Olga Nikolayenko dan suaminya binasa. Bagaimana?"
"Bagaimana Boris Melnikov akan yakin Olga Nikolayenko sebagai pembunuh Sergei hanya dengan adanya ponsel?"
"Yang penting, ponsel itu harus ada di mobil atau rumah Olga Nikolayenko. Dan harus ada di sana saat Boris Melnikov memeriksanya. Itu saja. Yang lain biar aku yang ngurus. Paham?" .
"Baik. Aku siap bekerja. Biarlah orang jahat berperang dengan orang jahat."
"Tapi ingat, apa pun yang terjadi ini cuma kita berdua yang tahu. Kau harus bersumpah untuk tidak membuka mulut kepada siapa pun. Jika kau gagal pun kau harus tutup mulut, jangan sekali-kali menyebut namaku. Sekarang bersumpahlah."
"Aku bersumpah, dengan seluruh darah dan nyawaku!"
"Baik. Kapan kau siap bekerja?"
"Besok." Mantap Yelena dengan berbisik.
"Bagus!" Mata Linor berbinar.
Pintu kamar Yelena tiba-tiba terbuka pelan-pelan.
Seorang perempuan tua bertubuh gemuk keluar sambil mengucek mata. Ia lalu membuka mulutnya lebar-lebar dan menguap seenaknya.
"Hoh, kalian sudah bangun semua. Tapi kalian tidak membuat teh panas ya? Mau Bibi buatkan teh?" Kata perempuan tua itu yang tak lain adalan Bibi Margareta.
"Mau Bibi." Sahut Yelena.
"Wah enak juga ada Bibi Margareta, ada yang membuatkan teh. Ada yang bisa dimintai tolong membelikan sesuatu."
"Iya, apalagi Bibi Margareta itu orangnya tulus dan jujur."
"Berarti kau beruntung bertemu dengannya."
"Ya, sangat beruntung. Aku masih bisa bernafas ini juga di antaranya karena pertolongan dia."
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar