Bab 7
CAHAYA DALAM KEGELAPAN
Hasil penyelidikan yang di sampaikan Lestrade merupakan informasi yang sangat penting dan mengejutkan bagi kami bertiga sungguh tak terduga. Gregson terperanjak dari kursi dan menumpahkan sisa whisky dan airnya. Aku terbelalak pada Sherlock Holmes dalam kesunyian, bibirnya tertekan dan di atas matanya terlihat keningnya mengkerutan.
“Stangerson juga!” ia berkomat-kamit. “Alur cerita semakin rumit.”
“Sebelumnya sudah cukup rumit,” gerutu Lestrade, sambil menarik kursi. “Tampaknya aku harus menyerahkan kasus ini ke mahkamah militer.”
“Apa kau - Apa kau yakin atas hasil penyelidikan ini?” kata Gregson dengan suara yang gagap.
“Aku baru saja dari kamarnya,” kata Lestrade. “Aku orang pertama yang melihat apa yang telah terjadi.”
“Kita telah mendengar pandangan Gregson menyangkut kasus ini,” Holmes mengamati. “Maukah kau memberithau kami apa yang sudah kau lihat dan melakukan?”
“Aku tak keberatan,” jawab Lestrade, dari tempat duduknya. “Ku akui bahwa aku sependapat dengan opini tentang Stangerson menyangkut kematian Drebber. Perkembangan baru kasus ini membuktikan bahwa perkiraanku sepenuhnya salah. Dengan satu gagasan, aku ingin tahu apa yang terjadi pada sang sekretaris. Mereka tadinya terlihat bersama-sama di Euston Station sekitar pukul setengah sembilan pada malam ke tiga. Paginya, pada pukul dua, Drebber ditemukan tewas di Brixton Road. Pertanyaan yang ada di kepalaku adalah apa yang sedang dikerjakan Stangerson antara pukul 8:30 sampai dengan waktu terjadinya pembunuhan, dan setelahnya. Aku mengirim telegraf ke Liverpool, dan memberikan deskripsi mengenai orang ini, dan memperingatkan mereka untuk mengawasi kapal Amerika itu. Kemudian aku melanjutkan penyelidikanku dengan menghubungi semua hotel dan rumah penginapan di sekitar Euston. Kau tahu kan…, aku beranggapan jika Drebber dan rekannya telah terpisah, secara naluriah mereka akan mencari penginapan terdekat untuk satu malam, dan kemudian melanjutkan perjalanan esok paginya.”
“Mungkin mereka janjian bertemu di suatu tempat,” kata Holmes.
“Jadi itu membuktikan, kerja kerasku semalam cuma buang-buang waktu saja. Pagi ini aku bangun pagi-pagi sekali, dan pada jam delapan aku pergi ke Halliday’s Private Hotel, di Little George Street. Dalam pemeriksaanku, mereka langsung menjawab bahwa Mr. Stangerson sedang menginap di sana.
“‘Tidak salah lagi…, kaulah orang yang sedang ditunggu-tunggunya,’ kata mereka. ‘Dia sedang menantikan seseorang selama dua hari ini.’
“‘Di mana dia sekarang?’ Tanyaku.
“‘Dia ada di atas di kamarnya. Ia ingin ditemui pukul sembilan.’
“‘Aku akan naik dan segera menjumpainya,’ Kataku.
“Dalam benakku…, mungkin kedatanganku yang tiba-tiba akan membuatnya panik dan dengan spontan mengatakan sesuatu yang seharusnya dirahasiakannya. Sang pelayan menunjukkan kamarnya dengan senang hati; yaitu di lantai dua, dan di sana ada koridor kecil yang mengarah ke kamar itu. Sang pelayan menunjukkan ku pintunya, dan kembali ke lantai bawah lagi ketika aku melihat sesuatu yang membuatku merasa mual, walaupun aku sudah berpengalaman duapuluh tahun. Dari bawah pintu terlihat lengkungan pita merah sedikit bercak darah, yang meliuk-liuk ke seberang lintasan pintu dan membentuk kumpulan kecil di sepanjang sudut bawah dibalik pintu. Aku berteriak dan sang pelayanpun datang. Ia pun hampir pingsan ketika melihatnya. Pintu dikunci dari dalam, dan kami mendobraknya dengan bahu kami. Jendela ruangan terbuka, dan di sebelah jendela, berjubel sesosok tubuh manusia yang sedang memakai baju tidur. Ia benar-benar mati, dan sudah tergeletak untuk beberapa waktu, karena anggota badanya dingin dan kaku. Ketika kami memutar mayat itu, sang pelayan langsung mengenalinya sebagai pria yang menyewa kamar dengan mengunakan nama Joseph Stangerson. Penyebab kematiannya adalah tikaman yang sangat dalam di sisi kiri dada yang menembus jantungnya. Dan sekarang bertambah lagi bagian teraneh dari kasus ini. Menurutmu apa tujuan pembunuhan orang ini?”
Bulu-kudu ku berdiri, dan muncul firasat kengerian, bahkan sebelum Sherlock Holmes menjawab.
“Kata RACHE, yang ditulis dengan darah,” katanya.
“Begitukah…,” kata Lestrade, dengan suara penasaran dan kaget; dan kami semua diam untuk beberapa saat.
Ada sesuatu yang begitu teratur dan begitu sulit dimengerti atas perbuatan dari pembunuh tak dikenal ini, yang memberikan suatu gambaran mengerikan atas kejahatannya. Kegelisahanku bertitik berat pada medan pertempuran, terasa gatal ketika aku mengingatnya.
“Pelakunya terlihat oleh,” lanjut Lestrade. “seorang bocah…, yang berjalan sepanjang jalan setapak yang berasal dari kandang kuda di belakang hotel. Ia tahu bahwa tangga, yang biasanya tergeletak di sana, telah diangkat menghadap jendela di tingkat dua yang terbuka lebar. Katanya, setelah dia melewati tangga itu, ia berbalik dan melihat seseorang menuruni tangga. Ia turun dengan tenang dan nyantai, anak itu mengira orang itu adalah tukang kayu atau pembuat mebel yang sedang bekerja di hotel. Ia tidak sadar…, terlalu sulit baginya untuk menyadari bahwa terlalu awal bagi seseorang untuk bekerja. Anak itu mendeskripsikan pelakunya sebagai seorang yang jangkung, memiliki muka kemerah-merahan, dan bermantel panjang bewarna kecoklat-coklatan. Setelah membunuh, pastinya, dia masih berada di ruang itu untuk beberapa saat, berdasarkan penemuan noda darah di dalam baskom dan di seprai, menandakan bahwa pelakunya telah mencuci tangannya di baskom dan membersihkan pisaunya dengan seprai.”
Aku melirik Holmes yang tengah mendengar deskripsi si pembunuh yang sama persis dengan teorinya. Ada, walupun demikian, tidak terlihat tanda-tanda kegembiraan yang meluap-luap atau kepuasan di mukanya.
“Apakah kau tidak menemukan apapun, di ruang itu, yang mengarah ke si pembunuh?” ia bertanya.
“Tidak ada. Stangerson menyimpan dompet milik Drebber di sakunya, tetapi tampaknya wajar, mengingat dia yang selalu melakukan setiap pembayaran. Ada 80 pound lebih di dalamnya, dan tidak ada yang diambil. Apapun motif dari kasus aneh ini, tidak menunjukkan adanya tanda-tanda perampokan. Tidak ada surat ataupun peringatan di dalam saku Stangerson, kecuali sebuah telegram, dari Cleveland tertanggal satu bulan yang lalu, dan berisi kata-kata, ‘J.H. ada di Eropa.’ Tidak tertera sebuah nama di pesan ini .”
“Dan, apa ada yang lainnya di sana?” tanya Holmes.
“Tidak ada yang penting. Novel milik korban, yang mungkin dibacanya sewaktu akan tidur, tegeletak di atas tempat tidur, dan pipanya berada di atas kursi sebelahnya. Ada segelas air di atas meja, dan di ambang jendela terdapat sebuah kotak kecil seperti kotak salep yang berisi sepasang pill.”
Sherlock Holmes terperanjak dari kursinya dengan seruan kesenangan.
“Mata rantai terakhir,” teriaknya, dengan sangat gembira. “Kasusku sudah lengkap sekarang.”
Dua detektif tersebut terbelalak melihatnya dalam kekaguman.
“Sudah ditanganku sekarang,” kata rekanku, dengan penuh percaya diri, “semua uraian yang membentuk kekusutan ini. Tentu saja, ada detil yang harus diisi, tetapi aku yakin pada semua peristiwa pokok, dari waktu Drebber berpisah dengan Stangerson di setasiun, sampai pada penemuan surat di mayat Stangerson, seolah-olah aku melihat mereka dengan mataku sendiri. Aku akan memberimu bukti pendapatku. Bisa kau meletakkan pil itu di tanganmu?”
“Ya…, ini dia,” kata Lestrade, mengeluarkan kotak kecil putih; “Aku mengambilnya, dompet dan juga telegram, untuk disimpan ke tempat yang aman di kantor polisi. Kebetulan aku sempat membawa pil ini, karena aku mengakatakan kepada mereka bahwa aku tidak menganggap pil-pil ini penting.”
“Letakkan pil-pil itu di sini,” kata Holmes. “Sekarang, Doktor,” berbalik ke arahku, “Apakah ini pil biasa?”
Jelas bukan pil-pil biasa. Pil-pil ini berwarna kelabu seperti mutiara, kecil, bulat, dan hampir transparan jika diterawang. “Dari cahaya dan ketransparanan nya, Aku bisa membayangkan pil-pil ini bisa larut di dalam air,” Kataku.
“Tepat sekali,” jawab Holmes. “Sekarang, maukah kau ke bawah dan menjemput setan kecil yang malang, sejenis anjing, yang sudah berbaring begitu lama, dan kemarin kau dimintai tolong oleh wanita pemilik pondokan kita untuk menghilangkan penderitaannya?”
Aku pergi ke lantai bawah dan kembali ke atas dengan membawa anjing dalam pelukanku. Nafasnya dan tatapan matanya menunjukkan dia sehat-sehat saja. Tentu saja, moncongnya yang seputih salju memproklamirkan bahwa dia sudah tidak seperti anjing lagi. Aku meletakkannya di bantal di atas permadani.
“Sekarang aku akan membelah dua salah satu pil ini,” kata Holmes, sambil menarik pisau lipatnya seperti yang ia katakan. “Separuhnya kita masukkan kembali ke dalam kotak untuk lain hari. Separuhnya lagi akan ku masukkan ke dalam gelas wine ini, dan air sesendok teh penuh. Jika teman kita, doktor, benar, pil ini akan larut.”
“Ini mungkin sangat menarik,” kata Lestrade, dengan nada seperti tersangka yang terluka karena habis ditertawakan; “Aku tak mengerti, apa ini berkaitan dengan kematian Mr. Joseph Stangerson.”
“Sabar, temanku, sabar! kau akan tahu pada waktunya bahwa ini berkaitan dengan segalanya. Sekarang aku akan menambahkan sedikit susu untuk membuatnya terasa enak, dan memberikannya ke anjing ini, kita bisa lihat ia sudah siap menjilatnya.”
Seperti yang dikatakannya ia menuangkan isi gelas wine ke dalam cawan dan menaruhnya di depan anjing, yang dengan cepat anjing itu menjilatinya sampai kering. Tindakan Sherlock Holmes yang sungguh-sungguh sejauh ini meyakinkan kami dan kami semua duduk dalam kesunyian, dengan serius menyaksikan binatang itu, dan mengharapkan efek yang mengejutkan. Tak ada tanda-tanda seperti yang diharapkan. Anjing tetap berbaring di atas bantal, bernafas seperti biasa, tetapi kelihatannya sirkulasi udaranya tidak semakin baik maupun semakin buruk.
Holmes mengeluarkan arlojinya, dan menit ke menit berlalu tanpa hasil, ungkapan perasaan sedih karena gagal dan kecewa muncul di raut wajahnya. Ia menggigiti bibirnya, menghentak-hentakan jarinya di atas meja, dan menunjukkan semua gejala ketidaksabaran dan kegentingan lainnya. Sungguh tertekan emosinya dan aku merasa kasihan kepadanya, sedang kedua detektif tersenyum mengejek, bukan karena dikeecewakan oleh tes yang dilakukan Holmes.
“Tidak mungkin sebuah kebetualan,” pada akhirnya dia berteriak, berdiri dari kursinya dan melompat-lompat liar di dalam ruangan; “tidak mungkin ini pasti kebetulan semata. Pil-pil yang kucurigai dalam kasus Drebber, setelah kematian Stangerson, benar-benar sudah ditemukan. Tetapi pilnya tidak bekerja. Apa arti semua ini? Tidak mungkin rantai pemikiranku bisa salah. Ini mustahil! Dan anjing sakit ini masih tetap sehat. Ah, aku tahu! Aku tahu!” Dengan pekikan kesenangan yang sempurna dengan cepat ia menandatangani kotak itu, membelah pil lain menjadi dua, melarutkannya, menambahkan ke susu, dan meminumkannya ke anjing tadi. Lidah makhluk yang bernasib sial itu kelihatan jelas lembab di dalamnya sebelum dia kejang-kejang, dan tergeltak kaku tak bernyawa seperti terasambar kilat.
Sherlock Holmes menarik nafas dalam-dalam, dan menghapus keringat dari jidatnya. “Harusnya aku lebih yakin,” katanya; “Mulai sekarang aku mesti tahu bahwa ketika sebuah fakta tampak berlawanan dengan rentetan pengambilan keputusan, tetap saja bisa diuji dengan interpretasi lainnya. Tentang kedua pil di dalam kotak itu, satuya adalah racun yang paling mematikan, dan yang lain sepenuhnya tidak mematikan. Seharusnya aku tahu lebih awal sebelum aku melihat kotak itu.”
Statemen terakhir ini membuatku terkejut, aku sulit percaya bagimana bisa pikiran sehatnya tertata seperti itu. Kematian si Anjing membuktikan bahwa dugaannya benar. Tampaknya kabut di dalam pikiranku secara berangsur-angsur memudar, dan aku mulai berpersepsi samar-samar menyangkut kebenarannya.
“Semuanya tampak asing bagimu,” lanjut Holmes, “sebab dari awal kau gagal menyelidiki petunjuk paling penting yang ada di depan matamu. Aku beruntung bisa menyadarinya, dan segalanya sudah terjadi sejak aku memberikan konfirmasi perkiraan awalku, dan, tentu saja, menjadi urutan logis tentangnya. Karenanya hal-hal yang membingungkanmu dan membuat kasus ini lebih kabur malah menerangiku dan memperkuat kesimpulanku. Keliru sekali mencampuradukkan keadaan tidak dikenal ke dalam misteri. Kasus kriminal yang kebanyakan terjadi di tempat umum lebih misterius lagi, sebab tidak bisa menghadirkan petunjuk baru maupun khusus dimana sebuah keputusan dapat diambil. Pembunuhan ini akan lebih sulit lagi jika mayat korban ditemukan tergeletak di jalanan tanpa ada orang di jalan atau saksi yang menjadikannya luar biasa. Detil Aneh ini, jauh dari kata sulit, dan benar-benar sudah membuat sedikit lebih mudah.”
Mr. Gregson, yang mendengarkan pidato ini amat tidak sabar, tidak bisa menahan dirinya lebih lama. “Perhatian, Mr. Sherlock Holmes,” katanya, “kita benar-benar mengakui kecerdasanmu, dan caramu bekerja. Lagi pula, sekarang kita ingin sesuatu yang lebih dari sekedar teori. Ini tentang menangkap seseorang. Aku sudah menjalankan tugasku, dan tampak aku salah tangkap. Charpentier Muda tidak bisa dikaitkan dengan kasus ke dua ini. Lestrade mengikuti sekertarisnya, Stangerson, dan nampaknya dia juga salah orang. Kau sudah mengungkapkan semua yang tersembunyi di sini, dan di sana, dan nampaknya kau lebih tahu dari apa yang kami lakukan, tetapi kami rasa sudah saatnya untuk bertanya langsung kepadamu berapa banyak kau tahu menyangkut urusan ini. Dapatkah kau menyebutkan sebuah nama yang melakukan ini semua?”
“Aku terpaksa harus mengakatan bahwa Gregson benar, sir,” kata Lestrade. “Kami berdua sudah berusaha, dan gagal. Kau sudah berkata lebih dari sekali sejak aku berada di ruang ini kau punya semua bukti yang kau perlukan. Pastinya kau tidak akan menahannya lebih lama lagi.”
“Hal apapun yang menyebabkan penundaan penangkapan pembunuh ini,” Aku mengamati, “memberinya waktu untuk melakukan kekejian lainnya.”
Tekanan dari kami semua, menimbulkan tanda-tanda keraguan Holmes. Ia tetap mondar-mandir di ruangan dengan kepalanya menunduk menghadap dadanya dan keningnya seperti tertarik ke bawah, seperti kebiasaannya ketika kehilangan semangat.
“Tidak akan ada lagi pembunuhan,” pada akhirnya ia berkata, tiba-tiba berhenti dan menghadap ke kami. “Kau bisa menempatkan pertimbangan ini di luar pertanyaan. Kau bertanya kapadaku jika aku tahu nama si pembunuh. Aku bersedia. Semata-mata tahu namanya adalah hal kecil, lebih dari itu, bandingkan dengan kekuasaan yang dapat kita lakukan terhadapnya. Hal inilah yang secepatnya ingin ku lakukan. Aku punya harapan besar untuk memanage nya dengan rencanaku sendiri; tapi memerlukan penanganan yang lunak, karena kita berhadapan dengan orang yang pintar, licik, dan nekat, dia dibantu oleh seseorang, seperti yang telah aku buktikan sendiri, seseorang yang sepintar dirinya. Sepanjang orang ini tidak tahu orang lain memiliki petunjuk dirinya maka mereka punya kesempatan untuk berlindung; tetapi jika ia punya kecurigaan setipis apapun, ia akan merubah namanya, dan segera lenyap di antara empat juta penduduk kota besar ini. Tanpa maksud untuk mepermalukan siapapun, aku harus mengatakan bahwa orang-orang ini lebih dari sekedar lawan tanding satuan petugas, dan oleh karena itu aku belum minta bantuan kalian. Jika aku gagal, tentu saja, aku bisa memastikan semua kesalahan penyebab kehilangan ini; tetapi itu yang aku wanti-wanti. Sekarang aku bisa menjanjikan sesuatu, dengan segera aku bisa berkomunikasi dengan kalian tanpa membahayakan rencanaku sendiri, aku akan melakukannya.”
Gregson dan Lestrade nampaknya tidak puas terhadap janji-janji ini, atau sindiran yang ditujukan kepada detektif polisi. Yang satu menggaruk-garuk kepala sampai ke akar rambut pirangnya, yang satunya lagi menunjukkan matanya yang bulat bercahaya berkilauan dengan kemarahan dan kecurigaan. Terdengar ketukan pintu, kemudian terdengar suara Wiggins muda berbicara dengan logat Arabs, memperkenalkan dirinya yang kecil dan tidak enak untuk dipandang sehingga membuat kedua detektif tersebut tidak punya kesempatan untuk berbicara.
“Please, sir,” katanya, sambil menyentuh rambut di dahinya, “Kereta kudanya sudah sampai.”
“Anak baik,” kata Holmes, dengan lemah lembut. “Kenapa kalian tidak memperkenalkan disain barang ini ke Scotland Yard?” ia melanjutkan, sambil mengambil sepasang borgol baja dari laci. “Lihatlah betapa indahnya kerajinan logam ini. Alat ini mudah sekali digunakan.”
“Disain yang lama sudah cukup baik,” kata Lestrade, “Jika kita bisa menemukan pembunuh ini dan memborgolnya.”
“Benar sekali, benar sekali,” kata Holmes, tersenyum. “Pak kusir mungkin mau membantu untuk mengangkat kotakku. Wiggins…, mintalah kepada pak kusir untuk membawanya ke atas.”
Aku terkejut melihat rekanku berkata seolah-olah ia bersiap-siap melakukan perjalanan, karena ia tidak pernah berkata apapun kepadaku tentang hal ini. Ada sebuah portmanteau kecil di dalam ruang, dan dicabutnya dan mulai diikat dengan tali. Dia sibuk mengikat benda itu ketika pak kusir memasuki ruang.
“Bantu aku dengan gesper ini, kusir,” katanya, sambil berlutut mengerjakan pekerjaannya, tanpa memutar kepalanya.
Orang yang datang barusan mendekatinya dengan ekspresi cemberut dan menantang kemudian membantu Holmes. Dengan segera terdengar jelas suara klik bahan logam, dan Sherlock Holmes terperanjak berdiri lagi.
“Tuan-Tuan,” teriaknya, dengan mata bercahaya, “Mari ku perkenalkan kepada kalian semua pembunuh Enoch Drebber dan Joseph Stangerson, Mr. Jefferson Hope.”
Semuanya terjadi dengan tiba-tiba sampai aku tidak menyadarinya. Sekejap aku teringat gambaran, ungkapan gembira Holmes dan deringan suaranya, kebingungan kusir, bermuka bidab, kala ia membelalak di cahaya belenggu, yang kelihatannya seolah-olah keajaibanlah yang membuatnya diborgol. Selama satu atau dua detik kami terdiam seperti sekelompok patung. Kemudian dengan raungan amukan tak jelas, pembunuh itu meronta mencoba membebaskan dirinya dari genggaman Holmes, dan melemparkan dirinya ke arah jendela. Perabot-perabot dan kaca penghias ruangan menghalangi geraknya; namun sebelum dia benar-benar menerobos jendela, Gregson, Lestrade, dan Holmes langsung bergerak seperti kawanan anjing. Ia diseret kembali ke ruang, dan kemudian dimulailah konflik yang hebat. Dengan sekuat tenaga dan demikian sengit kami berempat berulang-ulang merangkul dia agar tidak lepas. Kelihatannya ia memiliki kekuatan mengelepar seperti penderita epilepsi.
Tangan dan mukanya terkoyak-koyak karena mencoba melewati kaca, tapi kehilangan darah tidak berpengaruh ataupun mengurangi perlawanannya. Sampai Lestrade berhasil mencekik pergelangan lehernya yang membuatnya sadar bahwa perjuangannya sia-sia; bahkan kami merasa belum aman jika belum mengikat kakinya seperti halnya tangannya. Setelah selesai, kami berdiri dengan napas dan suara terengah-engah.
“Kita tahan kereta kudanya,” Kata Sherlock Holmes. “Keretanya akan kita gunakan untuk mengirim dia ke Scotland Yard. Dan sekarang, tuan-tuan,” lanjutnya, dengan senyuman yang sedap dipandang, “Kita sudah sampai di akhir misteri kecil kita. Sekarang kalian bisa menanyakan kepadaku apapun yang kalian suka, dan jangan takut kalau-kalau aku berkeberatan menjawabnya.”
CAHAYA DALAM KEGELAPAN
Hasil penyelidikan yang di sampaikan Lestrade merupakan informasi yang sangat penting dan mengejutkan bagi kami bertiga sungguh tak terduga. Gregson terperanjak dari kursi dan menumpahkan sisa whisky dan airnya. Aku terbelalak pada Sherlock Holmes dalam kesunyian, bibirnya tertekan dan di atas matanya terlihat keningnya mengkerutan.
“Stangerson juga!” ia berkomat-kamit. “Alur cerita semakin rumit.”
“Sebelumnya sudah cukup rumit,” gerutu Lestrade, sambil menarik kursi. “Tampaknya aku harus menyerahkan kasus ini ke mahkamah militer.”
“Apa kau - Apa kau yakin atas hasil penyelidikan ini?” kata Gregson dengan suara yang gagap.
“Aku baru saja dari kamarnya,” kata Lestrade. “Aku orang pertama yang melihat apa yang telah terjadi.”
“Kita telah mendengar pandangan Gregson menyangkut kasus ini,” Holmes mengamati. “Maukah kau memberithau kami apa yang sudah kau lihat dan melakukan?”
“Aku tak keberatan,” jawab Lestrade, dari tempat duduknya. “Ku akui bahwa aku sependapat dengan opini tentang Stangerson menyangkut kematian Drebber. Perkembangan baru kasus ini membuktikan bahwa perkiraanku sepenuhnya salah. Dengan satu gagasan, aku ingin tahu apa yang terjadi pada sang sekretaris. Mereka tadinya terlihat bersama-sama di Euston Station sekitar pukul setengah sembilan pada malam ke tiga. Paginya, pada pukul dua, Drebber ditemukan tewas di Brixton Road. Pertanyaan yang ada di kepalaku adalah apa yang sedang dikerjakan Stangerson antara pukul 8:30 sampai dengan waktu terjadinya pembunuhan, dan setelahnya. Aku mengirim telegraf ke Liverpool, dan memberikan deskripsi mengenai orang ini, dan memperingatkan mereka untuk mengawasi kapal Amerika itu. Kemudian aku melanjutkan penyelidikanku dengan menghubungi semua hotel dan rumah penginapan di sekitar Euston. Kau tahu kan…, aku beranggapan jika Drebber dan rekannya telah terpisah, secara naluriah mereka akan mencari penginapan terdekat untuk satu malam, dan kemudian melanjutkan perjalanan esok paginya.”
“Mungkin mereka janjian bertemu di suatu tempat,” kata Holmes.
“Jadi itu membuktikan, kerja kerasku semalam cuma buang-buang waktu saja. Pagi ini aku bangun pagi-pagi sekali, dan pada jam delapan aku pergi ke Halliday’s Private Hotel, di Little George Street. Dalam pemeriksaanku, mereka langsung menjawab bahwa Mr. Stangerson sedang menginap di sana.
“‘Tidak salah lagi…, kaulah orang yang sedang ditunggu-tunggunya,’ kata mereka. ‘Dia sedang menantikan seseorang selama dua hari ini.’
“‘Di mana dia sekarang?’ Tanyaku.
“‘Dia ada di atas di kamarnya. Ia ingin ditemui pukul sembilan.’
“‘Aku akan naik dan segera menjumpainya,’ Kataku.
“Dalam benakku…, mungkin kedatanganku yang tiba-tiba akan membuatnya panik dan dengan spontan mengatakan sesuatu yang seharusnya dirahasiakannya. Sang pelayan menunjukkan kamarnya dengan senang hati; yaitu di lantai dua, dan di sana ada koridor kecil yang mengarah ke kamar itu. Sang pelayan menunjukkan ku pintunya, dan kembali ke lantai bawah lagi ketika aku melihat sesuatu yang membuatku merasa mual, walaupun aku sudah berpengalaman duapuluh tahun. Dari bawah pintu terlihat lengkungan pita merah sedikit bercak darah, yang meliuk-liuk ke seberang lintasan pintu dan membentuk kumpulan kecil di sepanjang sudut bawah dibalik pintu. Aku berteriak dan sang pelayanpun datang. Ia pun hampir pingsan ketika melihatnya. Pintu dikunci dari dalam, dan kami mendobraknya dengan bahu kami. Jendela ruangan terbuka, dan di sebelah jendela, berjubel sesosok tubuh manusia yang sedang memakai baju tidur. Ia benar-benar mati, dan sudah tergeletak untuk beberapa waktu, karena anggota badanya dingin dan kaku. Ketika kami memutar mayat itu, sang pelayan langsung mengenalinya sebagai pria yang menyewa kamar dengan mengunakan nama Joseph Stangerson. Penyebab kematiannya adalah tikaman yang sangat dalam di sisi kiri dada yang menembus jantungnya. Dan sekarang bertambah lagi bagian teraneh dari kasus ini. Menurutmu apa tujuan pembunuhan orang ini?”
Bulu-kudu ku berdiri, dan muncul firasat kengerian, bahkan sebelum Sherlock Holmes menjawab.
“Kata RACHE, yang ditulis dengan darah,” katanya.
“Begitukah…,” kata Lestrade, dengan suara penasaran dan kaget; dan kami semua diam untuk beberapa saat.
Ada sesuatu yang begitu teratur dan begitu sulit dimengerti atas perbuatan dari pembunuh tak dikenal ini, yang memberikan suatu gambaran mengerikan atas kejahatannya. Kegelisahanku bertitik berat pada medan pertempuran, terasa gatal ketika aku mengingatnya.
“Pelakunya terlihat oleh,” lanjut Lestrade. “seorang bocah…, yang berjalan sepanjang jalan setapak yang berasal dari kandang kuda di belakang hotel. Ia tahu bahwa tangga, yang biasanya tergeletak di sana, telah diangkat menghadap jendela di tingkat dua yang terbuka lebar. Katanya, setelah dia melewati tangga itu, ia berbalik dan melihat seseorang menuruni tangga. Ia turun dengan tenang dan nyantai, anak itu mengira orang itu adalah tukang kayu atau pembuat mebel yang sedang bekerja di hotel. Ia tidak sadar…, terlalu sulit baginya untuk menyadari bahwa terlalu awal bagi seseorang untuk bekerja. Anak itu mendeskripsikan pelakunya sebagai seorang yang jangkung, memiliki muka kemerah-merahan, dan bermantel panjang bewarna kecoklat-coklatan. Setelah membunuh, pastinya, dia masih berada di ruang itu untuk beberapa saat, berdasarkan penemuan noda darah di dalam baskom dan di seprai, menandakan bahwa pelakunya telah mencuci tangannya di baskom dan membersihkan pisaunya dengan seprai.”
Aku melirik Holmes yang tengah mendengar deskripsi si pembunuh yang sama persis dengan teorinya. Ada, walupun demikian, tidak terlihat tanda-tanda kegembiraan yang meluap-luap atau kepuasan di mukanya.
“Apakah kau tidak menemukan apapun, di ruang itu, yang mengarah ke si pembunuh?” ia bertanya.
“Tidak ada. Stangerson menyimpan dompet milik Drebber di sakunya, tetapi tampaknya wajar, mengingat dia yang selalu melakukan setiap pembayaran. Ada 80 pound lebih di dalamnya, dan tidak ada yang diambil. Apapun motif dari kasus aneh ini, tidak menunjukkan adanya tanda-tanda perampokan. Tidak ada surat ataupun peringatan di dalam saku Stangerson, kecuali sebuah telegram, dari Cleveland tertanggal satu bulan yang lalu, dan berisi kata-kata, ‘J.H. ada di Eropa.’ Tidak tertera sebuah nama di pesan ini .”
“Dan, apa ada yang lainnya di sana?” tanya Holmes.
“Tidak ada yang penting. Novel milik korban, yang mungkin dibacanya sewaktu akan tidur, tegeletak di atas tempat tidur, dan pipanya berada di atas kursi sebelahnya. Ada segelas air di atas meja, dan di ambang jendela terdapat sebuah kotak kecil seperti kotak salep yang berisi sepasang pill.”
Sherlock Holmes terperanjak dari kursinya dengan seruan kesenangan.
“Mata rantai terakhir,” teriaknya, dengan sangat gembira. “Kasusku sudah lengkap sekarang.”
Dua detektif tersebut terbelalak melihatnya dalam kekaguman.
“Sudah ditanganku sekarang,” kata rekanku, dengan penuh percaya diri, “semua uraian yang membentuk kekusutan ini. Tentu saja, ada detil yang harus diisi, tetapi aku yakin pada semua peristiwa pokok, dari waktu Drebber berpisah dengan Stangerson di setasiun, sampai pada penemuan surat di mayat Stangerson, seolah-olah aku melihat mereka dengan mataku sendiri. Aku akan memberimu bukti pendapatku. Bisa kau meletakkan pil itu di tanganmu?”
“Ya…, ini dia,” kata Lestrade, mengeluarkan kotak kecil putih; “Aku mengambilnya, dompet dan juga telegram, untuk disimpan ke tempat yang aman di kantor polisi. Kebetulan aku sempat membawa pil ini, karena aku mengakatakan kepada mereka bahwa aku tidak menganggap pil-pil ini penting.”
“Letakkan pil-pil itu di sini,” kata Holmes. “Sekarang, Doktor,” berbalik ke arahku, “Apakah ini pil biasa?”
Jelas bukan pil-pil biasa. Pil-pil ini berwarna kelabu seperti mutiara, kecil, bulat, dan hampir transparan jika diterawang. “Dari cahaya dan ketransparanan nya, Aku bisa membayangkan pil-pil ini bisa larut di dalam air,” Kataku.
“Tepat sekali,” jawab Holmes. “Sekarang, maukah kau ke bawah dan menjemput setan kecil yang malang, sejenis anjing, yang sudah berbaring begitu lama, dan kemarin kau dimintai tolong oleh wanita pemilik pondokan kita untuk menghilangkan penderitaannya?”
Aku pergi ke lantai bawah dan kembali ke atas dengan membawa anjing dalam pelukanku. Nafasnya dan tatapan matanya menunjukkan dia sehat-sehat saja. Tentu saja, moncongnya yang seputih salju memproklamirkan bahwa dia sudah tidak seperti anjing lagi. Aku meletakkannya di bantal di atas permadani.
“Sekarang aku akan membelah dua salah satu pil ini,” kata Holmes, sambil menarik pisau lipatnya seperti yang ia katakan. “Separuhnya kita masukkan kembali ke dalam kotak untuk lain hari. Separuhnya lagi akan ku masukkan ke dalam gelas wine ini, dan air sesendok teh penuh. Jika teman kita, doktor, benar, pil ini akan larut.”
“Ini mungkin sangat menarik,” kata Lestrade, dengan nada seperti tersangka yang terluka karena habis ditertawakan; “Aku tak mengerti, apa ini berkaitan dengan kematian Mr. Joseph Stangerson.”
“Sabar, temanku, sabar! kau akan tahu pada waktunya bahwa ini berkaitan dengan segalanya. Sekarang aku akan menambahkan sedikit susu untuk membuatnya terasa enak, dan memberikannya ke anjing ini, kita bisa lihat ia sudah siap menjilatnya.”
Seperti yang dikatakannya ia menuangkan isi gelas wine ke dalam cawan dan menaruhnya di depan anjing, yang dengan cepat anjing itu menjilatinya sampai kering. Tindakan Sherlock Holmes yang sungguh-sungguh sejauh ini meyakinkan kami dan kami semua duduk dalam kesunyian, dengan serius menyaksikan binatang itu, dan mengharapkan efek yang mengejutkan. Tak ada tanda-tanda seperti yang diharapkan. Anjing tetap berbaring di atas bantal, bernafas seperti biasa, tetapi kelihatannya sirkulasi udaranya tidak semakin baik maupun semakin buruk.
Holmes mengeluarkan arlojinya, dan menit ke menit berlalu tanpa hasil, ungkapan perasaan sedih karena gagal dan kecewa muncul di raut wajahnya. Ia menggigiti bibirnya, menghentak-hentakan jarinya di atas meja, dan menunjukkan semua gejala ketidaksabaran dan kegentingan lainnya. Sungguh tertekan emosinya dan aku merasa kasihan kepadanya, sedang kedua detektif tersenyum mengejek, bukan karena dikeecewakan oleh tes yang dilakukan Holmes.
“Tidak mungkin sebuah kebetualan,” pada akhirnya dia berteriak, berdiri dari kursinya dan melompat-lompat liar di dalam ruangan; “tidak mungkin ini pasti kebetulan semata. Pil-pil yang kucurigai dalam kasus Drebber, setelah kematian Stangerson, benar-benar sudah ditemukan. Tetapi pilnya tidak bekerja. Apa arti semua ini? Tidak mungkin rantai pemikiranku bisa salah. Ini mustahil! Dan anjing sakit ini masih tetap sehat. Ah, aku tahu! Aku tahu!” Dengan pekikan kesenangan yang sempurna dengan cepat ia menandatangani kotak itu, membelah pil lain menjadi dua, melarutkannya, menambahkan ke susu, dan meminumkannya ke anjing tadi. Lidah makhluk yang bernasib sial itu kelihatan jelas lembab di dalamnya sebelum dia kejang-kejang, dan tergeltak kaku tak bernyawa seperti terasambar kilat.
Sherlock Holmes menarik nafas dalam-dalam, dan menghapus keringat dari jidatnya. “Harusnya aku lebih yakin,” katanya; “Mulai sekarang aku mesti tahu bahwa ketika sebuah fakta tampak berlawanan dengan rentetan pengambilan keputusan, tetap saja bisa diuji dengan interpretasi lainnya. Tentang kedua pil di dalam kotak itu, satuya adalah racun yang paling mematikan, dan yang lain sepenuhnya tidak mematikan. Seharusnya aku tahu lebih awal sebelum aku melihat kotak itu.”
Statemen terakhir ini membuatku terkejut, aku sulit percaya bagimana bisa pikiran sehatnya tertata seperti itu. Kematian si Anjing membuktikan bahwa dugaannya benar. Tampaknya kabut di dalam pikiranku secara berangsur-angsur memudar, dan aku mulai berpersepsi samar-samar menyangkut kebenarannya.
“Semuanya tampak asing bagimu,” lanjut Holmes, “sebab dari awal kau gagal menyelidiki petunjuk paling penting yang ada di depan matamu. Aku beruntung bisa menyadarinya, dan segalanya sudah terjadi sejak aku memberikan konfirmasi perkiraan awalku, dan, tentu saja, menjadi urutan logis tentangnya. Karenanya hal-hal yang membingungkanmu dan membuat kasus ini lebih kabur malah menerangiku dan memperkuat kesimpulanku. Keliru sekali mencampuradukkan keadaan tidak dikenal ke dalam misteri. Kasus kriminal yang kebanyakan terjadi di tempat umum lebih misterius lagi, sebab tidak bisa menghadirkan petunjuk baru maupun khusus dimana sebuah keputusan dapat diambil. Pembunuhan ini akan lebih sulit lagi jika mayat korban ditemukan tergeletak di jalanan tanpa ada orang di jalan atau saksi yang menjadikannya luar biasa. Detil Aneh ini, jauh dari kata sulit, dan benar-benar sudah membuat sedikit lebih mudah.”
Mr. Gregson, yang mendengarkan pidato ini amat tidak sabar, tidak bisa menahan dirinya lebih lama. “Perhatian, Mr. Sherlock Holmes,” katanya, “kita benar-benar mengakui kecerdasanmu, dan caramu bekerja. Lagi pula, sekarang kita ingin sesuatu yang lebih dari sekedar teori. Ini tentang menangkap seseorang. Aku sudah menjalankan tugasku, dan tampak aku salah tangkap. Charpentier Muda tidak bisa dikaitkan dengan kasus ke dua ini. Lestrade mengikuti sekertarisnya, Stangerson, dan nampaknya dia juga salah orang. Kau sudah mengungkapkan semua yang tersembunyi di sini, dan di sana, dan nampaknya kau lebih tahu dari apa yang kami lakukan, tetapi kami rasa sudah saatnya untuk bertanya langsung kepadamu berapa banyak kau tahu menyangkut urusan ini. Dapatkah kau menyebutkan sebuah nama yang melakukan ini semua?”
“Aku terpaksa harus mengakatan bahwa Gregson benar, sir,” kata Lestrade. “Kami berdua sudah berusaha, dan gagal. Kau sudah berkata lebih dari sekali sejak aku berada di ruang ini kau punya semua bukti yang kau perlukan. Pastinya kau tidak akan menahannya lebih lama lagi.”
“Hal apapun yang menyebabkan penundaan penangkapan pembunuh ini,” Aku mengamati, “memberinya waktu untuk melakukan kekejian lainnya.”
Tekanan dari kami semua, menimbulkan tanda-tanda keraguan Holmes. Ia tetap mondar-mandir di ruangan dengan kepalanya menunduk menghadap dadanya dan keningnya seperti tertarik ke bawah, seperti kebiasaannya ketika kehilangan semangat.
“Tidak akan ada lagi pembunuhan,” pada akhirnya ia berkata, tiba-tiba berhenti dan menghadap ke kami. “Kau bisa menempatkan pertimbangan ini di luar pertanyaan. Kau bertanya kapadaku jika aku tahu nama si pembunuh. Aku bersedia. Semata-mata tahu namanya adalah hal kecil, lebih dari itu, bandingkan dengan kekuasaan yang dapat kita lakukan terhadapnya. Hal inilah yang secepatnya ingin ku lakukan. Aku punya harapan besar untuk memanage nya dengan rencanaku sendiri; tapi memerlukan penanganan yang lunak, karena kita berhadapan dengan orang yang pintar, licik, dan nekat, dia dibantu oleh seseorang, seperti yang telah aku buktikan sendiri, seseorang yang sepintar dirinya. Sepanjang orang ini tidak tahu orang lain memiliki petunjuk dirinya maka mereka punya kesempatan untuk berlindung; tetapi jika ia punya kecurigaan setipis apapun, ia akan merubah namanya, dan segera lenyap di antara empat juta penduduk kota besar ini. Tanpa maksud untuk mepermalukan siapapun, aku harus mengatakan bahwa orang-orang ini lebih dari sekedar lawan tanding satuan petugas, dan oleh karena itu aku belum minta bantuan kalian. Jika aku gagal, tentu saja, aku bisa memastikan semua kesalahan penyebab kehilangan ini; tetapi itu yang aku wanti-wanti. Sekarang aku bisa menjanjikan sesuatu, dengan segera aku bisa berkomunikasi dengan kalian tanpa membahayakan rencanaku sendiri, aku akan melakukannya.”
Gregson dan Lestrade nampaknya tidak puas terhadap janji-janji ini, atau sindiran yang ditujukan kepada detektif polisi. Yang satu menggaruk-garuk kepala sampai ke akar rambut pirangnya, yang satunya lagi menunjukkan matanya yang bulat bercahaya berkilauan dengan kemarahan dan kecurigaan. Terdengar ketukan pintu, kemudian terdengar suara Wiggins muda berbicara dengan logat Arabs, memperkenalkan dirinya yang kecil dan tidak enak untuk dipandang sehingga membuat kedua detektif tersebut tidak punya kesempatan untuk berbicara.
“Please, sir,” katanya, sambil menyentuh rambut di dahinya, “Kereta kudanya sudah sampai.”
“Anak baik,” kata Holmes, dengan lemah lembut. “Kenapa kalian tidak memperkenalkan disain barang ini ke Scotland Yard?” ia melanjutkan, sambil mengambil sepasang borgol baja dari laci. “Lihatlah betapa indahnya kerajinan logam ini. Alat ini mudah sekali digunakan.”
“Disain yang lama sudah cukup baik,” kata Lestrade, “Jika kita bisa menemukan pembunuh ini dan memborgolnya.”
“Benar sekali, benar sekali,” kata Holmes, tersenyum. “Pak kusir mungkin mau membantu untuk mengangkat kotakku. Wiggins…, mintalah kepada pak kusir untuk membawanya ke atas.”
Aku terkejut melihat rekanku berkata seolah-olah ia bersiap-siap melakukan perjalanan, karena ia tidak pernah berkata apapun kepadaku tentang hal ini. Ada sebuah portmanteau kecil di dalam ruang, dan dicabutnya dan mulai diikat dengan tali. Dia sibuk mengikat benda itu ketika pak kusir memasuki ruang.
“Bantu aku dengan gesper ini, kusir,” katanya, sambil berlutut mengerjakan pekerjaannya, tanpa memutar kepalanya.
Orang yang datang barusan mendekatinya dengan ekspresi cemberut dan menantang kemudian membantu Holmes. Dengan segera terdengar jelas suara klik bahan logam, dan Sherlock Holmes terperanjak berdiri lagi.
“Tuan-Tuan,” teriaknya, dengan mata bercahaya, “Mari ku perkenalkan kepada kalian semua pembunuh Enoch Drebber dan Joseph Stangerson, Mr. Jefferson Hope.”
Semuanya terjadi dengan tiba-tiba sampai aku tidak menyadarinya. Sekejap aku teringat gambaran, ungkapan gembira Holmes dan deringan suaranya, kebingungan kusir, bermuka bidab, kala ia membelalak di cahaya belenggu, yang kelihatannya seolah-olah keajaibanlah yang membuatnya diborgol. Selama satu atau dua detik kami terdiam seperti sekelompok patung. Kemudian dengan raungan amukan tak jelas, pembunuh itu meronta mencoba membebaskan dirinya dari genggaman Holmes, dan melemparkan dirinya ke arah jendela. Perabot-perabot dan kaca penghias ruangan menghalangi geraknya; namun sebelum dia benar-benar menerobos jendela, Gregson, Lestrade, dan Holmes langsung bergerak seperti kawanan anjing. Ia diseret kembali ke ruang, dan kemudian dimulailah konflik yang hebat. Dengan sekuat tenaga dan demikian sengit kami berempat berulang-ulang merangkul dia agar tidak lepas. Kelihatannya ia memiliki kekuatan mengelepar seperti penderita epilepsi.
Tangan dan mukanya terkoyak-koyak karena mencoba melewati kaca, tapi kehilangan darah tidak berpengaruh ataupun mengurangi perlawanannya. Sampai Lestrade berhasil mencekik pergelangan lehernya yang membuatnya sadar bahwa perjuangannya sia-sia; bahkan kami merasa belum aman jika belum mengikat kakinya seperti halnya tangannya. Setelah selesai, kami berdiri dengan napas dan suara terengah-engah.
“Kita tahan kereta kudanya,” Kata Sherlock Holmes. “Keretanya akan kita gunakan untuk mengirim dia ke Scotland Yard. Dan sekarang, tuan-tuan,” lanjutnya, dengan senyuman yang sedap dipandang, “Kita sudah sampai di akhir misteri kecil kita. Sekarang kalian bisa menanyakan kepadaku apapun yang kalian suka, dan jangan takut kalau-kalau aku berkeberatan menjawabnya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar