Bumi Cinta
Karya : Habiburrahman El Shirazy
11. Catatan Sejarah Kelam
Selesai shalat Zuhur Ayyas bingung mau ke mana. Mau pulang ke apartemen masih siang, dan ia sudah merasa tidak nyaman lagi kembali ke apartemen. Mau jalan-jalan, tidak ada rencana yang matang. Dia selalu melakukan aktivitas dengan rencana yang jelas dan matang. Mau ke MGU, ia tidak tahu mau apa persisnya di sana kalau Doktor Anastasia mungkin sudah tidak di
tempatnya dan ruangan Profesor Tomskii sudah tidak boleh dibuka.
Setelah berpikir beberapa saat, yang paling baik menurutnya adalah pergi ke MGU, dengan syarat ruangan Profesor Tomskii boleh ia gunakan sampai malam. Untuk memastikan hal itu ia bisa bertanya kepada Doktor Anastasia lewat telpon. Maka tanpa membuang waktu lagi ia langsung mengontak Doktor Anastasia. Saat itu Doktor Anastasia sudah sampai di apartemennya.
Doktor muda itu sudah ganti pakaian santai dan sibuk menulis paper yang ia persiapkan untuk menjadi pembicara seminar internasional di kota
Praha.
"Doktor Anastasia, zdrafstuitet, kak vasha dela (Hallo, apa kabar)? Sapa Ayyas begitu telpon di seberang diangkat. Ia menyapa Doktor Anastasia menggunakan bahasa yang sangat formal.
" Ya Vso Kharasyo (Aku baik-baik saja). Siapa ini?" Jawab Anastasia sambil terus mengetik dengan jari-jari tangan kanannya, sementara tangan kirinya memegang ponsel dan menempelkannya di telingan kirinya.
"Saya Ayyas Doktor."
"Aaa. Eta vi! (Aa. Ini kamu ya!) Bagaimana pundak kirimu?" Jawab Anastasia antusias tapi lembut. Ia langsung berdiri meninggalkan laptopnya dan menuju ruang tengah. Ia senang sekali mendengar suara Ayyas. Baginya, suara Ayyas seumpama oase di padang sahara bagi para pengelana.
"Sudah baik. Ada orang Indonesia di kedutaan yang bisa membetulkan letak tulang yang salah dengan mengurutnya."
"O hebat orang itu ya."
"Saya beruntung ketemu dia, jadi tidak perlu dibawa ke medical centre"
"Saya ikut senang. Hai, kenapa kau nelpon saya? Ada yang bisa saya bantu, Ayyas?" Selidik Anastasia penasaran.
"Doktor Anastasia masih di kampus?"
"Saya sudah pulang. Sudah sampai apartemen satu jam yang lalu."
"Padahal saya berharap Doktor masih di kampus, .tapi tidak apa. Saat ini saya sedang bersiap mau ke kampus, apa ruangan Profesor Tomskii bisa saya gunakan sampai malam? Maaf."
"O bisa. Kau datang saja. Bibi Parlova masih di sana. Dia pulang pukul tujuh malam. Kunci ada padanya, kau bisa memintanya. Kau juga bisa minta dibuatkan teh hangat kalau mau."
"Baik. Terima kasih Doktor."
"Ya. Ada hal lain yang perlu bantuan saya lagi?" tanya Anastasia separo basa-basi, separo mengulur-ulur pembicaraan.
"Tidak. Itu saja Doktor. Terima kasih," jawab Ayyas datar.
"Baiklah. Sama-sama."
Setelah mengetahui Ayyas akan ke kampus, Doktor Anastasia sebenarnya ingin pergi juga ke sana. Ia merasa akan lebih nyaman menulis paper di ruangan Profesor Tomskii, sambil bisa diskusi dengan Ayyas. Tapi lagi-lagi ia merasa, jika ia pergi ke kampus itu berarti ia telah merendahkan harga dirinya sendiri. Ayyas pasti akan bertanya-tanya dalam hati, kenapa Anastasia menyusul ke kampus padahal sudah pulang ke apartemen.
Karena berpikiran seperti itu, Doktor Anastasia mengurungkan niatnya pergi ke kampus. Ia berharap Ayyas besok juga ada di kampus.
Sementara Ayyas, setelah ia memastikan dirinya bisa menggunakan ruangan Profesor Tomskii sampai malam, ia merasa menemukan jalan yang lurus dan indah. Ia minta diri pada Pak Joko Santoso, lalu berjalan cepat menuju stasiun
Metro Tretyakovskaya. Dari Tretyakovskaya ia meluncur mencari jalur metro yang mengantarkannya sampai di stasiun Metro Universitet.
Sampai di kampus ia langsung bergegas ke ruang
Profesor Tomskii. Di lorong ia berpapasan dengan banyak mahasiswi yang asyik bersenda gurau. Ada juga di antara mereka yang menyapanya dengan nada agak menggoda. Ia hanya melambaikan tangan dan tersenyum pura-pura
tidak mengerti bahasa mereka. Di antaramereka, ada mahasiswi yang wajahnya paling cemerlang di antara yang lain. Rambutnya yang hitam ia potong pendek seperti gaya Demi Moore dalam sebuah filmnya tahun sembilan puluhan. Mahasiswi berwajah cemerlang itu juga ikut-ikutan seperti teman-temannya.
Dengan nada bergurau mahasiswi itu bergurau, "Hei tampan kau sudah punya pacar?"
Ayyas terus berjalan dengan sama sekali tidak menghiraukan gurauan gadis-gadis yang sedang usil itu. Sepuluh menit kemudian ia sudah sampai di depan ruangan Profesor Tomskii dan Bibi Parlova sudah menunggu di sana.
"Bibi menunggu saya?" Tanya Ayyas penasaran.
"Iya. Ini kuncinya." Jawab perempuan tua berkerudung kosinka putih sambil menyerahkan kunci ruangan.
"Bagaimana Bibi tahu saya mau ke sini?" Tanya Ayyas penasaran.
"Doktor Anastasia baru saja menelpon. Dia yang memberitahu, dan dia memintaku untuk menunggumu di sini." Jelas Bibi Parlova sambil membetulkan letak kaca matanya yang kecil bundar tapi agak tebal.
"Terima kasih Bibi Parlova."
"Rencana kau mau sampai jam berapa?"
"Bisa jadi sampai jam sebelas malam Bibi."
"Baik. Biar aku beritahu bagian keamanan. Oh ya kau mau teh panas?"
"Boleh Bibi."
"Baik tunggu sepuluh menit."
Ayyas membuka ruangan khusus Profesor Tomskii itu. Ia copot sepatunya. Melepas paltonya dan meletakkannya pada tempat yang telah disediakan. Setelah itu menyalakan lampu dan pemanas ruangan. Nampaklah sebuah ruangan yang didesain indah dan segar. Ruanganyang rapi dan membuat betah para pencinta sejarah untuk berlama-lama di dalamnya. Ruangan
yang didesain dan ditata langsung oleh tangan dingin Profesor Abraham Tomskii.
Ayyas meletakkan tas ranselnya di dekat sofa lalu merebahkan badannya ke sofa sejenak.
Pundak kirinya masih sedikit nyeri tapi sudah jauh lebih nyaman. Ayyas merasa punggungnya begitu nyaman menyentuh sofa yang berbusa itu.
Ia memejamkan matanya, mengistirahatkan syaraf-syarafnya. Tak terasa ia langsung terlelap.
Ia samasekali tidak sadar ketika Bibi Parlova datang membawa secangkir teh panas.
Ayyas terbangun ketika ponselnya melengking-lengking. Ia memang memasang alarm pada ponselnya untuk menandai datangnya waktu shalat. Ayyas bangun tergagap. Ia langsung sadar ia ada di ruangan Profesor Tomskii.
Di atas meja ada secangkir teh yang sudah dingin. Berarti ia terlelap cukup lama. Ia seruput teh itu. Lalu berwudhu dan menegakkan shalat. Ayyas
rukuk dan sujud di ruangan itu dengan penuh rasa khusyuk dan menyatu dengan keagungan rahmat Allah Subhanahu wa Taala.
Setelah shalat Ayyas menyalakan laptopnya. Ia nyalakan bunyi ayat-ayat suci Al-Quran yang dibawakan dengan tartil dan indah oleh Syaikh Sa'ad Al Ghamidi. Suara murattal itu ia nyalakan pelan, dalam batas yang tidak terdengar dari luar ruangan.
Rencana Ayyas kali ini adalah membaca sejarah Rusia kontemporer. Terutama sejak masa-masa akhir kekaisaran Tsar di Rusia. Lalu runtuhnya kekuasaan Nicolas Romanov, Tsar terakhir Rusia di tangan Lenin. Lalu Lenin membentuk
Uni Soviet. Kemudian masa pemerintahan Stalin. Sampai akhir pemerintahan Stalin.
Ayyas melihat buku-buku referensi induk yang dikoleksi oleh Profesor Tomskii. Ia mengambil buku sejarah Rusia yang berjilid-jilid.
Ia teliti sebentar lalu ia mengambil satu buku yang menulis kejadian sejarah yang ingin ia baca. Ia lalu mengambil buku yang menulis biografi
Lenin dan Stalin. Ia membawa tiga buku lalu duduk di sofa sambil terus membaca dengan diiringi suara ayat-ayat suci Al-Quran yang dikumandangkan Syaikh Sa'ad Al Ghamidi. Ia merasa sangat nyaman berada di ruangan itu. Suasananya begitu bersih dan ilmiah.
Setengah jam kemudian Ayyas diliputi rasa mencekam yang dalam. Buku sejarah itu seolah layar bioskop yang lebar. Di sana Ayyas melihat berbagai macam peristiwa yang mencekam dan tragis dalam catatan perjalanan umat manusia. Ia masuk ke zaman Lenin dan Stalin.
Dengan didasari ideologi komunis yang digagas Karl Marx dan dengan slogan "tanah", "roti" dan "perdamaian", Lenin menggerakkan partai Bolshevik yang radikal untuk memberontak dan mengambil alih kekuasaan Rusia dengan kekerasan.
Pemberontakan pertama gagal. Lenin merasa, kekerasan yang digunakannya belum maksimal. Maka pada bulan Nopember 1917 pemberontakan kedua dilancarkan dengan kekerasan yang lebih maksimal dan total. Lenin menghalalkan segala cara demi mewujudkan kegilaan ideologi komunisnya.
Lenin lebih keras dari Karl Marx. Jika Karl Marx hanya mengisyaratkan perlunya kediktatoran proletariat sesekali saja, Lenin berbeda, Lenin mempraktikkan kediktatoran total untuk melanggengkan pemerintahan komunisnya.
Kekerasan berdarah terus terjadi di Rusia yang berubah menjadi Uni Soviet saat itu. Keluarga Tsar Nicolas Romanov dibantai habis oleh kaum komunis pengikut Lenin dengan cara yang keji. Keluarga Tsar dan pengikutnya yang disekap di pegunungan Urai dibangunkan di tengah malam.
Lalu dibawa ke gudang di bawah tanah. Mereka ada yang dibayonet dan dipukuli sampai mati. Kaum perempuannya diperkosa lalu dicincang.
Tsar sendiri dan keluarganya dicincang, disiram bensin dan dibakar hidup-hidup lalu dilempar ke sumur bekas tambang. Tak ada keturunan Tsar
yang tersisa. Tragedi kemanusiaan yang mahakejam benar-benar terjadi berkali-kali waktu itu. Nyawa manusia tak ada harganya. Kaum perempuan tak ada nilainya. Siapa yang berani menentang Lenin, sudah bisa dipastikan binasa dalam kondisi mengenaskan; mati dengan jasad tanpa rupa. Di tangan Lenin wajah jahat asli komunis betul-betul menampakkan wujud aslinya.
Kekerasan, kekejaman, dan kebengisan adalah ciri utama rezim komunis Lenin. Bagi Lenin, ide tentang kediktatoran sesungguhnya lebih penting daripada politik ekonomi negaranya. Mempertahankankekuasaan adalah tujuan utamanya. Dan atas nama kekuasaan ia bisa menghalalkan segala
cara. Membantai, membunuh, dan mencincang penentang-penentangnya sampai habis tak tersisa adalah jalan pertama dan utamanya. Sangat bengis,
kejam, mengerikan, biadab dan tidak berperikemanusiaan sama sekali.
Ya, ciri pokok pemerintahan Lenin yang kemudian dipertahankan para penerusnya yang komunis dan pemerintahan komunis manapun di dunia, adalah pemerintahan diktator total. Yaitu teknik mempertahankan kekuasaan untuk jangka waktu tidak terbatas dengan segala cara yang ada.
Semua lembaga dan perangkat yang ada dalam negara harus dikontrol dan diawasi dengan detil. Jika ada yang berbeda dengan pemerintah harus ditumpas habis sampai ke akar-akarnya. Di negara itu tidak ada yang boleh mengatur kecuali negara, dan negara diatur oleh pemimpin utama. Di negara itu bahkan tidak boleh ada Tuhan, karena yang jadi Tuhan, yang mengatur dan mengendalikan rakyat dan semuanya adalah sang pemimpin negara. Pemimpin negaralah yang menentukan kaya dan miskinnya bawahannya.
Bahkan sang pemimpin negaralah yang menentukan si A harus mati dan si B boleh hidup. Itulah yang diterapkan oleh Lenin dan kemudian diikuti oleh negara-negara komunis lainnya.
Tak heran sejak Lenin memegang kekuasaan, selama dia masih hidup, tidak ada satu Negara komunis di dunia ini yang dapat digulingkan setelah merebut pemerintahan. Saat itu teori kediktatoran total benar-benar dijalankan oleh Lenin tanpa boleh kendor sedikit pun. Kelemahan Lenin pasti ada, hanya saat itu Lenin mampu sedemikian ketat menjaga kelemahannya.
Lenin benar-benar nyaris mirip Fir'aun dan Namrud. Bahkan lebih. Ya, ia lebih kejam daripada Fir'aun dan Namrud. Lenin yang sombong, angkuh, kejam dan mahabengis itu akhirnya mati juga digerogoti penyakit. Kediktatorannya tidak sanggup melawan kuman penyakit.
Lenin mati dan digantikan oleh diktator baru yang mewarisi seluruh ide Lenin, bahkan jauh lebih diktator dan lebih kejam. Pengganti Lenin adalah Stalin.
Ayyas membaca banyak pembantaian mengerikan yang dilakukan Stalin demi menjaga kekuasaannya. Jutaan nyawa manusia melayang di ujung telunjuknya. Ada banyak catatan sejarah yang menulis kekejaman tokoh komunis psikopat ini.
Saat Stalin berkuasa, ia banyak melakukan penangkapan terhadap ratusan bahkan ribuan orang di pelbagai daerah di seantero penjuru Soviet. Mereka yang ditangkap diikat dan dibawa ke tempat-tempat interogasi yang telah dirancang rapi. Stalin banyak belajar dari Lenin. Ia mengadopsi hampir semua cara Lenin, hanya saja Stalin lebih gila lagi dalam melaksanakannya. Ia lebih psikopat ketimbang Lenin. Stalin yang berarti baja, lebih keras dan lebih diktator dari Lenin.
Penangkapan besar-besaran warga Soviet yang tak bersalah itu merupakan bagian awal kejahatan mesin teror Stalin. Tujuan mesin teror itu bukan sekadar untuk menghancurkan orang-orang yang dibidik. Namun lebih dari itu; untuk meremukkan mereka, menghina mereka, dan memaksa mereka untuk mengakui diri mereka sebagai "musuh masyarakat." Dan setelah mereka mengakui hal itu, maka Stalin bebas melakukan apa saja pada
mereka. Stalin menggunakan pelbagai macam jenis kekerasan dan penyiksaan guna mempertahankan rezim komunisnya. Cara Stalin itu dikenal sebagai "pengaruh metode fisik" yang dijalankan Stalin sejak tahun 1937.
Stalin menyiapkan badan polisi rahasia yang dikenal NKVD untuk menyiduk siapa saja yang dicurigai. Setelah diciduk, orang yang dicurigai itu lalu diinterogasi dengan cara menyiksanya sampai mau menuruti kemauan sang penyidik.
Orang-orang yang pernah disiksa oleh rezim Stalin dan akhirnya bisa lolos menceritakan bentuk-bentuk penyiksaan yang sangat biadab.
Di bawah tekanan penyiksaan interogator rezim Stalin, orang-orang yang tidak bersalah terpaksa harus mengakui kesalahan yang tidak mereka lakukan. Setelah mengakuinya, seringkali mereka tetap dibinasakan. Karena sadisnya penyiksaan, mereka lebih memilih segera mati daripada menderita penyiksaan berkepanjangan.
Catatan-catatan sejarah menulis, yang terjadi pada waktu itu, penyidik NKVD menyiksa tahanan selama beberapa jam, dan berulang kali.
Penyidik yang kejam bahkan sampai meremukkan tubuh tahanan. Mereka menimpakan pelbagai macam siksaan kepada tahanan.
Mematahkan tangan, atau kaki, mencabuti kuku, memanggang korban dengan besi menyala, bahkan sampai memotong alat vital segala. Sungguh biadab dan mengerikan.
Kisah mengerikan yang terjadi pada masa itu adalah kisah anak gadis Alikhanova. Kisah nyata yang ditulis di banyak buku di dunia. Disebut di sana, bahwa anak buah Stalin pernah mengambil anak gadis Alikhova yang berusia 16 tahun ke tempat investigasi dan memperkosanya di hadapan sang ayah. Setelah itu, anak gadis itu dibunuh dengan cara yang sangat keji. Dan sang
ayah dipaksa menandatangani seluruh pengakuan keji, bahwa anak gadisnya telah dibebaskan dari tahanan, namun tewas karena melindaskan diri
pada kereta api.
Korban yang meninggal akibat kekejaman Stalin tercatat sebanyak 20.000.000 orang.
Namun versi lain menulis korban yang tewas selama Stalin berkuasa antara 40-50 juta orang.
Pendapat terakhir oleh sebagian ahli sejarah dianggap mendekati kebenaran, jika diperhitungkan juga dari korban yang tewas karena keterlibatan Soviet dalam Perang Dunia II, yang sebagian besarnya adalah rakyat sipil biasa, di
samping juga para tentara. Tidak kurang 46 juta rakyat Eropa tewas dalam Perang Dunia II, dan enam puluh persennya dari jumlah itu adalah penduduk Uni Soviet yang dijadikan tumbal oleh Stalin. Tak kurang 20 ribu rakyat sipil dikorbankan oleh Stalin sebagai tameng hidup untuk mempertahankan dua kota, yaitu Leningrad dan Mokswa dari serbuan Hitler.
Ayyas membaca satu catatan sejarah, ketika tentara Uni Soviet memasuki Jerman, tak kurang dari 2 juta perempuan diperkosa oleh tentara Uni Soviet dan itu menjadi pemerkosaan terbesar dalam sejarah kebiadaban umat manusia di muka bumi. Dan yang paling bertanggung jawab atas kebiadaban itu tak lain adalah Stalin. Sebab telunjuk Stalinlah yang memerintahkan tentaranya melakukan tindakan-tindakan biadab itu.
Setiap mengenang Perang Dunia II, sebagian warga Rusia memandang Stalin sebagai pahlawan yang berperan besar dalam mengalahkan Nazi Jerman. Bahkan, mereka sangat membanggakan Stalin yang tanpa bantuan sekutu, dapat melibas Nazi Jerman. Namun sebagian yang lain menolak pandangan itu. Mereka menganggap Stalin memiliki kesalahan besar dalam Perang
Dunia II. Korban yang mati sia-sia di tangan "manusia baja" itu terlalu besar.
Stalin akhirnya mati tiba-tiba. Ada yang mengatakan ia mati karena virus yang menyerang otaknya. Ada yang menyebutkan ia mati karena diracun. Berbagai macam sebab, tetapi kematian itu tetaplah kematian. Dan siapa pun, sekuat apa pun tentara yang mengawalnya, akhirnya akan mati juga. Tak akan ada yang lolos dari kematian.
Stalin mati dengan meninggalkan catatan kelam dalam sejarah peradaban umat manusia.
Ayyas merasa sangat lelah membaca sejarah kelam yang ditorehkan Lenin dan Stalin di atas kanvas kehidupan. Ia bisa membayangkan betapa susah hidup di zaman itu. Khususnya betapa susah hidup sebagai seorang Muslim di zaman
itu. Zaman ketika manusia tidak boleh mengakui adanya Tuhan, semua harus ikut satu ideology yaitu komunis.
Ayyas langsung teringat peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia atau biasa disingkat PKI di Indonesia.
Pemberontakan tabun 1948 dan pemberontakan tahun 1965. Pada pemberontakan PKI tahun 1948 di Madiun, tidak sedikit umat Islam yang dibunuh, dibantai, dan dicincang dengan cara yang keji dan kejam oleh PKI. Dan pada pemberontakan G 30/S PKI, para perwira tinggi TNI diculik dan dihabisi. Sebelumnya PKI telah lebih dahulu melakukan pembantaian dan intimidasi di mana-mana.
Bahkan kakeknya yang hanya petani miskin dan seorang imam mushalla di kampungnya, juga tak luput dari pembantaian PKI. Menurut sumber cerita ibunya, kakeknya digorok lehernya oleh PKI saat melakukan shalat Subuh berjamaah dengan beberapa orang kampung. Tak hanya kakeknya, seluruh jamaah shalat Subuh di mushalla kakeknya juga dibantai tanpa sisa oleh PKI.
Ibunya sendiri yang saat itu belum genap berusia tujuh tahun, bisa selamat karena ia pas kebetulan lagi menginap di rumah Pak Dhe-nya
yang terletak di kampung sebelah. Allah masih menyelamatkan ibunya dari kebiadaban PKI. Jika tidak, Ayyas pasti tidak akan lahir ke muka bumi ini. Ayyas merinding mengingat cerita ibunya itu. Tak hanya menyelamatkan ibunya, Allah juga menyelamatkan Indonesia. Pemberontakan G 30/S PKI digagalkan oleh rakyat Indonesia. Jika tidak, Ayyas tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada Indonesia. Mungkin Indonesia akan mengalami sejarah yang lebih kelam dari apa yang dilakukan oleh Lenin dan Stalin di Uni
Soviet.
Jika korban kekejaman Stalin sampai 20 juta, mungkin bila PKI berkuasa jumlah manusia yang dibantai bisa dua kali lipatnya. Sebab metode Stalin telah menjadi inspirator bagi hampir seluruh penguasa komunis di mana pun di dunia, termasuk PKI, yang alhamdulillah, atas izin Allah, tak bisa menggulingkan NKRI.
Pol Pot yang sangat kejam itu juga seorang komunis, yang ketika berkuasa meniru apa yang dilakukan Stalin. Pol Pot adalah bukti bahwa ideologi komunis bisa merubah secara radikal manusia yang berbudi halus menjadi manusia yang buas tidak berperikemanusiaan.
Pol Pot sebenarnya seorang guru yang dikenal halus budi, tapi setelah ideologi komunis masuk ke dalam otaknya dan teori Stalin mengalir dalam darahnya, jadilah ia manusia yang terkenal kejam.
Sejarah mencatat, ia telah melakukan pembunuhan massal di Kamboja. Ratusan ribu manusia mati karena kekejaman Pol Pot yang kata seorang Kamboja kala itu, "dan dewa-dewa tidak- berbuat apa-apa untuk menghentikannya."
Alarm di ponsel Ayyas melengking-lengking. Ayyas harus shalat Maghrib.Ketika hendak takbiratul ihram hatinya bergetar hebat. Bahwa ia bisa shalat dan sujud di ruangan seorang guru besar Universitas Negeri Moskwa (MGU) adalah nikmat yang agung dari Allah. Sebab itu adalah hal yang mustahil ia lakukan jika hidup di zaman Stalin.
Di zaman Stalin, bahkan Rektor Universitas
Negeri Moskwa yang bernama Andrei Vyshingky dipilih Stalin untuk menjadi Ketua Pengadilan yang bertugas mengadili orang-orang yang akan dihabisi oleh Stalin. Rektor MGU saat itu adalah bagian dari rezim Stalin yang kejam.
Jika ia shalat di salah satu sudut MGU pada waktu itu, entah siksaan seperti apa yang akan diterimanya dari para interogator Stalin. Yang jelas ia pasti masuk daftar orang yang harus disirnakan dari muka bumi,
Ayyas shalat dengan mata berkaca-kaca. Betapa mahalnya kesempatan yang dilapangkan oleh Allah kepadanya. Ia bisa rukuk dan sujud tanpa diancam dan diintimidasi. Ia bisa mendengarkan ayat-ayat suci Al-Quran dengan nyaman, dan di luar salju kembali turun ke bumi menjalankan titah Tuhan.
***
12. Di Gerbang Kematian
Salju turun perlahan. Jam kota menunjukkan pukul sebelas kurang sedikit. Sebuah mobil sedan berwarna hitam meluncur dari utara di atas aspal Smolenskaya Pereulok. Mobil itu kemudian belok kanan memasuki jalan yang agak sempit. Tiba-tiba mobil itu berhenti. Sang sopir dan dua orang laki-laki melihat ke kanan dan kiri, juga melihat ke depan dan belakang. Setelah dirasa
tidak ada yang melihat, seorang perempuan muda dilempar begitu saja dari dalam mobil dan langsung jalan. Perempuan muda itu tergeletak tak berdaya di atas tumpukan salju. Kedua matanya menengadah ke langit yang hitam berhias titik-titik salju yang turun perlahan.
Perempuan yang dilempar dari mobil itu tak lain adalah Yelena. Ia merasa seluruh tubuhnya remuk. Kedua kakinya tidak bisa digerakkan.
Tangan kanannya ia rasa patah, sedangkan tangan kirinya susah ia gerakkan. Kepalanya ia rasakan nyeri luar biasa.
Salju terus turun. Udara semakin dingin. Gedung-gedung menutup pintu dan jendelanya rapat-rapat. Yelena merasa sekarat. Belum pernah dalam hidupnya ia mengalami penyiksaan dan penghinaan seperti yang ia alami saat itu. Ia diperlakukan tidak sebagaimana layaknya manusia oleh tiga orang lelaki hidung belang. Ia dicambuk, dipukul dan ditendang bergantian selama berjam-jam. Empat kali ia pingsan. Dan begitu bangun ia kembali disiksa, dihina dan diperlakukan tidak sebagai manusia. Setiap kali ia berteriak minta tolong atau minta ampun, para penyiksanya itu justru semakin senang dan semakin beringas menghajarnya. Sampai akhirnya ia pingsan yang keempat kalinya. Ketika bangun ia sudah ada di dalam mobil dan kemudian dilempar begitu saja ke pinggir jalan seperti kotoran.
Yelena berusaha berteriak sekeras-kerasnya minta tolong. Namun pita suaranya seperti sudah putus. Saat disiksa berjam-jam ia sudah kehabisan
suara karena terus menjerit-jerit kesakitan.
Yelena berusaha menggerakkan kedua kakinya, tapi tidak bisa. Ia sudah seperti lumpuh tak bertenaga.
Sementara salju terus turun dan udara semakin dingin. Yelena mulai menggigil kedinginan. Jika dalam satu jam tidak ada yang menolongnya memasukkan tubuhnya ke tempat yang hangat, ia akan mati membeku. Ia berharap ada orang yang lewat jalan kecil itu. Di kejauhan ia melihat satu
dua orang berlalu lalang di jalan besar. Ia berteriak minta tolong, tapi suara itu tidak ada yang keluar.
Salju terus turun perlahan. Setitik demi setitik salju itu menutupi mantel Yelena. Yelena masihbernafas, tapi ia tidak merasakan apa-apa kecuali
rasa dingin dan rasa sakit yang luar biasa di seluruh tubuhnya.
Yelena tiba-tiba dicekam rasa takut yang luar biasa. Ia akan mati! Yelena meneteskan airmata.
Ia bahkan tidak bisa menyeka airmatanya karena tangannya terasa kaku tidak bisa digerakkan lagi. Ia merasa sedang berada di gerbang kematian. Ia akan mati tak lama lagi. Sebuahkematian yang sangat tragis. Mati membeku di pinggir jalan bagai anjing kurap yang menjijikkan karena berpenyakitan.
Beberapa koran akan memberitakan kematiannya sebagai gembel yang banyak mati di Moskwa tiap tahun. Jika ada polisi yang memvisum mayatnya, pasti akan disimpulkan, bahwa ia akan dianggap gembel kotor yang bekerja sebagai pelacur yang naas digebuki pelanggannya.
Yelena kembali meneteskan airmata. Apakah ia akan mati sehina itu? Apakah ia benar-benar akan mati mengenaskan seperti anjing yang mati membeku di pinggir jalan karena penyakitan?
Ia sangat takut. Ia tidak siap untuk mati. Ia masih ingin hidup. Tapi siapakah yang akan menyelamatkannya dalam kondisi sekarang seperti itu? Siapakah yang akan menyelamatkannya?
Ia bertanya-tanya dalam lolongan panjang hatinya yang nyaris putus asa.
Ia ingat sesuatu. Ia punya ponsel di saku paltonya. Ya, jika ia bisa menghubungi polisi mungkin ia bisa selamat. Atau ia menghubungi
Linor mungkin bisa selamat. Ya, teknologi juga yang akan menyelamatkannya.
Tapi ia seperti tidak bisa lagi bergerak. Ia
kumpulkan segenap tenaga untuk bergerak. Tangan
kirinya ia paksa untuk bergerak. Tidak bisa.
Tangan kanan. Tidak bisa. Seolah tangan itu bukan tangannya lagi. Seolah tangannya telah hilang. Ia mencoba sekali lagi. Ia kumpulkan segenap
semangatnya. Ia harus bisa mengambil ponselnya. Tangan kirinya sedikit bisa digerakkan.
Ia sedikit merasa ada harapan. Ia terus memaksa. Tangan itu bergerak ke arah saku paltonya. Terus ia paksa. Akhirnya bisa meraih ponselnya.
Ia harus berusaha lebih keras lagi. Ia tidak ingin mati. Kalau pun ia harus mati, biarkah ia mati di atas kasur di dalam kamar dalam apartemennya yang hangat,'jangan di pinggir jalan kecil dan membeku seperti anjing berpenyakitan.
Ponsel itu perlahan bisa ia raih. Tangan kirinya terus ia paksa. Ia gerakkan ke arah mukanya. Akhirnya ponsel itu sudah berada tepat di depan hidungnya. Ia merasa harapan untuk hidup ada di depannya. Ponsel itu mati. Dengan jari-jarinya perlahan ia hidupkan ponsel itu. Tidak juga hidup. Ia diserbu rasa cemas luar biasa. Ia ingat, sejak siang baterai ponselnya lemah. Ia belum sempat mengisinya. Ia tekan tombol untuk menghidupkan ponsel itu, tetap saja tidak hidup.
Ponsel itu tetap mati! Ia langsung putus asa, berarti ia akan juga mati! Teknologi tidak juga menyelamatkannya.
Salju terus turun perlahan, setitik demi setitik menutupi wajah Yelena. Airmata terus mengalir dari kedua mata Yelena. Ia mulai sekarat.
Ajalnya sudah dekat. Malaikat maut sudah membentangkan jubah hitamnya. Ia sangat cemas dan takut. Tiba-tiba dari relung hati terdalamnya ia teringat Tuhan. Ya, Tuhan yang menciptakan manusia. Tuhan yang menghidupkan dan Tuhan pula yang mematikan. Dari hati yang paling dalam, ia minta ampun kepada Tuhan karena selama ini telah mengingkari keberadaaan-Nya.
Dalam cemas dan rasa takut yang tiada terkira, ia meminta kepada Tuhan agar diberi kesempatan untuk tetap hidup. Ia minta kepada Tuhan agar mengulurkan tangan pertolongan-Nya. Airmata Yelena terus menetes. Suara hatinya yang paling dalam terus menjerit meminta pertolongan Tuhan. Berkali-kali nama Tuhan ia sebut dalamhati. Ia benar-benar berharap, Tuhan tidak akanpernah melupakannya meskipun ia telah lamamelupakan Tuhan. Akankah Tuhan mengulurkankasih sayang-Nya pada Yelena, pelacur papan atas Rusia yang telah lama meninggalkan-Nya?
Entahlah, hanya waktu yang bisa menjawabnya.
***
Di ruangan Profesor Tomskii, Ayyas asyik membaca buku sampai pukul sebelas malam. Ia tidak sadar, bahwa sudah tiba saatnya ia harus meninggalkan kampus. Seorang polisi keamanan kampus mengetuk pintu. Ayyas bangkit membuka pintu dengan buku tetap ia pegang. Polisi itu menatap Ayyas dengan wajah dingin.
"Maaf Anda harus meninggalkan kampus!" Kata polisi itu tanpa senyum sedikit pun.
"Boleh saya di sini sampai pagi? Saya harus melakukan riset perpustakaan." Jawab Ayyas minta kelonggaran.
"Maaf tidak bisa. Data yang masuk di kami, Anda diijinkan sampai jam sebelas malam. Jadi Anda harus tinggalkan ruangan ini."
"Baiklah. Kunci ruangan ini bagaimana?"
"Biar kami yang mengurus." Mau tak mau Ayyas harus segera berkemas dan meninggalkan ruangan Profesor Tomskii.
Sebenarnya ia ingin tinggal di situ sampai pagi. Kalau lelah ia bisa tidur di sofa. Ia tidak perlu khawatir tidak membawa selimut, sebab ruangan itu tetap hangat karena ada mesin penghangat ruangannya.
Polisi itu menunggu di pintu sampai Ayyas keluar. Ayyas berkemas dengan cepat. Ia kembalikan tiga buku itu ke tempat semula. Ia pakai perlengkapan musim dinginnya satu per satu. Ia matikan lampu dan pemanas. Lalu ia keluar dan menyerahkan kunci pada polisi itu.
Setelah Ayyas keluar, polisi itu mengunci ruangan dan mengikuti Ayyas dari jauh. Ayyas berjalan menuju stasiun Universitet. Metro paling akhir pukul satu dini hari, jadi ia tidak perlu khawatir. Salju turun perlahan, angin berhembus kencang. Rahang Ayyas mengeras dan gigi-giginya beradu gemeretak menahan dingin.
Ayyas tetap kedinginan meskipun ia memakai pakaian dingin cara Rusia lengkap. Pakaian ia sampai rangkap lima. Yaitu kaos dalam, lalu kaos monyet atau ia sebut kaos hanoman yang mepet ke kulit, kaos panjang biasa, kemeja, sweeter dan terakhir mantel musim dingin yang biasa disebut palto. Perlengkapan itu masih ditambah syal, penutup kepala dari kulit, dan kaos kaki lapis tiga. Tetap saja dingin itu bisa menelusup sampai ke kulit Ayyas. Sungguh Maha Kuasa Allah, Dialah Tuhan seru sekalian alam. Dialah Tuhan yang menciptakan siang dan malam, menciptakan matahari dan bintang, menciptakan panas dan dingin, menciptakan angin dan cuaca, menciptakan
kabut dan salju, dan menciptakan segala yang ada di alam raya.
Ayyas berjalan menuju stasiun metro dengan hati setengah terpaksa dan malas. Yang membuatnya malas pulang apartemen adalah karena di apartemen itu ada Yelena dan Linor. Dua perempuan muda Rusia yang kini membuatnya ingin mual jika memandang wajahnya. Ya, Yelena dan Linor memang jelita, lapi apa yang dilakukan Linor bersama Sergei yang seperti binatang jalang, dan apa yang dilakukan Yelena dengan banyak lelaki hidung belang membuatnya merasa jijik bukan kepalang. Wajah jelita itu tidak lagi
ada artinya apa-apa ketika harga diri dan jiwa kemanusiaannya sama sekali telah tiada. Maka Ayyas berharap, ketika sampai di apartemen, dua perempuan itu telah tidur di kamarnya atau sama sekali tidak ada di apartemen, sehingga kedua matanya tidak perlu melihat mereka.
Stasiun mulai lengang tapi tetap ada orang. Ayyas naik metro di gerbong paling belakang. Ia duduk di samping lelaki tua bermata cekung. Lelaki itu tidak memedulikannya sama sekali, kedua matanya terpaku pada koran Pravda yang ia jembreng. Metro berjalan dengan kecepatan sedang.
Seperti biasa, sampai di stasiun Arbatskaya Ayyas turun ganti metro. Pemuda dari Indonesia itu berjalan santai dan tenang, tidak tergesa-gesa. Yang membuatnya sedikit berpikir adalah, bahwa perutnya terasa lapar sampai melilit perih. Berarti begitu sampai di Smolenskaya ia harus mencari gastronom (Toko yang menjual makanan berukuran sedang. Di Moskwa dan di kota-kota lain di Rusia terdapat toko-toko atau warung yang menjual makanan dan kebutuhan sehari-hari layaknya kota mana pun di dunia. Toko yang berukuran kecil di jalan kecil biasanya disebut Produkti. Toko yang berukuran sedang yang terletak di jalan agak besar disebut Gastronom. Dan
toko yang besar di jalan utama disebut Universam) yang buka dua puluh empat jam untuk membeli makanan. Ia ingat bahwa jika begitu keluar
dari stasiun Smolenskaya ia langsung berjalan ke utara, maka di pojok Protochny Pereulok bagian timur ada gastronom yang menjual banyak
jenis makanan. Gastronom itu buka dua puluh empat jam.
Di bawah tanah, metro melaju dengan kecepatan sedang. Di atasnya mobil-mobil masih berlalu lalang. Malam semakin kelam. Salju turun perlahan. Udara semakin dingin. Tiap-tiap manusia mengalami kejadian yang berbeda satu sama lain. Malam selalu menjadi saksi bagi kebaikan dan kejahatan, kebahagiaan dan kesedihan, kesejahteraan dan penderitaan, juga kehidupan
dan kematian.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar