Bumi Cinta
Karya : Habiburrahman El Shirazy
15. Dialog di Stolovaya
Sudah hampir pukul dua belas siang, Ayyas belum juga datang. Doktor Anastasia Palazzo mondar-mandir di ruang Profesor Tomskii. Ia menunggu ponselnya berdering, berharap anak muda itu menelponnya atau memberi kabar kepadanya meskipun melalui sms. Ia ingin menelpon anak muda itu, tapi harga dirinya mencegah untuk melakukannya.
Bibi Parlova memberitahu, Ayyas bekerja di ruang Profesor Tomskii sampai pukul sebelas malam. Catatan pihak keamanan mengatakan demikian.
Jika yang terjadi seperti itu, ia merasa bahwa anak muda itu sangat mencintai ilmu. Jika benar bahwa anak muda itu datang dan bekerja melakukan penelitian dalam keadaan pundak kirinya sakit, maka kecintaannya pada ilmu sampai mengalahkan rasa sakit. Hanya para peneliti sejati yang memiliki jiwa seperti itu. Ia tidak ingin dengar dari Bibi Parlova. Ia ingin mendengar sendiri dari cerita anak muda itu. Ia ingin tahu, kenapa pundak kirinya bisa sakit? Bagaimana ia bisa tetap memaksa sampai MGU dalam kondisi pundak kiri sakit? Apa yang ia dapat selama berjam-jam di ruang Profesor Tomskii. Ia juga ingin tahu selama ini tinggal di mana? Dan banyak pertanyaan lainnya, yang
ingin ia ajukan pada anak muda itu, dan ia ingin anak muda itu bercerita banyak padanya. Ia suka dengan caranya merangkai dan menyampaikan kata-kata.
Karena merasa agak bosan menunggu di ruang Profesor Tomskii, Doktor Anastasia Palazzo pergi ke stolovaya. Ia hanya mengambil empat potong Monti (Daging giling berbalut tepung disiram mayonez) dan segelas teh panas. Sesekali ada satu dua mahasiswa yang menyapanya. Ia tersenyum dan menjawab sapaan mereka. Ia melahap sepotong demi sepotong daging gulung itu sambil membaca kumpulan cerpen Leo Tolstoy.
Tak terasa satu jam lebih ia ada di stolovaya. Tehnya sudah habis. Kumpulan cerpen itu tinggal beberapa halaman saja yang belum ia baca. Ia bangkit keluar dari stolovaya menuju ruangan Profesor Tosmkii. Ia berharap Ayyas telah tiba di sana.
Begitu memasuki ruangan Profesor Tomskii hatinya langsung berbunga, karena ia melihat Ayyas berdiri tegap di sana. Hanya saja, ketika ia menyapa, Ayyas diam saja, tetap berdiri tegak menghadap ke selatan. Ayyas samasekali tidak menoleh ke arahnya. Ia tetap masuk. Ia melihat Ayyas mengangkat kedua tangannya lalu menurunkan kedua tangannya dan meletakkannya di lututnya, punggungnya lurus, jika ia membawa nampan berisi segelas teh panas dan meletakkan nampan itu di atas punggung Ayyas, ia bisa memastikan teh panas itu tidak akan tumpah sedikit pun. Ia beftanya-tanya apakah Ayyas sedang senam, ataukah...?
Ayyas kemudian berdiri lalu menggelosor meletakkan seluruh mukanya ke tanah. Ayyas sujud.
Anastasia langsung ingat cara orang-orang Islam melakukan ritual ibadahnya yang disebut shalat. Ya, ini Ayyas sedang shalat. Selama ini ia hanya melihat di gambar, atau melihat di layar televisi. Ia belum pernah melihat secara langsung orang shalat dengan kedua kepalanya sendiri dan dalam jarak yang sangat dekat. Ia belum pernah masuk ke tempat ibadah orang Muslim.
Entah kenapa tiba-tiba Anastasia merasa tidak nyaman melihat Ayyas sujud seperti itu. Ia merasa Ayyas melakukan ritual yang sangat primitive bahkan sangat purba. Menggelosor, meletakkan kening di tanah, kedua tangan juga di tanah, lutut dan kedua kaki semua di tanah. Begitu menghinakan diri sendiri. Lebih hina dari anjing yang menggelosor di pinggir jalan. Anjing bahkan tidak pernah meletakkan keningnya di tanah seperti Ayyas. Ia merasa sangat kasihan kepada Ayyas. Anak muda yang sedemikian cerdasnya bisa dibelenggu oleh ajaran agama yang begitu primitif. Dan anehnya Ayyas samasekali tidak kritis mengoreksi itu semua. Dan itu juga terjadi lebih pada satu miliar anak manusia di seluruh dunia.
Doktor Anastasia Palazzo duduk di sofa sambil memerhatikan Ayyas yang sedang shalat. Setiap kali Ayyas rukuk dan sujud, Anastasia menggelengkan kepala, menganggap Ayyas yang cerdas ternyata samasekali tidak cerdas. Kalau cerdas bagaimana ia bisa melakukan ritual ibadah yang begitu primitif. Anastasia dalam hati meminta perlindungan kepada Kristus agar jangan sampai tersesat seperti Ayyas. Ia bahkan memohon agar Ayyas ditunjukkan kepada jalan keselamatan yang sesungguhnya, seperti dirinya yang telah menemukannya. Ia berdoa kepada Kristus agar Ayyas segera terbangun dari
kebodohannya.
Ayyas selesai shalat. Ia berzikir singkat. Tasbih, tahmid, dan tahlil masing-masing tiga puluh tiga kali lalu berdoa.
Setelah itu ia menoleh ke arah Doktor Anastasia Palazzo yang sudah duduk di sofa sambil memandangi dirinya dengan pandangan rasa kasihan.
"Maafkan saya Doktor, tadi saya tidak menjawab ketika Anda menyapa saya. Sebab saya seperti yang mungkin sudah Doktor ketahui sedang melakukan shalat. Beribadah seperti yang diajarkan oleh agama saya, Islam."
"Ah tidak apa-apa. Bagus, kamu tidak lupa kepada Tuhan. Kamu berarti orang yang sangat religius, sangat taat pada ajaran agama."
"Ibu saya selalu berpesan agar tidak pernah lupa shalat, sujud kepada Allah di mana pun saya berada."
"Kau berarti juga sangat taat kepada ibumu. Kau anak yang berbakti. Ibumu itu sama dengan ibuku. Selalu saja ibuku mengingatkan aku untuk selalu menyebut nama Tuhan dalam kesempatan apa saja."
"Beliau masih hidup?"
"Masih. Dia sekarang menikmati hari tuanya dengan hidup tenang di pinggir kota Novgorod."
"Kota paling penting bagi Rusia klasik yang banyak melahirkan kesatria yang gagah berani."
"Benar. Kalau kau mau, suatu saat bisa aku temani ke sana."
"Sangat rugi kalau aku tidak mau. Tidak mudah mencari penunjuk jalan yang menarik, enak diajak diskusi dan memahami sejarah dengan baik."
"Dengan bahasa halus kau selalu memuji." Kata Anastasia merasa disanjung.
"Memuji siapa?" Tanya Ayyas pura-pura tidak tahu. Pertanyaan Ayyas seketika membuat wajah Anastasia menyemu merah. Semu merah muka Anastasia kian menyempurnakan kecantikannya.
Ayyas tahu itu, dan ia menyimpan rapat-rapat rasa tahunya itu di dalam bilik hatinya yang terdalam.
Sementara Anastasia merasa, pertanyaan Ayyas itu begitu menjebak dirinya. "Cerdas! Sebuah jebakan yang sempurna," lirihnya dalam hati memuji kecerdasan Ayyas. Tiba-tiba ia merasa bodoh harus menjawab apa. Beberapa detik berpikir ia langsung ketemu jawabannya.
"Memuji kota-kota Rusia."
"Jadi menurutmu begitu?"
“Iya.”
"Berarti saya orang yang bodoh, yang tidak bisa memahamkan lawan bicara. Padahal kalimat yang terakhir saya ucapkan tadi sama sekali tidak untuk memuji kota Rusia. Maafkan kebodohan saya Doktor."
"Kalau begitu untuk memuji siapa sebenarnya?"
Doktor Anastasia masih mengejar dengan pertanyaan yang sesungguhnya ia sudah tahu jawabannya. Ia ingin Ayyas sama salah tingkahnya dengan dirinya. Tapi reaksi Ayyas sungguh di luar dugaannya. Ayyas spontan menjawab tanpa beban sedikit pun,
"Tidak usah saya jelaskan, nanti salah lagi. Kalau saya salah menjelaskan lagi malah akan semakin nampak jelas betapa bodohnya saya ini. Apalagi kalau perut saya sedang lapar, rasanya otak saya kehilangan sekian persen kecerdasan saya."
"Kau mau makan siang?"
"Iya. Supaya konsentrasi saya kembali pulih seperti sedia kala dan tidak diganggu oleh permintaan perut yang mulai melilit-lilit."
"Mau aku temani?"
"Bukannya Doktor baru saja dari stolovaya? Tadi Bibi Parlova mengatakan kepada saya, Doktor sedang makan siang di sana?"
"Tadi cuma minum teh untuk menghangatkan tubuh, tidak benar-benar makan siang. Aku tadi tidak makan kentang. Orang Rusia kalau belum makan kentang itu sama saja belum makan."
"O kalau begitu, mari kita makan siang."
Keduanya lalu bergegas ke stolovaya. Mereka hampir tidak dapat tempat karena stolovaya itu nampak penuh. Beruntung dua orang mahasiswi bermata sipit dan bermuka bundar khas wajah China bagian barat berdiri meninggalkan meja mereka. Doktor Anastasia mengajak Ayyas duduk di tempat yang ditinggalkan dua mahasiswi bermata sipit itu. Mau tak mau mereka duduk berhadapan dan hanya dipisah oleh meja kecil yang langsung penuh sesak oleh makanan yang mereka ambil.
Ayyas memilih kotlety (Sejenis perkedel yang terbuat dari daging giling tanpa kentang) dengan sup, dua iris roti hitam, dan secangkir teh panas.
Sementara Doktor Anastasia Palazzo memilih kentang kukus yang kuning keemasan, sup borsh khas Rusia, dan teh panas. Ayyas melahap kotlety
itu dengan penuh nafsu. Sementara Anastasia menikmati kentang kukusnya dengan penuh khusyuk. Terkadang ia ambil potongan kentang, ia masukkan ke mangkuk sup borshnya. Terkadang potongan kentang itu ia masukkan dulu ke mulutnya baru ia menyendok supnya. Terkadang ia ambil sepotong kecil kentang kukus, ia masukkan ke dalam mangkuk sup dan ia masukkan ke dalam mulutnya bersama roti lipyoshka yang ada dalam sup borshnya. Anastasia benar-benar menikmati cara memakannya yang berbeda dari
orang-orang Rusia pada umumnya.
"Orang Rusia suka sekali makan kentang." Gumam Ayyas sambil melihat ujung sendok Anastasia yang mengangkat kentang kukusnya dari sup borsh-nya.
"Ya, kami orang Rusia sangat mencintai kentang. Satu hari tanpa kentang adalah penderitaan bagi orang Rusia. Orang Rusia tidak bisa hidup tanpa makan kentang. Kentang adalah kebanggaan orang Rusia, bahkan nyawa orang Rusia." Jawab Doktor Anastasia.
"Kalau begitu bisa jadi di dunia ini yang paling banyak makan kentang adalah orang Rusia."
"Kau benar."
"Selain kentang apa yang paling tidak bisa dipisahkan dari orang Rusia?"
"Teh panas, dan Vodka. Tapi aku tidak suka Vodka."
Ayyas menganggukkan kepalanya. Ia sudah menyikat habis menu yang dipilihnya. Anastasia masih sibuk menghabiskan sisa-sisa kuah supnya.
Setelah mangkuknya bersih, ia menyeruput teh panasnya yang kini jadi hangat.
"M m boleh aku tanya sedikit?" Kata Anastasia agak ragu.
"Boleh tentu saja."
"Maaf kalau pertanyaanku ini akan mengganggumu."
"Semoga tidak."
"Maaf, ini sedikit tentang Islam. Kau orang Islam kan?"
"Iya. Aku orang Islam. Kau tadi lihat sendiri aku shalat seperti orang Islam mana pun di seluruh dunia."
"Iya ini tentang cara shalat kalian. Cara kalian menyembah sesembahan kalian. Begini, katanya Islam melarang manusia menyembah berhalaseperti yang aku baca di internet, tetapi mengapa ketika shalat, mereka menurutku justru melakukan satu kebodohan dengan menyembah batu persegi empat yang mereka sebut ka'bah. Tidak tanggung-tanggung, mereka menyembah batu persegi empat itu lima kali sehari. Kau bisa menjelaskan sesuatu padaku!? Dan, maaf, jika perkataanku ini menyinggungmu!"
Ayyas agak kaget mendengar pertanyaan Doktor Anastasia Palazzo itu. Ia berusaha tetap tenang, meskipun dari pertanyaan itu ada tuduhan bahwa dirinya melakukan kebodohan ketika shalat.
Doktor muda yang cemerlang itu berpandangan orang-orang Islam menyembah batu. Ayyas berbaik sangka, Doktor Anastasia berpandangan seperti itu hanya karena ketidaktahuannya akan ajaran Islam yang sesungguhnya. Dan dengan adanya pertanyaan yang keluar dari mulut Doktor Anastasia ia jadi tahu kira-kira seperti apa orang-orang yang bukan Muslim dalam memandang orang Muslim. Bisa jadi yang punya pendapat seperti Doktor Anastasia sangat banyak di muka bumi ini, yang berarti banyak sekali orang yang salah melihat Islam.
Ayyas berusaha menjawab apa yang ditanyakan oleh Doktor Anastasia sebaik mungkin. Ia berharap, bahasa yang ia gunakan dapat dipahami Doktor Anastasia dengan baik.
Setelah menarik nafas Ayyas menjawab,
"Ka'bah, sesungguhnya hanyalah kiblat, yaitu arah di mana kaum Muslim menghadapkan wajahnya ketika shalat. Jadi ketika shalat seorang Muslim sama sekali tidak menyembah ka'bah yang tak lain adalah batu persegi empat. Sekali lagi tidak. Yang disembah seorang Muslim hanyalah Allah, Tuhan seru sekalian alam. Yang diikrarkan seorang Muslim pertama kali masuk Islam adalah aku bersaksi tidak ada Tuhan kecuali hanya Allah.
"Anda bisa bertanya kepada Muslim yang masih anak-anak sekalipun. Silakan Anda Tanya mereka, menyembah apa mereka ketika shalat? Menyembah ka'bah atau menyembah Allah. Bisa dipastikan, leher saya ini jadi taruhannya, mereka akan menjawab bahwa ka'bah hanyalah arah di mana harus menghadap ketika shalat, tak lebih. Yang mereka sembah adalah Allah. Mereka rukuk dan sujud hanya kepada Allah semata.
"Perlu Doktor Anastasia ketahui, di dalam Islam tata cara ibadah semuanya diatur secara sempurna. Yang mengatur tata cara ibadah itu adalah Allah. Rasulullah hanyalah utusan Allah yang menjelaskan tata cara ibadah itu. Tidak ada campur tangan manusia dalam hal aturan dan tata cara ibadah kepada Allah. Termasuk ke arah mana wajah ini harus dihadapkan ketika ibadah.
Allah sendirilah yang menentukan ke mana wajah hamba-Nya menghadap ketika beribadah kepada-Nya. Di dalam Al-Quran, surat Al- Baqarah ayat 144, Allah berfirman: 'Sungguh Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram dan di mana kamu berada palingkanlah mukamu ke arahnya.'
"Tujuan menghadap arah yang sama, yaitu ke arah ka'bah adalah untuk menyatukan umat Islam di mana pun mereka berada. Jika tidak disatukan kiblatnya, umat Islam akan susah melakukan shalat berjamaah. Dalam satu masjid bisa terjadi ada yang shalat menghadap ke utara ada yang menghadap ke selatan, ada yang menghadap ke tenggara dan lain sebagainya. Ibadah shalat jadi tidak khusyuk. Persatuan tidak mudah tercipta.
"Demi menyatukan umat Islam di mana pun mereka berada, Allah memerintahkan umat Islam menghadap ka'bah ketika shalat. Jika ia berada di sebelah utara ka'bah berarti dia harus menghadap ke selatan, seperti orang Islam di Moskwa ini.
Jika orang Islam itu ada di sebelah timur ka'bah berarti harus menghadap barat seperti orang Islam di Indonesia. Jadi sekali lagi umat Islam tidak menyembah ka'bah. Tuduhan seperti yang Doktor Anastasia sampaikan sesungguhnya sama sekali salah, karena hanya purbasangka yang tidak ada dasarnya.
"Kalau kita baca sejarah dengan seksama, yang menggambar peta dunia pertama kali adalah orang Islam. Orang Islam menggambar peta dunia dengan petunjuk arah selatan menghadap ke atas, sedangkan arah utara menghadap ke bawah. Dan bangunan ka'bah berada di tengahtengahnya. Jadi dalam pandangan orang Islam, saat itu ka'bah berada di tengah-tengah peta dunia. Kemudian para pembuat peta dari Barat menggambar dunia dengan cara terbalik, artinya arah utara menghadap ke atas dan arah selatan menghadap ke bawah. Alhamdulillah ka'bah juga tetap berada di bagian tengah peta dunia.
"Doktor juga harus tahu, di ka'bah ada batu hitam yang disebut hajar aswad. Ada riwayat menarik, Umar bin Khattab ra. pernah berkata kepada hajar aswad, 'Saya tahu engkau hanyalah sebuah batu yang tidak bermanfaat dan tidak merugikan. Jika aku tidak pernah melihat Rasulullah menyentuh kamu, maka aku tidak akan menyentuh kamu.'
"Lihat, apa kata-kata Umar kepada hajar aswad, yang juga adalah salah satu batu di ka'bah? Umar mengatakan bahwa hajar aswad tak lebih sebuah batu yang tidak membawa manfaat dan membawa kerugian. Sekali lagi tak lebih dari sebuah batu. Tak ada seorang pun di kalangan umat Islam yang beranggapan, batu-batu yang bertumpuk jadi ka'bah itu adalah Tuhan. Sama sekali tidak ada yang beranggapan demikian.
"Di zaman ketika Rasul kami, Muhammad Saw. masih hidup, bahkan ada orang yang bernama Bilal bin Rabbah berdiri di atas ka'bah dan mengumandangkan azan dari atas ka'bah. Kalau orang Islam menyembah ka'bah, bagaimana mungkin seorang penyembah menginjak-injak Tuhan yang disembahnya? Bilal bin Rabbah berdiri menginjak ka’bah tidak ada masalah. Sebab ka'bah hanyalah sebuah batu, tak kurang tak lebih. Jadi, anggapan Doktor Anastasia bahwa orang Islam menyembah batu sangat jauh dari benar. Yang disembah oleh orang Islam hanyalah Allah, Tuhan seru sekalian."
Jawaban Ayyas yang runtut dan halus itu membuat Doktor Anastasia menjadi mengerti kenapa umat Islam menghadap ke ka'bah. Dalam pojok hatinya ia merasa salah sangka kepada orang Islam selama ini. Jawaban Ayyas sedikit
membuka wawasannya. Ia belum pernah menemukan jawaban segamblang dan sedetil itu. Ia jadi penasaran ingin bertanya banyak hal pada Ayyas tentang Islam.
"Boleh aku bertanya lagi?"
"Boleh saja."
"Maaf, tadi aku lihat caramu beribadah. Sekali lagi maaf, kau meletakkan keningmu ke tanah berkali-kali. Menurutku itu sangat primitif. Kenapa ritual ibadahnya harus ada sujud meletakkan kening di atas tanah, seperti cara
suku-suku asing di belantara yang tidak tersentuh peradaban yang sehat. Apakah tidak ada cara ibadah yang lebih modern dan sehat. Jujur saja aku agak jijik melihatnya. Aku tidak bisa membayangkan kalau diriku harus sujud di lantai seperti itu. Sekali lagi, maaf kalau menyinggungmu."
Pertanyaan Doktor Anastasia membuat tubuh Ayyas gemetar. Ia ingin marah karena cara ibadahnya diremehkan, tapi ia tidak boleh marah pada orang yang tidak tahu. Ia berusaha mengendalikan diri sebaik mungkin. Ia harus
menjelaskan apa yang bisa ia jelaskan. Jika masih juga tidak membuat Doktor Anastasia puas, ya ia tidak bisa memaksa orang untuk puas atau menerima
penjelasannya.
"Ada pepatah Arab mengatakan al insan a'dau ma jahilu. Artinya, manusia adalah musuh sesuatu yang tidak diketahuinya. Misalnya karena saya tidak tahu ilmu konstruksi bangunan, bisa dipastikan kalau saya diminta menghitung kekuatan sebuah bangunan, atau menaksir berapa ketebalan beton untuk suatu bangunan berlantai lima, saya angkat tangan. Kalau saya tetap dipaksa itu akan jadi musuh saya, yang akan terus menghantui saya. Sebab, saya bodoh di bidang itu. Kalau saya masuk program doktor terus saya
diuji materi itu pasti saya akan gagal, sebab saya tidak tahu ilmunya. Itu sekali lagi jadi musuh saya. Tetapi di bidang yang saya tahu dan saya kuasi dengan baik. Bidang itu jadi sahabat saya, jadi penolong saya. Begitulah makna pepatah Arab itu.
"Saya tidak heran Doktor Anastasia mengatakan apa yang telah Doktor katakan tadi. Itu semata-mata karena Doktor Anastasia belum tahu. Kalau Doktor tahu, saya yakin Doktor akan punya pandangan yang berbeda.
"Islam seutuhnya datangnya dari Allah. Itu yang kami yakini dan bisa dibuktikan kebenarannya dengan timbangan ilmiah. Semua ajarannya datangnya dari Allah, Tuhan seru sekalian alam. Tata cara, ibadah dalam Islam diatur oleh Allah. Allah menjelaskannya kepada Nabi Muhammad, dan Nabi Muhammad menjelaskannya kepada umatnya. Maka cara shalat umat Islam di seluruh dunia sama. Takbirnya sama. Bacaannya sama. Gerakannya juga sama.
"Shalatnya umat Islam saat ini, yang ada sujudnya, adalah sama dengan shalatnya para nabi dan rasul sebelumnya. Nabi Adam, Nuh, Idris, Ibrahim, Ismail, Ishak, Musa, Yunus, Daud, Sulaiman, Yahya, Isa dan seluruh nabi sebelum Nabi Muhammad menyembah Allah dengan cara yang sama dengan umat Islam saat ini. Yaitu dengan rukuk dan sujud yang disebut shalat.
"Itu adalah cara beribadah terbaik yang diajarkan Allah kepada manusia sejak manusia ada. Cara beribadah yang paling beretika dan paling modern bagi orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah.
"Islam artinya menyerahkan diri secara total kepada Allah, tunduk secara penuh kepada Allah. Maka di dalam ajaran Islam, saat dan tempat yang paling dekat seorang hamba dengan Allah adalah ketika hamba itu sedang sujud kepada Allah.
"Ketundukan seorang Muslim yang total kepada Allah nampak jelas ketika dia sujud kepada Allah. Kepala dan muka adalah bagian paling mulia bagi manusia. Bagian yang paling mulia itu harus ditundukkan sepenuhnya dengan keikhlasan kepada Allah. Tidak ada yang lebih mulia dari Allah, tidak ada yang lebih agung dan lebih besar da'ri Allah. Inilah ibadah yang total tidak setengah-setengah. Penyembahan yang total kepada Allah.
"Ketika seseorang sujud kepada Allah, berarti dia siap untuk melaksanakan seluruh perintah Allah dan siap untuk menjauhi seluruh larangan Allah.
Artinya, di luar shalat pun dia siap sujud kepada Allah, patuh kepada Allah tanpa keraguan sedikit pun.
"Doktor tidak boleh melupakan hal penting. Di dalam Islam, rukun pertamanya adalah syahadat, bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Ketika seseorang mengatakan aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, artinya orang itu hanya akan beribadah kepada Allah saja. Dia hanya boleh sujud kepada Allah saja. Dia hanya boleh meletakkan keningnya ke tanah kepada Allah saja. Selain kepada Allah tidak boleh. Dia hanya menjadi hamba Allah, hanya tunduk kepada Allah.
Selain kepada Allah dia tidak boleh tunduk apalagi sujud.
"Jadi kalau boleh saya berkata, saya ingin mengatakan sesungguhnya di atas muka bumi ini yang paling merdeka adalah orang Islam. Sebab orang Islam hanya tunduk kepada Allah, hanya menyembah kepada Allah. Umat Islam tidak menyembah sesama manusia, atau manusia yang dianggap Tuhan. Umat Islam hanya sujud kepada Allah semata. Inilah cara ibadah para nabi dan rasul
sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad.
"Tidak ada cara ibadah yang lebih total menyembah Allah selain daripada Islam. Dan tidak ada kemerdekaan yang lebih merdeka selain daripada Islam. Doktor Anastasia boleh saja mengatakan, aku patuh dan tunduk kepada Tuhan, tapi Doktor masih merasa jijik saat diminta Tuhan meletakkan kening ke tanah, sujud kepada Tuhan. Sekali lagi sujud kepada Tuhan, bukan sujud kepada makhluk ciptaan Tuhan. Apakah dia benar-benar ikhlas dan total
menyembah Tuhan. Kepada Tuhan masih merasa jijik? Menurut saya, maaf, orang seperti itu masih sombong, dia masih merasa setara dengan Tuhan, sebab ia tidak mau sujud kepada Tuhan.
"Itu penjelasan secara teologis. Saya tadi menyampaikan bahwa ibadah kami, umat Islam adalah cara ibadah yang paling modern dan bisa dibuktikan secara ilmiah. Sudah banyak pakar kesehatan yang meneliti seluruh gerakan shalat,
dan hasilnya menakjubkan. Seluruh gerakan shalat membawa manfaat kesehatan yang menakjubkan bagi umat manusia. Bahkan waktu-waktu shalat itu sangat bermanfaat dalam mengatur irama proses-proses fisiologi dalam tubuh. Kelima waktu shalat wajib sangat sesuasi dengan perubahan-perubahan biologis yang penting dalam tubuh. Shalat yang dilakukan dalam tubuh bisa mengontrol keseimbangan enzim dalam tubuh, yang menjadikan tubuh selalu sehat. Dan pada gilirannya kesesuaian itu menjadikan shalat lima waktu sebagai conditional reflex yang berpengaruh seiring dengan perputaran waktu.
"Saya tidak ingin menjelaskan semua bukti ilmiah. Hanya sebagian kecil saja. Langsung saja saya masuk pada sujud. Sujud yang menurut Doktor sangat menjijikkan dan primitif. Maaf, agaknya Doktor kurang banyak membaca di luar sejarah. Jadi pengetahuan Doktor hanya tentang teori sejarah. Itu pun Doktor tidak tahu sejarah ibadah para nabi dan rasul.
"Kalau Doktor membaca buku-buku kesehatan populer saja, Doktor akan tahu bahwa gerakan rukuk dan sujud sangat bermanfaat bagi kaum perempuan, khususnya perempuan yang sedang hamil. Seringkah masalah utama perempuan hamil adalah kesulitan pencernaan yang membuatnya
merasa kembung bahkan muntah. Dengan izin Allah, shalat dapat mengatasi kesulitan pencernaan perempuan hamil ini. Rukuk dan sujud akan menguatkan otot-otot dinding perut dan membantu perut dari kekerutan, sehingga bisa menyelesaikan kerjanya secara maksimal.
"Ada lagi gerakan-gerakan senam pada minggu-minggu terakhir kehamilan yang sama persis dengan gerakan rukuk dan sujud ketika shalat. Gerakan ini sangat penting dan bergunauntuk mendorong janin agar tetap di jalur alaminya di dalam tulang pinggul, sehingga proses persalinan nantinya lancar dan normal.
"Tidakkah Doktor pernah membaca, banyak orang Jepang yang menjatuhkan diri ke lantai lalu sujud ketika merasa tertekan dan stres. Dengan sujud itu mereka merasa lebih segar dan lebih enteng kepalanya. Mereka samasekali tidak tahu bahwa sujud adalah salah satu rukun shalat umat Islam. Penelitian kedokteran modern mengatakan, sujud bisa menjadi cara yang baik untuk menghilangkan kegelisahan dan kegundahan seseorang. Seorang Muslim ketika sujud akan merasakan hembusan angin ketenangan, dan belaian cahaya tauhid yang menyejukkan pikiran dan jiwa.
"Terakhir saya ingin sampaikan apa yang pernah di katakan oleh Dr. Alexis Karel, peraih Nobel bidang kedokteran, 'Shalat menciptakan satu aktivitas yang menakjubkan di dalam system tubuh dan organ-organnya. Saya telah banyak melihat orang-orang sakit yang tidak berhasil disembuhkan oleh obat-obat konvensional, namun shalat mampu menyembuhkan mereka secara
total. Shalat seperti logam rodium, sumber radiasi, dan pembangkit energi otomatik. Saya telah menyaksikan sendiri efek shalat dalam mengatasi berbagai penyakit seperti TBC, radang tulang, luka bernanah, kanker dan lain-lain.'
"Itu yang bisa saja jelaskan Doktor. Memang sebaiknya kita tidak menghukumi sesuatu hanyaberdasarkan perasaan dan praduga tanpa dasar.
Maaf, tanpa bermaksud menasihati, alangkah baiknya jika Doktor Anastasia juga banyak membaca di luar teori-teori sejarah, agar wawasan Doktor lebih luas lagi dan pandangan Doktor tidak terkesan sempit."
Panjang lebar Ayyas menjelaskan kebenaran yang ia yakini kepada Doktor Anastasia Palazzo.
Ia berusaha menjelaskan sedetil dan sehati-hati mungkin. Ia berharap Doktor Anastasia bisa menerima penjelasannya. Ia juga berharap tidak ada satu kalimat pun dalam menjelasannya yang akan menyinggung rasa keberagamaan Doktor Anastasia.
Sementara itu, Doktor Anastasia sama sekali tidak menyangka Ayyas akan memberi penjelasan yang sedemikian gamblangnya. Ia merasa salut pada pemuda itu berikut kecerdasan yang menyertainya. Toh begitu, ada juga yang mengganjal di hatinya. Ya, sindiran Ayyas kepadanya sebagai orang yang kurang membaca, meskipun disampaikan Ayyas dengan ekstra hati-hati, sungguh membuat hatinya berselimut amarah yang terpendam dalam dada. Sebuah amarah yang biasa terbit kala seseorang disinggung kecerdasannya. Amarah yang mudah muncul dan mudah tenggelam. Amarah itu manusiawi
menurutnya. Meski amarah itu sempat menghinggapinya, Doktor Anastasia justru merubahnya menjadi "cambuk motivasi" untuk membaca lebih banyak
lagi dan lebih banyak lagi. Yang jelas, dia akan mencari informasi yang detil seputar apa yang dijelaskan Ayyas. Apakah pemuda itu menyampaikan hal yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah ataukah ia hanya membual belaka alias cepukha, omong kosong. Doktor Anastasia bangkit dari tempat duduknya. Ia mengajak Ayyas kembali ke ruang Profesor Tomskii untuk berbincang-bincang tentang teori sejarah total. Besok-besok masih ada waktu. Di lain waktu yang lebih tepat ia akan menanyakan, kenapa umat Islam harus shalat dengan cara yang menurutnya primitif seperti itu.
Dan di lain waktu pula, ia akan kembali menanyakan banyak hal kepada Ayyas tentang Islam, yang menurutnya primitif. Tentu dengan bekal pengetahuan yang lebih siap sebelumnya. Ayyas mengiyakan ajakan Anastasia. Mereka berdua meninggalkan stolovaya dengan saling memendam tanda tanya. Tanda tanya yang kelak, sangat mungkin kian menumbuhkan benih-benih kekaguman di antara mereka. Benih-benih kekaguman jenis apakah itu? Hanya angin dingin kota Moskwa yang akan menjawabnya.
***
16. Gejolak di Hati Linor
Tengah malam itu salju tidak turun, tapi udara di luar tetap sangat dingin. Linor duduk termanggu di depan pianonya dengan wajah suram. Ia tutup
pintu kamarnya rapat-rapat. Entah kenapa ia merasa hidupnya terasa sangat hampa. Ia telah mendapatkan hampir semua yang ia inginkan.
Kebebasan hidup yang ia dambakan, ia sudah menggenggamnya. Sudah delapan tahun ia bebas dari segala aturan kedua orangtuanya. Uang yang
melimpah ia punya. Bahkan ia bisa keliling dunia tanpa mengeluarkan biaya sepeser pun kalau ia mau.
Hidup dihormati banyak orang pun telah ia rasakan.
Dengan kehebatannya bermain biola ia sering dipuji orang. Dan dengan keanggunan yang ia miliki saat bermain biola, ia bahkan pernah menjadi istri seorang menteri muda Rumania, meskipun cuma satu tahun. Ia memilih
cerai karena bosan hidup dengan banyak aturan dan tanpa tantangan. Kini kalau ia mau, ia bisa menggaet bintang sepakbola paling cemerlang di Rusia. Hampir yang ia mau bisa ia dapatkan.
Tapi entah kenapa itu semua ia rasakan tidak ada artinya. Hidupnya terasa hampa dan kosong.
Linor menyentuhkan jari jemarinya pada tuts tuts piano. Ia memejamkan mata. Sebentar kemudian ia memainkan Sonata Quasi Una Fantasia karya Beethoven. Ia terus memainkan piano itu sambil sesekali mengibaskan rambut pirangnya ke belakang. Linor hanyut dalam permainan musiknya seperti orang yang kesurupan. Ia berhenti memainkan piano setelah tubuhnya kehabisan tenaga karena kelelahan.
Linor berusaha mengangkat tubuhnya ke kasur.
Ia menghempaskan tubuhnya begitu saja di kasur nan empuk itu. Tubuhnya telah kehabisan tenaga karena letih dan lelah, tapi pikirannya benar-benar tidak bisa tenang.
Ia harus membunuh lagi. Kali ini ia ditugasi langsung oleh Ben Solomon. Yang harus ia bunuh adalah seorang gadis yang masih kuliah semester dua di MGU. Gadis itu bernama Rihem, putri salah seorang diplomat Syiria. Jika Rihem mati, menurut Ben Solomon itu bisa berpengaruh pada hubungan Syiria-Rusia. Dan ia diminta agar pembunuhan gadis itu sebagai kejadian kriminalitas yang mengguncang dunia.
Linor sudah mengamati segala gerak-gerik gadis itu. Ibarat kata, di mana pun berada, bayangan gadis tak pernah luput dari mata spionase Linor. Sungguh, baginya sangat mudah menyelesaikan tugasnya. Masalahnya adalah, entah
kenapa untuk kali ini dia tidak ingin membunuh.
Gadis itu sedang menjadi kebanggaan ayah dan ibunya. Ia tahu itu. Gadis itu selain kuliah di MGU juga belajar musik di Moscow State Conservatory.
Dan ia telah melihat dengan mata dan kepalanya sendiri betapa berbakatnya gadis itu memainkan biola. Ia sendiri mengakui dalam hatinya, kalau kemampuan biola gadis itu terus di asah, ia bisa kalah piawai dengannya. Dalam memainkan biola, gadis itu memiliki tiga elemen yang tidak dimiliki oleh semua orang; bakat, kecerdasan, dan ketekunan. Sementara dirinya, hanya ditopang oleh kecerdasan dan ketekunan saja. Soal bakat, ia merasa tak memilikinya. Karena memang bakat itu sifatnya bawaan sejak lahir. Ia pemberian Tuhan yang tak bisa diirikan.
Entah kenapa, biasanya ia tidak pernah memiliki belas kasihan kepada siapa pun. Tapi kali ini ia teringat dirinya beberapa tahun yang lalu.
Gadis itu mirip dirinya beberapa tahun yang lalu, ketika belajar bermain biola dengan didampingioleh ibunya. Ia tidak sampai hati membunuh gadis itu, karena membunuh gadis itu seolah ia membunuh dirinya sendiri. Akan tetapi, jika ia tidak melaksanakan tugasnya, ia sendiri akan dieksekusi oleh Ben Solomon atau agen lainnya.
Tak ada pilihan baginya; membunuh gadis itu, atau ia mati dibunuh Ben Solomon. Bulu kuduknya tiba-tiba berdiri merinding.
Selain tugas itu, ia menghadapi masalah baru. Boris Melnikov, bos mafia Voykovskaya Bratva yang terkenal kejam itu mulai mencurigainya sebagai pembunuh Sergei Gadotov. Sudah lebih dari satu minggu Sergei Gadotov tidak member kabar. Tangan kanan Boris Melnikov itu seperti hilang ditelan bumi.
Memang ada data bahwa Sergei mengirim sms kepada Vyonna yang tak lain adik Boris Melnikov, juga kepada Boris Melnikov. Tapi saat sms itu diterima Vyonna, gadis itu sedang bersama kakaknya berkunjung ke rumah sepupu mereka yang sedang ulang tahun. Jadi permintaan Sergei dalam sms itu yang minta Vyonna datang sama sekali ditolak. Sejak itu Sergei Gadotov tidak terdengar kabarnya. Nomornya sama sekali tidak bisa dihubungi.
Awalnya Boris Melnikov mengira, Sergei marah karena permintaannya untuk kencan bersama Vyonna ditolak. Tapi setelah lebih dari satu minggu, ia merasa itu sangat tidak wajar. Sebab, selama ini semarah-marahnya tangan kanannya itu, paling lama cuma dua hari. Setelah itu dia akan datang lagi lalu kembali setia menjalankan tugas apa pun yang diberikan kepadanya. Boris merasa ada yang tidak beres pada tangan kanannya.
Insting mafiosonya merasa, tangan kanannya itu telah dibunuh seseorang. Sebab, semua jaringan telah ia periksa dan sama sekali tidak ditemukan jejak Sergei Gadotov. Hanya ada seorang informan yang mengatakan, melihat Sergei Gadotov bersama seorang cewek mengendarai mobil BMV jenis SUV warna hitam. Informan itu pun tidak bisa memberitahukan detil nomor polisi mobil itu. Tapi dari informasi itu, Boris Melnikov lalu mengembangkan menjadi satu kecurigaan kuat yang mengarah seseorang sebagai pelaku pembunuhan Sergei. Dan orang itu adalah Linor.
Linor sendiri berusaha setenang mungkin menghadapi tuduhan Boris Melnikov Dengan tanpa gentar sedikit pun dan tanpa ragu sama sekali, ia mengatakan dirinya tidak ada urusan dengan Sergei Gadotov. Ia mengaku
memang mengenal lelaki itu sebagai teman biasa yang hanya sesekali bertemu di Night Flight, Tverskaya. Linor mengaku sudah lama tidak bertemu Sergei Gadotov.
Boris Melkinov tidak percaya pada penjelasan Linor, tapi ia tidak memiliki cukup bukti untuk mengatakan Linor yang membunuh Sergei. Boris Melnikov terdiam seribu bahasa ketika Linor dengan santai mengatakan, "Ada banyak orang yang memiliki SUV BMW hitam, kenapa harus saya yang dituduh? Apa keuntungan membunuhnya bagi saya? Terus jika saya misalnya berniat membunuhnya, apa iya saya bisa mengalahkan tangan kanan Boris Melnikov? Coba gunakan otak kalian!?"
Meskipun untuk sementara merasa aman, tapi Linor punya firasat pada akhirnya Boris Melnikov akan menemukan bukti, atau paling tidak, benang merah yang tidak meragukan bahwa Sergei memang telah mati terbunuh. Dan pada akhirnya, Boris Melnikov akan sampai pada kesimpulan, yang membunuh adalah dirinya.
Linor menghela nafas panjang, ia meratapi dirinya sendiri, kenapa setelah ia mendapatkan kebebasan yang sangat luar biasa, justru sampai pada cara hidup yang jauh dari ketenangan dan kebahagiaan. Setiap saat pikirannya hampa dan gelisah.
Linor tidak bisa memejamkan kedua matanya.
Ia bangkit dan membuka laptopnya. Ia ingin iseng melihat apa yang dilakukan oleh pemuda dari Indonesia itu di kamarnya. Apakah pemuda itu tidur dengan pulas tanpa merasa ada beban apa pun? Ataukah pemuda itu juga gelisah seperti dirinya? Kalau pemuda itu gelisah, meskipun pemuda itu bukan seleranya sama sekali, mungkin ia bisa ke kamarnya atau ia bisa mengajaknya tidur di kamarnya. Orang gelisah ketemu orang gelisah bisa saling menguatkan.
Ia membuka laptopnya yang melihat apa yang dilakukan Ayyas. Nampaklah di layar laptopnya Ayyas sedang sujud dalam shalatnya. Linor memerhatikan dengan seksama. Gadis berambut pirang itu terus memerhatikan Ayyas sampai selesai salam. Setelah itu nampak wajah Ayyas yang jernih duduk membaca kitab suci Al-Quran.
"Kelihatannya dia orang yang taat menjalankan agamanya!" Gumam Linor.
"Akan aku coba, apakah setelah dia beribadah kepada Tuhannya masih tidak tergoda dengan Linor Lazarenko?"
Tubuh Linor yang sudah sangat letih itu tiba-tiba seperti bertenaga kembali. Iblis seolah meniupkan tenaga ke dalam tubuhnya. Linor mengganti pakaiannya dengan pakaian yang jika ia kenakan, maka ia akan memiliki sihir yangmampu meluluhkan iman lelaki mana pun.
Bahkan ia yakin malaikat pun jika memandangnyaakan bertekuk lutut padanya.
***
Ayyas duduk di pinggir tempat tidurnyadengan mushaf di tangan kanannya. Kedua matanya tertuju sepenuhnya pada halaman mushaf.
Bibirnya bergetar lirih melantunkan ayat-ayatsuci. Hati dan pikirannya berusaha keras untuk terus mentadabburi ayat-ayat yang dibacanya,meskipun terkadang tiba-tiba pikirannya meloncatke kejadian-kejadian yang dialaminya. Tiba-tiba sambil tetap membaca ia teringat pertama kali tiba di Moskwa, dan ia harus bertemu dengan orang seperti Yelena dan Linor. Yelenayang kini masih terbaring di rumah sakit, dan
Linor yang datang dan pergi tidak pasti waktunya.
Meskipun sudah cukup lama bersama mereka, ia masih merasa bahwa mereka orang-orang yang sama sekali tidak ia kenal, selain nama, wajah, dan profesi mereka. Siapa mereka sebenarnya, ia merasa tidak mengenalnya. Ia mencari-cari pelajaran apa yang harus ia petik dari keberadaan dirinya bersama mereka. Ujian iman? Ia merasakan betul hal itu. Selama ini ia masih bisa kukuh menjaga imannya. Tetapi setan pasti akan terus mencari celah untuk mengalahkannya.
Demi menjaga iman, ia sudah minta tolong kepada Pak Joko dan orang-orang yang ia kenal di KBRI untuk mencarikan tempat tinggal yang lebih baik lingkungannya. Sampai saat itu belum juga ada kabar dari mereka. Pak Joko masih menawarkan dirinya agar nanti tinggal saja di rumahnya setelah istrinya pulang ke Indonesia.
Itu artinya ia masih harus tinggal di apartemen itu beberapa saat lagi. la tidak memiliki pilihan lain.
Tiba-tiba pikirannya berkelebat mengingat Anastasia Palazzo. Sudah banyak pertanyaantentang Islam yang ditanyakan Doktor muda itu.
Ia telah berusaha menjawabnya sebaik yang ia bisa. Ada satu dua pertanyaan yang hampir membuatnya marah, karena pertanyaan itu terasa konyol menurutnya. Tapi ia tahu tidak boleh marah kepada orang yang bertanya. Dan marah sama sekali tidak membuat sebuah pertanyaan akan terjawab dengan baik dan bijak. Ia merasa Doktor Anastasia masih akan banyak bertanya tentang Islam, tentang Indonesia, dan tentang Asia Tenggara padanya.
Terkadang saat dia sedang letih, terasa marah juga banyak ditanya ini dan itu. Tetapi setelah terbiasa, akhirnya hal itu bisa menjadi diskusi yang panjang dan menarik. Ia pun tidak jarang banyak bertanya tentang Rusia dan sejarah Asia Tengah. Pada akhirnya ia merasa, Doktor Anastasia Palazzo tidak sebagai pembimbingnya, akan tetapi lebih sebagai teman diskusi tentangsejarah dan peradaban umat manusia.
Beberapa kali Doktor Anastasia Palazzo mengundangnyadatang minum teh ke apartemennya, tapi ia belum bisa memenuhi undangan itu. Sebab undangan itu selalu bertepatan dengan keharusan dirinya menemui Imam Hasan Sadulayev di masjid Prospek Mira.
Ayyas terus membaca Al-Quran. Salju tidakturun, tapi udara di luar sangat dingin. Ayyas menyatu bersama ayat-ayat yang ia baca. Di tengah usahanya untuk terus menyatu dengan isi ayat yang ia baca, telinganya mendengar pintu kamarnya diketuk lirih. Ia tetap membaca dengan suara lirih, pintu kamarnya kembali diketuk, kali ini agak keras dan suara seorang perempuan
memanggil namanya. Itu suara Linor. Ia bertanya dalam hati, ada apa Linor mengetuk pintu kamarnya? Ada perlu apa?
"Ayyas, aku tahu kau mendengar suaraku. Tolong buka pintu, aku ingin bicara padamu!" Pinta Linor dengan suara halus. Justru suara Linor yang halus itu yang membuat Ayyas curiga. Sebab, selama ini Linor selalu berbicara keras dan sama sekali tidak ada halusnya padanya. Ayyas jadi merinding, Ayyas teringat apa yang dilakukan Linor dengan Sergei beberapa waktu yang
lalu. Ia tidak mau mengambil risiko. Kalau ia membuka pintu kamarnya dan ternyata Linor tidak menutup auratnya dengan benar dan ingin mengajaknya melakukan hal-hal yang tidak-tidak, ia merasa belum tentu kuat mempertahankan imannya. Maka Ayyas memutuskan untuk tidak membuka pintu kamarnya sama sekali.
Pintu kamarnya kembali diketuk.
"Ayyas tolong buka pintu, sebentar saja, aku ingin bicara padamu penting. Aku tahu kau telah terjaga dan mendengar suaraku. Ayolah, tolong buka pintunya!" Pinta Linor dengan suara yang empuk dan halus.
Ayyas tetap kukuh untuk tidak membukapintu kamarnya. Ia punya firasat, jika ia membuka pintu, ia akan melakukan sesuatu yang akan membuatnya menyesal seumur hidupnya. Maka ia tidak memedulikan suara Linor sama sekali. Ia anggap itu adalah suara setan yang ingin mengganggu kebersamaannya dengan ayat-ayat suci Al-Quran.
Di luar kamar Ayyas, Linor nampak kesal dan marah permintaannya sama sekali tidak digubris oleh Ayyas. Bahkan Ayyas menyahut pun tidak.
Linor kembali ke kamarnya, melihat layar laptopnya, Ayyas masih tetap membaca Al-Quran.
Linor benar-benar gemas dibuatnya. Ia yakin, jika Ayyas mau membuka pintunya lima senti saja, maka ia akan membuat pemuda itu jadi budaknya. Linor kembali mengetuk pintu kamar Ayyas, dengan sedikit lebih keras.
"Ayyas bukalah pintu, aku ingin bicara sebentar saja! Apa kau tidak punya telinga, hati dan perasaan! Apa kau batu Ayyas? Aku tahu kau mendengar suaraku."
Ayyas hampir goyah ketika dirinya disamakan dengan batu jika tidak menjawab dan membuka pintu kamarnya. Ia sempat hampir bangkit dan
membuka pintu kamarnya. Ia akan menghadapi Linor dengan tanpa rasa khawatir. Tetapi ia tidak jadi bangkit, ia malah ingin gadis itu marah dan
jengkel. Dalam hati ia berkata,
"Kalau mau bicara besok saja. Kenapa harus malam-malam begini? Mengganggu orang lain saja!"
Ayyas tetap tidak membuka pintu. Ia merasa punya hak untuk itu. Ia punya hak untuk tidak diganggu siapa pun, termasuk Linor.
Dan keinginan Ayyas langsung terwujud.
Linor benar-benar marah. Ia menggedor-gedor pintu kamar Ayyas dengan keras. Lalu mencaci maki Ayyas dengan perbendaharaan kata-kata yang kasar dan tidak semestinya diucapkan. Sebagian Ayyas paham, sebagian samasekali tidak paham karena cepatnya Linor mengucapkan.
Ayyas tidak memedulikannya samasekali. Ia menganggap yang dilakukan Linor sama dengan anak kecil yang marah karena orangtuanya tidak membelikan mainan yang dimintanya.
Tak lama kemudian, Ayyas mendengar suara pintu kamar yang dibanting keras. Lalu suasana hening. Linor kembali ke kamarnya dengan wajah memerah penuh amarah. Sesekali matanya melihat ke layar laptop, nampak Ayyas masih duduk dengan tetap membaca Al-Quran. Rasanya ia ingin mencakar-cakar dan merobek-robek wajah pemuda yang tidak mengindahkan dirinya sama sekali. Ia sangat tersinggung. Baru kali ini ada pemuda yang diajak bicara pun tidak menjawab, diminta membuka pintu kamarnya sebentar pun tidak mau. Dengan gigi gemeretak Linor berjanji dalam hati akan memberi pelajaran yang penting pada Ayyas suatu saat nanti. Pelajaran yang takkan pernah bisa dilupakan Ayyas seumurhidupnya. Pelajaran apakah itu? Hanya Linor yang bisa menjawabnya.
***
Pagi itu, pukul sembilan kurang seperempat Ayyas sudah siap pergi ke kampus MGU. Ia akan mampir ke rumah sakit sebentar, sekadar menengok
keadaan Yelena. Sudah dua hari ia tidak menengok Yelena. Sedikit memerhatikan Yelena yang sedang dirawat di rumah sakit baginya adalah
bagian dari panggilan nurani kemanusiaannya.
Ia merasa lega Bibi Margareta bisa menenunggui Yelena sepenuhnya. Dan Yelena merasa seperti memiliki bibi yang menyayanginya.
Dua hari yang lalu Yelena berkata padanya, mungkin ia akan mengajak Bibi Margareta untuk hidup menemaninya, dan kelihatannya Bibi Margareta akan merasa senang jika bisa hidup bersama Yelena. Paling tidak Bibi Margareta tidak akan hidup menggelandang lagi.
Ayyas keluar dari kamarnya. Ruang tamu sepi. Kamar Yelena jelas kosong. Dan kamar Linor tertutup rapat. Ayyas yakin Linor masih pulas di kamarnya. Ia hendak melangkah keluar.
Tiba-tiba berkelebat pikiran untuk membangunkan Linor sebelum ia pergi. Siapa tahu Linor harus berangkat kerja. Kasihan kalau dia bangun kesiangan. Maka Ayyas mengetuk pintu Linor pelan. Tak ada jawaban. Ayyas kembali mengetuk . agak keras. Tak lama kemudian terdengar suara Linor.
"Ya. Ada apa?"
"Sudah hampir jam sembilan!"
"Kalau sudah hampir jam sembilan kenapa? Memang aku ada janji denganmu!" Sahut Linor dari dalam kamar dengan nada jengkel.
"Ya tidak apa-apa. Maaf kalau mengganggu. Siapa tahu kamu harus berangkat kerja pagi hari. Yang penting kamu sudah bangun. Baik aku berangkat dulu ya!"
"E..e., tunggu!" Sergah Linor dari dalam kamarnya.
Ayyas sudah terlanjur bergegas keluar. Ketika Linor membuka pintu kamarnya, Ayyas baru saja keluar dan menutup pintu apartemen. Linor menjadi sangat jengkel dibuatnya. Linor merasa dipermainkan oleh Ayyas. Pemuda itu seenaknya saja mengetuk membangunkannya lalu meninggalkannyapergi begitu saja.
Linor kembali menutup pintu kamarnya. Ia teringat sesuatu dan tersentak. "Sial, waktuku cuma sepuluh menit lagi!" Ia ada janji wawancara dengan Menteri Luar Negeri Swedia di Hotel Ukraina yang terletak di kawasan elite
Pushkinkaya. Menteri itu akan ditemani istri dandua pengawalnya. Ia telah berjanji untuk memenuhi undangan makan pagi sang menteribersama istrinya sambil melakukan wawancara.
Seketika kejengkelan Linor pada Ayyas mengendur dan perlahan berubah menjadi rasa terima kasih. Jika Ayyas tidak membangunkan dirinya, mungkin dirinya masih molor di kamarnya. Dan bisa jadi ia baru akan bangun pukul sebelas atau dua belas. Artinya ia akan sangat mengecewakan Menteri Luar Negeri Swedia itu. Dan jika itu yang terjadi, ia akan gagal melaksanakan salah
satu misi yang diberikan kepadanya oleh Ben Solomon,yaitu memasukkan nama beberapa ilmuwan Yahudi kepada menteri itu agar dipertimbangkan untuk meraih hadiah nobel.
Hadiah nobel harus digunakan untuk kepentingan Yahudi.
Dengan semakin banyaknya orang Yahudi yang menerima nobel, maka dunia akan semakinpercaya bahwa manusia yang otaknya paling cerdas adalah orang Yahudi. Dengan itu, klaim bahwa bangsa Yahudi adalah bangsa pilihan Tuhan adalah sah.
Linor hanya mencuci muka, lalu mengganti pakaiannya. Berdandan sedikit dan dengan tergesa-gesa. Mengambil perlengkapan-perlengkapan jurnalistiknya dan memasukkannya ke dalam tas ranselnya. Lalu memakai pakaian musim dinginnya dengan cepat. Dan ia keluar apartemen dengan setengah berlari. Sejurus kemudian ia sudah meluncur menuju kawasan
Puskinkaya, tujuannya adalah Hotel Ukraina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar