Kamis, 10 Januari 2013

Bumi Cinta ( Part 7 )


Bumi Cinta
Karya : Habiburrahman El Shirazy

DILARANG COPY PASTE UNTUK TUJUAN KOMERSIAL !!!


7. Oh, Puji Untuk-Mu, Tuhan!
Pagi itu salju bertasbih. Pohon-pohon bereozka, pohon cemara araukaria juga bertasbih. Batu-batu yang tersusun rapi di pinggir jalan-jalan kota Moskwa yang tertimbun salju juga bertasbih. Udara dingin kota Moskwa bertasbih.
Semua benda yang ada di kota Moskwa yang pernah dianggap sebagai pusatnya kota orang-orang atheis juga bertasbih. Alam selalu bertasbih mengagungkan nama Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Hanya manusia tidak mengerti bahasa tasbih mereka. Dan ketika alam bertasbih hanya sedikit manusia yang ikut dalam irama tasbih alam semesta. Hanya sedikit manusia yang mengingat Tuhannya, sebagian besar manusia hanya ingat pada dirinya dan kepentingannya nafsunya
sendiri. Di antara manusia yang sedikit itu adalah Ayyas. 
Pagi itu ia bertasbih bersama tasbih salju, angin dingin, pohon bereozka, pohon cemara, kayu birk, batu-batu dan seluruh benda di jagat raya juga para malaikat yang tidak pernah membangkang perintah Tuhannya. Pagi itu Ayyas bertasbih, larut dalam zikir paginya yang panjang. Kali ini zikirnya lebih panjang dari pagi-pagi sebelumnya.
Yelena juga sudah bangun. Perempuan muda berambut pirang itu berkali-kali mengetuk pintu kamar Ayyas dan memanggil-manggil nama Ayyas. Ayyas yang sedang khusyuk dalam zikir paginya sama sekali tidak menyahut. Ia tidak mau diganggu. Tak lama kemudian ia mendengar percekcokan kecil antara Yelena dan Linor. Linor mengingatkan Yelena agar tidak mengetuk kamar orang lain. Yang jadi masalah, di ujung kalimatnya Linor mengatakan, "Dasar perempuan jalang!" Lalu terjadilah cekcok mulut yang cukup panas dalam bahasa Rusia. Dua perempuan itu saling mencaci dan mengumpat dengan kata-kata tidak terpuji. Sebagian Ayyas paham, sebagian tidak paham samasekali. Ayyas hanya diam. Ia tidak mau terlibat urusan yang tidak ada manfaatnya, malah banyak celakanya seperti itu.
Selesai zikir Ayyas menyalakan laptopnya. Ia merasa beruntung, di kawasan itu ada sinyal wifi gratis. Ia bisa online kapan saja. Ketika jaringan wifi itu dibuat tanpa pasword dan bisa diakses siapa saja berarti memang digunakan untuk umum. Atau pemiliknya sengaja membuka jaringan internet miliknya boleh digunakan siapa saja.
Ayyas ingin lebih tahu siapa Doktor Anastasia Palazzo. Ia menulis nama itu dalam situs-situs pencarian. Cukup banyak yang memuat nama Anastasia Palazzo. Yang jelas, asisten Profesor Tomskii itu bukan orang sembarangan. Ia orang yang cerdas dan brilian. Ia lahir di kota Novgorod. Menyelesaikan SI di St. Petersburg University, S2 di Calcutta, India, S3 di Cambridge, London. Kepakarannya adalah pendidikan ilmu sejarah dan filologi. Anastasia Palazzo menguasai banyak bahasa. Selain bahasa Rusia ia menguasai bahasa Inggris, Perancis, Yunani, Kazakh, Urdu dan Ibrani. Mau tidak mau Ayyas harus mengagumi orang yang akan menjadi pembimbing penelitiannya selama di Moskwa ini.
Ayyas juga membaca dua blog yang ditulis Doktor Anastasia Palazzo, sehingga Ayyas cukup mengerti riwayat hidup doktor muda itu. Baginya itu sudah cukup untuk bekal bertemu pembimbingnya itu.
Pagi ini ia janji dengan pakar filologi itu. Sebenarnya ada yang tidak nyaman di hatinya ketika ia harus dibimbing Anastasia Palazzo. Ia merasa lebih nyaman melakukan penelitian sendiri. Bukan karena Anastasia Palazzo masih
muda dan ia meragukan kemampuan ilmiahnya, sama sekali bukan. 
Ia bukan jenis manusia yang tinggi hati untuk belajar kepada yang muda,
bahkan kepada yang lebih muda darinya ia pun siap. Yang membuatnya tidak nyaman adalah Doktor Anastasia Palazzo seorang perempuan muda. Cantik, cerdas, dan memesona! Tiga karunia Tuhan yang jarang dipadukan kepada kaum hawa, itulah masalahnya bagi Ayyas.
Meskipun Ayyas yakin Anastasia Palazzo pasti akan sangat menjaga kesopanan berpakaiannya tidak seperti Yelena, tapi justru itulah ujiannya. Yelena jelas ujian yang tidak ringan baginya, tapi hanya dengan melihat caranya berpakaian alam bawah sadarnya secara otomatis langsung menolaknya. Sedangkan Anastasia yang cukup rapat menutup badannya dengan segala prestasi akademiknya telah membuatnya kagum dan hormat. Imannya merasa tidak aman jika banyak berdekatan dengan Anastasia Palazzo yang kata Profesor Tomskii, yang bisa menaklukkannya adalah pemuda yang beruntung.
Jam sepuluh ia harus sudah ada di ruangan Profesor Tomskii. Di ruangan yang nyaman itulah ia akan bertemu dengan Anastasia Palazzo.
Tepat jam delapan ia keluar kamar. Yelena telah rapi seperti biasa ketika akan berangkat kerja, la agak nyaman melihat Yelena tertutup rapat pakaian musim dingin. Yang nampak hanya wajah putihnya dan sedikit rambut pirang yang ia
biarkan tergerai. Sebagian rambut itu tertutup syal yang melingkar di lehernya. Yelena tersenyum padanya, Ayyas berusaha tersenyum.
"Dabroye Utra, Ayyas. Mau ke MGU?" Sapa Yelena.
"Dabroye Utra, Yelena. Ya aku mau ke MGU. Kau sudah mau berangkat kerja?" Jawab Ayyas, lalu balik bertanya.
"Tidak. Hari ini aku cuti, aku ada janji dengan seorang teman di Lyublino. Dari pagi aku ketuk kamarmu beberapa kali. kelihatannya kau masih tidur. Pasti kau sangat kelelahan."
"Ya tadi malam aku merasa letih dan lelah. Tapi pagi ini sudah bugar alhamdulillah"
"Kita keluar bareng sampai stasiun?"
"Mari." Jawab Ayyas sambil bergegas jalan duluan.
Di luar angin yang bertiup sangat dingin menyambut mereka berdua. Ayyas mulai merasa dingin. Kondisi pagi itu sangat berbeda dengan pagi sebelumnya. Langit buram oleh mendung. Kabut terasa tebal. Salju menggunung di pinggir jalan. Rumput-rumput samasekali tidak ada yang
kelihatan.
Sambil berjalan Ayyas meminta kepada Yelena agar kalau di ruang tamu berpakaian lebih rapat.
 “Kalau berpakaian seperti tadi malam sebaiknya saat di kamar saja.”
Yelena agak kurang suka dengan permintaan Ayyas. Yelena malah
menjawab, 
"Kau baru datang, jangan mengatur aku!"
Ayyas minta maaf jika ada perkataanya yang,menyinggung perasaan Yelena. Bukan itu yang diinginkannya. Ia mengatakan hanya ingin menciptakan kenyamanan di ruang tamu, sebab itu milik bersama. Itu ibarat lobby sebuah hotel.
"Jadi kau merasa tidak nyaman melihat aku berpakaian seperti tadi malam?" Tanya Yelena.
"Iya, maaf. Aku sangat tidak nyaman?"
"Kenapa? Apa aku menyakitimu dengan pakaianku itu?"
"Menyakiti secara fisik tidak, tapi secara psikis iya. Melihatmu dengan pakaian seperti itu imanku bisa runtuh." Ayyas berterus terang.
"Ah iman! Buang saja imanmu itu ke tong sampah, maka tidak akan ada yang runtuh. Kau akan nyaman, hidup tanpa aturan iman!"
"Justru kalau aku tidak ditertibkan oleh aturan iman, aku akan diperbudak oleh penjajahan hawa nafsu, ini lebih tidak nyaman lagi."
"Kalau begitu aku akan membantumu meruntuhkan imanmu. Percayalah tanpa aturan iman kau akan hidup bebas dan nanti kau akan merasa jauh lebih nyaman. Dan hawa nafsu itu tidak ada, yang ada adalah tuntutan diri kira kepada diri kita sendiri. Kalau kita memenuhinya kita akan meraba nyaman."
"Sejarah berkata lain. Banyak orang stres, tidak nyaman hidupnya dan bunuh diri, justru ketika ia hidup sangat bebas tanpa aturan agama.
Ada aturan agama tapi diacuhkannya sama sekali. Dan banyak orang yang merasa nyaman karena hidup bebas, tapi sebenarnya jiwanya sakit dan
batinnya tersiksa oleh kehampaan dan rasa sia-sia menjadi manusia."
"Orang beragama pun ada yang stres, dan
bunuh diri. Sama saja."
"Tidak sama. Yang seperti itu karena tidak benar-benar memahami dan menghayati ajaran agama dengan sungguhsungguh. Kalau sungguh sungguh
mengamalkan ajaran agama, yang tercipta hanya kebahagiaan dan kesejahteraan."
"Agaknya, terlalu kuat doktrin agama itu meracuni otakmu!" Kata Yelena dengan nada sinis.
Ayyas tersentak kaget mendengar kata-kata Yelena yang pedas, sinis dan bernada merendahkan itu. 
Ketidaksukaan Yelena pada agama kelihatannya sudah mengkristal. Stasiun
Smolenskaya tinggal beberapa langkah lagi. Ayyas merasa tidak perlu mencurahkan segenap energy meladeni seorang atheis radikal seperti Yelena. Yang perlu untuk dia ketahui justru sejarah hidup Yelena. Kenapa dia bisa begitu anti kepada segala yang beraroma agama, padahal sebelumnya ia pernah beragama? Apa yang menyebabkannya berbalik dari yang beriman kepada Tuhan menjadi orang yang menafikan Tuhan?
"Bagiku agama yang aku yakini adalah sumber utama kesehatan otak, jiwa dan batinku. Agama bukan racun. Justru agama yang benar adalah penawar segala racun yang mengotori otak dan jiwa manusia. Kita cukupkan sampai di
sini dulu Yelena. Biarlah sejarah yang menilai pendapat siapa yang benar di antara kita." Jawab
Ayyas sebelum keduanya berpisah di dalam stasiun Smolenskaya. Ayyas menuju MGU, sementara Yelena menuju Lyublino.
***
Ayyas mengira ia akan lebih dulu sampai di ruang Profesor Tomskii daripada Anastasia Palazzo. Ternyata perkiraannya salah. Ketika ia sampai di depan pintu ruangan itu, pintu itu telah terbuka sedikit, lampunya menyala benderang, seorang perempuan berwajah segar telah ada di sana, duduk di sofa sambil membaca sebuah buku tebal. Perempuan itu adalah Doktor
Anastasia Palazzo.
Ayyas berdiri di depan pintu dan menyapa pelan dengan dada sedikit bergetar, 
"Dabroye Utra,( Selamat pagi) Doktor!"
"Hei, Dabroye Utra. Kau sudah datang Ayyas." Jawab Anastasia Palazzo sambil meletakkan buku tebal yang dibacanya ke atas meja. Anastasia Palazzo tersenyum ramah pada Ayyas. "Kau datang setengah jam dari janji kita. Kau kelihatan bersemangat." Lanjut Anastasia.
"Ya, tidak mau terlambat. Ternyata masih lebih lambat dari Doktor." Sahut Ayyas sambil melepas palto dan sepatunya yang agak basah. Ia lalu memakai sandal ruangan yang tersedia di dekat pintu.
"Kau tidak lebih lambat dari saya, hanya mungkin saya lebih cepat darimu. Saya selalu ingin lebih dulu dari orang lain. Jadi, apa langsung saja kita mulai?"
"Saya ikut Doktor."
"Baik. Silakan duduk. Saya ingin menjelaskan beberapa hal penting kepadamu." Kata Anastasia. Ayyas melangkah masuk dan hendak duduk.
"Maaf bisa ditutup pintunya." Pinta Anastasia.
Meskipun Ayyas merasa lebih nyaman kalau pintu itu terbuka, tapi kedua kakinya tetap menggerakkannya untuk melangkah menutup pintu.
Inilah hal yang ia cemaskan. Berdua dengan perempuan yang tidak halal baginya dalam satu ruangan tertutup. Ia bukan malaikat, ia pemuda biasa
yang bisa terpikat pada lawan jenis, apalagi yang secerdas, secantik dan sesegar Anastasia Palazzo. 
Kata-kata Profesor Tomskii kembali terngiang dalam telinganya, "Kau pasti senang dibimbing asistenku. Dia bisa diandalkan dan yang penting dia masih muda dan cantik. Kau suka wanita cantik?"
Kata-kata Profesor Tomskii itu justru menambah ujian bagi keteguhan dirinya memegang iman dan ajaran agama yang diyakininya.
"Jadi kau akan menulis tesis tentang sejarah modern. Kau mau menulis tesis tentang Sejarah Islam di Rusia atau dulunya Uni Soviet, fokus pada Kehidupan Umat Islam Rusia di Masa Pemerintahan Stalin. Benar?" Tanya Anastasia Palazzo setelah Ayyas duduk.
"Be benar, Doktor." Jawab Ayyas dengan suara agak tergagap dan bergetar. Parfum Doktor Anastasia yang tercium olehnya lah yang sesungguhnya membuat detak jantungnya tidak beraturan. Ia berusaha menenangkan pikiran dan jiwanya dengan istighfar dalam hati.
"Kau agak gugup ya?" tanya Doktor Anastasia Palazzo melihat tingkah Ayyas.
"Ya. Sedikit." Jujur Ayyas.
"Kenapa?"
"Entahlah."
"Kau ingin spesialis di kajian Sejarah Islam Modern atau kajian Sejarah Rusia Modern?"
"Sejarah Islam Modern terlalu luas, Rusia Modern juga luas. Saya ingin yang lebih spesifik, yaitu kajian Sejarah Islam Modern di Rusia Modern."
"Bagus. Berarti kau paham benar tentang pentingnya fokus. Saya ingin sedikit bertanya kepadamu, sebelumnya maaf kalau terkesan
menguji?"
"Diuji pun tidak masalah, sebagai pembimbing yang dipercaya Profesor Tomskii Anda boleh menguji saya."
"Kau kelihatannya begitu bersemangat mempelajari sejarah. Sebenarnya manfaat apa yang kau dapatkan dari sejarah?"
Ayyas memejamkan kedua matanya. Dirinya benar-benar diuji oleh Doktor Anastasia. Ini semacam ujian lisan. Ia harus menjawab dengan baik. Ia tidak mau Doktor Anastasia bercerita kepada Profesor Tomskii bahwa dirinya bodoh, buta tentang segala hal yang berkaitan dengan ilmu sejarah. 
Ia harus menunjukkan bahwa dirinya sebenarnya tidak perlu diuji lagi dengan
pertanyaan-pertanyaan sepele seperti itu. Sudah saatnya dirinya diajak berdialog sejajar dengan siapa pun. Maka ia tidak mau menjawab seperti anak SD ketika ditanya oleh gurunya, jawabannya seperti hafalan, persis seperti yang tertulis dalam buku teks. Ia akan menjawab pertanyaan itu dengan cara yang sedikit berbeda.
Dengan bahasa Inggris yang fasih, Ayyas berkata tenang,
"Wah saya merasakan banyak sekali manfaatnya Doktor. Misalnya, yang saya rasakan saat ini, dengan mempelajari sejarah saya bisa mencium harumnya parfum seorang gadis cantik Rusia, saya sesekali bisa memandangi wajahnya yang segar, saya bahkan bisa melihat kecantikan tsarina Rusia yang ditulis dalam buku-buku sejarah itu langsung. Bahkan lebih dari itu saya bisa melihat
perpaduan kecantikan tsarina Rusia dan wibawa kaisar Roma. Pemandangan yang tidak akan saya dapat kalau saya mempelajari Aritmatika yang hanya berjejal angka-angka.
"Dengan mempelajari sejarah saya bisa mengenal sosok yang bisa menginspirasi untuk lebih maju. Sosok yang masih sangat muda sudah
meraih gelar doktor. Sosok yang tumbuh dalam murninya udara Novgorod, kota para kesatria. Sosok yang sejak kecil dijaga kesuciannya oleh ibunya yang teguh memegang ajaran agamanya.
"Dengan mempelajari sejarah saya bisa melihat mukanya yang marah ketika gurunya mengajarkan teori Darwin. Sosoknya benar-benar murni. Di kamarnya, di depan cermin ia berkata sambil memandangi wajahnya, 'Kata Darwin kau keturunan kera. O tidak, tidak! Darwin itu bodoh! Kau keturunan ibumu yang anggun. Dan ibumu keturunan dari ibunya yang lebih anggun, begitu terus. Nenek moyangmu adalah manusia. Darwin salah menulis asal-usul manusia!
"Dengan mempelajari sejarah saya bisa mencium aroma darah yang mengalir dari para penduduk kota St. Petersburg ketika mati-matian mempertahankan
kotanya dari serbuan Nazi Jerman dalam perang dunia kedua. Juga saya bisa mencium aroma parfum gadis itu ketika ia duduk di bangku St. Petersburg University.
"Saya bisa merasakan angan-angannya untuk kuliah di Sorbonne, Paris, sehingga ia berdarah-darah mempelajari bahasa Perancis, sampai saya
bisa mendengar dia berteriak-teriak melafalkan kosa kata Perancis seperti orang gila di kamarnya. Tekadnya luar biasa. Lalu saya bisa melihat bening-bening tetes airmatanya ketika ibunya melarangnya pergi ke Paris. Ibu dan
ayahnya memaksanya untuk ikut ke India karena tugas negara. 
Terpaksa ia kuliah di kota yang kumuh dan sering banjir, di kota Calcutta. Tapi semangat gadis itu seolah melebihi Mahatma Gandhi, semakin sengsara semakin dahsyat. Di Calcutta, dengan segala penderitaannya ia bisa menyelesaikan masternya dengan gemilang, yang karenanya seorang profesornya mengusahakan beasiswa untuknya di Cambridge University.
Dan gadis itu akhirnya menyelesaikan doktor sejarahnya dengan gemilang. Salah seorang pengujinya langsung menariknya ke Moskwa untuk
menjadi asistennya.
"Dengan mempelajari sejarah saya bisa memahami kenapa gadis itu mengepalkan tangannya di depan patung Stalin. Saya bisa memahami kenapa ia menantang Stalin dengan mata merah menyala dan mengatakan, 'Hai Stalin, jika Herbert Morrison mengatakan bahwa kau adalah orang besar, hanya saja kau bukan manusia yang baik. Maka aku katakan kau adalah manusia kerdil dan bahkan tidak layak disebut manusia!' Saya juga bisa mendengar suaranya yang lembut ketika merayu Tuhan untuk memberikan tempat terbaik bagi ayah yang dicintainya ketika ayahnya itu meninggal.
Dengan membaca dan mempelajari sejarah saya bisa merasakan pengalaman-pengalaman manusiawi yang indah, yang jika ditulis bisa menjadi karya sastra yang dahsyat dengan segala genrenya."
Kini Doktor Anastasia Palazzo yang gentian berdegup tak teratur jantungnya. Tubuhnya seperti melayang karena merasakan efek dahsyat dari kata-kata Ayyas, yang sebenarnya menceritakan perjalanan hidupnya sejak kecil sampai ia mengajar di Universitas Negeri Moskwa. Ayyas menjawab manfaat mempelajari sejarah dengan bahasa sindiran yang halus. Hampir seluruh manfaat dan fungsi mempelajari sejarah telah diuraikan secara tersirat oleh Ayyas. Kegunaan sejarah yang dirumuskan Louis Gotschalk terjabarkan dengan indah. Kegunaan edukatif, instruktif, inspiratif, dan rekreatif terselip rapi dalam penjelasan Ayyas.
Bahkan manfaat sejarah seperti yang dirumuskan Robert Jones Shafer ada di ujung kalimat Ayyas. Bahasa Ayyas bahkan terasa lebih anggun.
Ketika Robert Jones Shafer mengatakan, di antara manfaat sejarah adalah "memperluas pengalaman-pengalaman manusiawi", Ayyas membahasakannya dengan "bisa merasakan pengalaman-pengalaman manusiawi yang indah, yang jika ditulis bisa menjadi karya sastra yang dahsyat dengan segala genrenya."
Lebih dari itu, belum pernah ada orang yang menyanjung dirinya seindah dan seanggun Ayyas. Meskipun Ayyas tidak terang-terangan menyebut namanya dalam sosok yang diceritakannya itu, tapi sosok itu adalah dirinya. 
Itulah yang justru membuat hatinya bergetar. Jujur ia ingin ada namanya disebut dalam penjelasan itu, tapi sama sekali tidak disebut oleh Ayyas. Jiwanya sebagai perempuan muda yang suka dipuji kecantikan dan kelebihan-kelebihannya terbit.
Maka ia tidak bisa mencegah hatinya untuk bertanya,
"S s siapakah sosok, yang katamu memiliki perpaduan kecantikan Tsarina Rusia dan wibawa Kaisar Roma itu?"
Suara Anastasia bergetar, mukanya kemerah-merahan.
Ayyas tersenyum. Ia merasa sudah di atas angin.
"Doktor Anastasia adalah pakar sejarah jebolan Cambridge, pasti sangat menguasai teori inrerprestasi sejarah. Silakan Doktor tafsirkan sendiri, siapakah sosok itu. Yang jelas sosok itu jika gugup mukanya memerah, sehingga kecantikan tsarina tercantik pun lewat olehnya."
Tubuh Anastasia seperti melayang mendengarnya. Ada kebahagiaan dan keindahan luar biasa yang tiba-tiba dirasakannya. Dalam hati ia menjerit kecil, 
"Oh, puji untuk-Mu Tuhan!"
***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar