Kamis, 10 Januari 2013

Bumi Cinta ( Part 8 )


Bumi Cinta
Karya : Habiburrahman El Shirazy

DILARANG COPY PASTE UNTUK TUJUAN KOMERSIAL !!!

8. Pertarungan Sengit
Hari mulai gelap. Salju tipis turun perlahan. Ayyas melangkahkan kakinya dengan cepat meninggalkan stasiun Prospek Mira. Ia memilih berjalan
daripada naik trem. Ia ingin benar-benar merasakan dirinya menyatu dengan bumi Allah yang bersalju. Dan salju-salju turun sambil terus bertasbih kepada Allah.
Ayyas melangkah melewati jalan yang digenangi salju tipis. Pohon cemara araukaria bergoyang menggugurkan butiran-butiran salju dari pucuk-pucuk dedaunannya. Ayyas semakin menggigil, bibirnya terus berzikir. Masih empat ratus meter lagi jarak yang harus ia tempuh. Di depannya nampak stadion Olimpiski yang atapnya putih oleh sepuhan salju. Ayyas terus berjalan,
tak lama kemudian ia belok kiri menyusuri jalan Durova. Sedetik kemudian kedua mata Ayyas melihat kubah bulat di sudut komplek Olimpiski. Ayyas semakin mendekat. Ia merasakan kebahagiaan luar biasa bahwa
akhirnya ia melihat sebuah masjid.
Di Moskwa benar-benar ada masjid. Dan yang ada di hadapannya adalah masjid yang cukup indah.
Bangunan berwarna biru toska, kubah bulat, menara runcing dengan ujung bulat sabit. Itulah masjid agung bagi umat Islam di kota Moskwa.
Masjid paling besar di antara lima masjid. 
Orang orang menyebutnya Moskovsky Soborni Mechet atau Masjid Agung Moskwa. Sementara oran gorang yang ada di KBRI, seperti Pak Akmal Hidayat
menyebut masjid itu sebagai Masjid Pusat Prospek Mira atau Masjid Prospek Mira. Ada juga yang menyebut Masjid Olimpiski karena terletak nempel dengan stadion Olimpiski yang pernah menjadi tuan rumah olimpiade olahraga sedunia tahun 1980.
Ayyas memasuki masjid. Ada puluhan orang di dalam masjid yang sedang membaca Al-Quran dalam kelompok melingkar. Azan Maghrib lima menit lagi. Ayyas mengambil air wudhu lalu duduk membaca Al-Quran tak jauh dari lingkaran. Azan berkumandang. Panggilan cinta dari Allah.
Begitu sejuk, begitu merdu. Ayyas meneteskan airmata. Setelah berhari-hari di
Moskwa, baru kali ini ia mendengar suara azan.
Dan baru kali ini ia akan shalat berjamaah di masjid.
Di Moskwa ada azan. Laa ilaaha ilallah! Tiada Tuhan selain Allah. Hati terasa damai. Suara imam masjid ketika membaca Al-Quran dalam shalat begitu menyentuh. Ayyas merasakan shalatnya kali ini terasa sangat berbeda dan istimewa.
Shalat berjamaah di tengah musim dingin di kota Moskwa. Setelah shalat sang imam membacakan tiga hadis dari kitab Sahih Bukhari lalu menjelaskannya secara ringkas dalam bahasa Rusia. Setelah mendengarkan penjelasan sang imam, jamaah bubar. Ada yang shalat sunah. Ada yang keluar masjid. Ada yang tetap duduk berzikir. Dan ada yang membaca Al-Quran. Ayyas shalat dua rakaat lalu mendekati imam. Ia memperkenalkan dirinya kepada sang imam dan menyampaikan tujuannya berada di Moskwa.
Imam itu berusia sekitar lima puluh tahunan. Masih gagah. Ia berasal dari kota Kazan, Tatarstan. Namanya H asan Sadulayev.
"Jadi kamu pernah kuliah di Madinah?" Tanya sang imam.
"Iya Imam." Jawab Ayyas.
"Alhamdulillah. Pernah belajar pada Syaikh Abu Bakar Al Jazairy?"
"Alhamdulillah pernah Imam."
"Alhamdulillah. Aku bahagia berkenalan denganmu. Jika kamu ada waktu, kamu bisa membantu memakmurkan masjid ini.
"Insya Allah, Imam."
"Terus sekarang sedang menyelesaikan master bidang sejarah. Kamu ke Moskwa ini dalam rangka penelitian untuk tesismu?"
"Benar, Imam." 
“Tentang apa?”
"Sejarah Islam di Rusia, fokus pada Kehidupan Umat Islam Rusia di Masa Pemerintahan Stalin?"
"Bagus itu. Tapi kenapa pada masa Stalin saja?"
"Agar lebih fokus Imam."
"Kamu benar. Aku juga pernah membuat tesis seperti kamu. Bachelor aku selesaikan di Universitas Damaskus Syiria dan Master aku selesaikan di Birmingham, Inggris, dalam bidang hukum Islam."
"O, masya Allah."
"Maksudku kenapa di masa Stalin saja, tidak juga masa Lenin. Menurutku kau akan tetap focus meskipun menggarap apa yang terjadi pada umat Islam di negeri ini pada masa Lenin dan Stalin. Pasti akan lebih mantap."
"Masukan dari Imam Hasan sangat saya pertimbangkan. Saya mendapat karunia tak terhingga bertemu Imam. O ya Imam, ini jamaahnya cuma segitu jumlahnya?”
"Malam ini agak sedikit karena cuaca yang dingin sekali. Biasanya ratusan, bahkan ribuan. Kalau hari Jum'at tidak muat. Kalau Ramadhan selalu penuh. Kita sedang merenovasi dan melebarkan beberapa sisi. Setelah ini kau mau ke mana?"
"Menunggu shalat Isya terus pulang Imam."
"Tinggal di mana?"
"Di sebuah apartemen di Panfilovsky Pereulok, dekat stasiun Smolenskaya."
"Dekat The White House Residence?" 
"Ya. Di depannya Imam."
"Kalau begitu kau bisa ikut satu mobil dengan aku. Aku mau ke The White House Residence. Ada seorang teman lama saat kuliah di Birmingham dulu. Dia dari Spanyol sedang menginap di sana. Aku ingin menemuinya."
"Terima kasih Imam, jazakallah khaira (Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan) ”
"Wa iyyakum" (Dan semoga juga kamu (mendapat balasan kebaikan dari Allah))

***
Ayyas mengikuti Imam Hasan Sadulayev keluar masjid. Salju tipis sudah berhenti turun. Tapi angin dingin tetap berhembus agak kencang.
Udara dingin membuat Ayyas mengatupkan rahangnya kuat-kuat dan giginya gemerutuk. Ia bersyukur memakai pakaian musim dingin lengkap standar Rusia. Jika ia memakai pakaian seperti pertama kali datang, pasti kakinya sudah kaku.
"Maaf kita harus jalan agak jauh." Kata Imam Hasan.
"Tidak masalah Imam. Tadi saya juga jalan dari stasiun Prospek Mira."
"Biasanya saya memarkir mobil di tempat parkir masjid. Tapi tadi pagi saya berangkat terlalu dini. Jalan menuju masjid masih dipenuhi salju, petugas pembersih salju belum datang, sehingga mobil saya parkir di jalan agak dekat stasiun Prospek Mira."
"Itu tidak jauh Imam."
"Alhamdulillah, kau benar-benar pemuda yang bersemangat."
"Sejak kapan Imam diamanahi masjid ini?"
"Sejak tujuh tahun yang lalu. Ah tunggu agak pelan sedikit. Kasihan Aminet, agak susah dia mengikuti kita." Kata Imam Hasan sambil menengok
ke belakang. Ayyas ikut menengok. Ia baru menyadari kalau ada seorang perempuan yang berjalan dua puluh meter di belakang
mereka.
"Istri Imam?" Tanya Ayyas.
"Tidak. Dia adik saya. Masih kuliah di MGU."
"Fakultas apa?"
"Kedokteran."
Mereka terus berjalan menapaki jalan bersalju. Ayyas langsung akrab dengan Imam Hasan, seolah keduanya adalah sahabat lama yang bertahun-tahun tidak bertemu. Jiwa keduanya seolah-olah pernah bertemu sebelumnya. Imam
Hasan bercerita kalau dulu selama di Syiria ia banyak belajar pada ulama-ulama terkemuka Syiria seperti Syaikh Ahmad Kaftaro, Syaikh
Muhammad Sa'id Ramadhan El Bouthi, Syaikh Nuruddin Itr, bahkan sempat juga belajar ilmu hadis pada Syaikh Abu Fattah Abu Ghuddah.
Akhirnya mereka sampai di tempat mobil diparkir.
Imam Hasan membuka pintu mobil sedan yang atapnya tertimbun salju. Agak susah. Imam Hasan terus berusaha. Dengan sedikit kesabaran akhirnya pintu mobil terbuka. Beberapa jurus kemudian mobil itu sudah menyala. Ayyas masuk duduk di bagian depan, di samping Imam Hasan. Aminet duduk di bangku belakang. Mobil Zhiguli buatan Rusia itu lalu melaju perlahan-lahan.
Roda-rodanya menyibak salju di jalan. Mobil Zhiguli merah tua itu melaju ke selatan dengan tenang di atas aspal Stretenka Ulista, lalu melewati Bolshaya Lubyanka Ulista. Tak lama kemudian sampai di bundaran dekat stasiun
Lubyanka, lalu belok kiri menelusuri Teatralny Proezd. Ayyas seolah tidak mengedipkan kedua matanya sedikit pun. Ia menikmati betul pemandangan
malam di Moskwa di tengah musim dingin. Kendaraan masih ramai. Di beberapa tempat mobil-mobil berjalan lamban seperti semut. Di beberapa titik terjadi kemacetan. 
Mobil buatan Rusia yang sudah tua berbaur dengan mobil buatan Jepang yang mulai dekil. Mobil-mobil mewah terbaru juga nampak sesekali.
"Tahun 2003 yang lalu Rusia mengimpor mobil bekas dari Jepang besar besaran. Akibatnya ya seperti ini, jalanan jadi penuh sesak." Kata Imam Hasan pada Ayyas.
Ayyas melihat beberapa papan reklame yang sangat berbau kapitalis. Papan papan iklan berukuran besar-besar itu menawarkan produk industry modern Amerika, Eropa dan Jepang seperti minuman ringan, ponsel, jam tangan, bir, kosmetik dan produk-produk lainnya yang dulu pernah dikecam habis-habisan sebagai produk kapitalis. Produk-produk yang dulu dilarang masuk
kini membanjiri Moskwa.
Imam Hasan membelokkan Zhigulinya ke arah Arbatskaya. Beberapa menit kemudian mobil itu sudah meluncur di atas aspal Arbat Ulista menuju stasiun Smolenskaya. Memasuki Panfilovsky Pereulok, Imam Hasan berpesan pada
Ayyas, "Bertakwalah kepada Allah selama di Moskwa ini, Saudaraku. Berhati-hatilah ujian imannya di sini tidak ringan. Ini adalah Negara paling bebas di dunia. Penganut free sex, dan pengakses situs porno terbesar di dunia. Kebebasan di Amerika maupun Belanda sekalipun, tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Rusia ini. Kamu harus ekstra hati-hati. Kalau kamu memerlukan bantuanku jangan segan."
"Baik, Imam." Jawab Ayyas.
Di depan The White House Residence, mobil itu berhenti. Ayyas turun dan langsung memasuki apartemen yang ada di depannya, sementara Imam Hasan dan Aminet memasuki The White House. Ayyas menaiki tangga dengan hati bahagia.
Ia merasa menemukan satu sumber penelitian yang bagus. Ia bisa bertanya kepada Imam Hasan Sadulayev banyak hal. Dan pasti beliau akan bisa menunjukkan orang-orang Muslim Rusia yang bisa ditanya untuk pengumpulan datanya.
Ayyas sudah sampai di depan pintu apartemennya.
Ia melihat jam tangannya. Pukul setengah sembilan. Yelena dan Linor mungkin sudah pulang. Jika mereka sudah pulang, ia berharap, Yelena tidak lagi memakai pakaian yang membuka aurat di ruang tamu. Dan Linor semoga tidak seperti Yelena.
Ayyas membuka pintu dan terkejut bukan kepalang. Ayyas menyaksikan adegan yang tidak boleh disaksikan oleh siapapun. Ayyas langsung memalingkan mukanya dan beristighfar sejadi-jadinya.
Di atas sofa Linor bergumul dengan seorang lelaki bule dan melakukan hal yang diharamkan oleh semua agama. Tubuh Ayyas langsung kaku. Ia tidak tahu harus berbuat apa. 
"Hei kawan kenapa berdiri saja di situ, kemarilah!"
Lelaki bule itu menyapanya dan terang-terangan mengajaknya berbuat dosa besar yang tidak pernah dibayangkannya sama-sekali.
"Bertakwalah kepada Allah selama di Moskwa ini, Saudaraku. Berhati-hatilah ujian imannya di sini tidak ringan." Suara Imam Hasan langsung berdengung di telingannya dan menyebarkan kekuatan iman ke seluruh syaraf-syarafnya.
Ayyas membaca istiadzah dan meludah ke kiri tiga kali. Lalu melewati ruang tengah dengan cepat dan masuk ke kamarnya tanpa menoleh sedikit pun ke arah dua setan terkutuk itu. 
Ayyas membanting pintu kamarnya dengan keras. Ia mendengar sumpah serapah lelaki bule itu. Dan sebentar kemudian ia masih mendengar suara kemaksiatan dari ruang tamu itu. Ayyas langsung menyalakan laptopnya dan membunyikan murattal sekeras-kerasnya sampai ia merasa
aman.
Ia tidak pernah membayangkan akan menyaksikan adegan kemaksiatan yang keji itu. Baru saja ia bertemu dengan orang saleh, yaitu Imam Hasan Sadulayev, dan mendapat banyak masukan dan nasihat yang indah, ia langsung berhadapan dengan sepasang setan berwajah manusia yang melakukan perbuatan keji. Ia sedikit merasa beruntung, Imam Hasan baru saja menasihatinya,
"Bertakwalah kepada Allah selama di Moskwa ini, Saudaraku. Berhati-hatilah ujian imannya di sini tidak ringan." Nasihat Imam Hasan itu sangat membantunya. Imam Hasan Sadulayev seolah mengerti kalau dia akan menghadapi ujian iman yang dahsyat di Moskwa.
Ayyas mengambil air wudhu lalu shalat. Ia teringat sabda Rasulullah Saw., "Dan ikutilah perbuatan dosa dengan amal kebaikan, maka amal kebaikan itu akan menghapusnya." Ia merasa bahwa melihat adegan tidak senonoh itu, meskipun tidak ia sengaja adalah dosa. Ia bahkan merasa dosa itu sangat besar, la sangat takut seolah ada gunung yang runtuh mau menimpanya. Ia
ingin menghapus dosa itu dengan rukuk dan sujud kepada Allah Swt.
Dalam sujud berulang kali ia memohon ampun kepada Allah. Berulang kali ia ucapkan doa Nabi Yunus ketika berada di dalam perut ikan.
"Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau (ya Allah), sungguh aku termasuk orang-orang yang zalim.".
Ayyas menangis memohon kepada Allah agar tidak diuji dengan ujian yang ia tidak mampu melewatinya dengan selamat. 
Ia minta dilindungi oleh Allah, diteguhkan hatinya untuk tetap lurus memegang ajaran Islam yang mulia.
Ayyas masih tersungkur dalam sujudnya, murattal di laptopnya tetap menyala, tiba-tiba pintu kamarnya digedor dengan sangat kerasnya.
Ayyas agak kaget. Ia lanjutkan shalatnya. Pintu kamarnya kembali digedor-gedor. Selesai salam, Ayyas bangkit dengan kemarahan yang langsung
menyala. Siapa yang tidak memiliki sopan santun itu? Mau apa dia menggedor-gedor pintu kamarnya seperti orang gila?
Ayyas membuka pintu kamarnya, dan di hadapannya seorang lelaki bule muda berdiri tegap memelototinya. Di belakangnya berdiri Linor yang berpakaian seadanya dengan mimic wajah yang sangat buruk. Bule itu hanya mengenakan celana panjangnya. Telunjuk kanan bule
itu langsung menuding ke arah Ayyas, dan berkata kepada Ayyas dengan nada menghardik,
"Hai brengsek! Suara dari laptopmu itu mengganggu kami! Kau mau aku pecahkan laptopmu itu!"
Mendengar kata-kata yang sangat memusuhi dan mengintimidasi itu kemarahan Ayyas semakin bertambah. Keberaniannya naik berlipat-lipat.
Spontan Ayyas menjawab,
"Hai setan busuk, jaga mulutmu! Ingat, sekali lagi aku melihat kalian melakukan perbuatan keji seperti binatang di ruang tamu ini, aku pecahkan
kepala kalian!? Kalau melakukan perbuatan keji itu pergilah sana ke kandang babi, jangan mengotori ruang tamu ini! Ruang tamu ini hanya untuk manusia, tidak untuk babi-babi kurap seperti kalian!"
Bule Rusia itu mengatupkan rahangnya, giginya bergemeretak, matanya semakin memerah. Amarahnya tidak tertahan lagi. Ia langsung menyarangkan pukulan ke rahang Ayyas. Ia ingin menghajar Ayyas sejadi-jadinya. Tapi ia terlalu menganggap enteng Ayyas. Pemuda Indonesia yang pernah belajar karate selama enam tahun sejak dari SMP itu dengan mudah mengelak,
bahkan langsung menyarangkan pukulan ke ulu hati bule itu. Bule itu terhuyung ke belakang. Ayyas maju satu langkah. Pandangannya berputar
menyapu seluruh ruangan dengan cepat.
Pertarungan tak terelakkan. Ia langsung mempelajari medan perang, sebab ia harus menang. Kebenaran harus ditegakkan. Kekejian harus disingkirkan.
Lelaki bule itu mengumpat dan langsung mengambil kuda-kuda. Ayyas langsung tahu kemampuan apa yang dimiliki lawannya. 
Itu adalah yudo. Ayyas berdiri tenang. Matanya menatap lelaki bule itu dengan tajam. Ayyas memberi isyarat kepada bule itu agar menyerangnya kalau berani. Bule itu bergerak cepat melancarkan tendangan lurus ke dada Ayyas dengan kaki kanan. Gerakan Ayyas lebih cepat, dengan reflek ia menghindar ke samping kanan. Tendangan bule itu mengenai angin kosong. Belum sampai
kaki kanan bule itu menjejak lantai, Ayyas sudah menendang selangkangan bule itu dengan tumit kaki kanannya sekeras-kerasnya.
Tendangan itu mengenai sasarannya. Dan terdengarlah bunyi "plak!" sangat keras. Linor yang menyaksikan hal itu menjerit dan gemetar. Bule itu mengaduh, hendak roboh. Saat kedua lutut bule itu hendak menyentuh lantai,
Ayyas mengirim tendangan berikutnya dan tepat mengenai rahang bule itu. Seketika terdengarlah bunyi "krak!". Darah mengalir dari mulut bule
itu. Tubuhnya tak ayal terpelanting dan kepalanya terbanting ke lantai.
Ayyas masih diamuk amarah. Ia masih hendak melumat bule itu. Ketika ia hendak mengayunkan tendangan lagi ke arah kepada bule itu, Linor
menjerit, "Tolong hentikan!" Ayyas mengurungkan tendangannya. Ia lalu melangkah mundur dan berdiri tegap. Linor menghambur ke
arah bule yang terkapar di lantai itu dan berkata,
"Oh Sergei, kau terluka. Sudahlah kita...."
"Aku tidak apa-apa Linor. Minggirlah kau. Berdarah seperti ini biasa bagi lelaki. Ini baru satu jurus, aku kurang waspada saja. Lihat saja, brengsek itu akan aku lumat seperti bubur!" Bule Rusia bernama Sergei itu menepis tangan Linor dan bangkit.
"Jangan Sergei, sudah jangan diteruskan!" Tahan Linor. Tapi bule itu malah menempeleng muka Linor dan menghardik, "Diam kau pelacur!"
"Apa katamu, Sergei!?" wajah Linor bertambah buruk.
Sekuat tenaga Sergei menampar lagi wajah Linor dan berkata keras, "Diam!" Linor terpelanting.
Ayyas diam di tempatnya. Ia kini menyaksikan dua setan sedang bertengkar. Linor tidak terima begitu saja diperlakukan seperti itu oleh Sergei. Ia mengambil botol Vodka dan melemparnya ke arah
Sergei yang telah menghadapkan wajahnya kepada Ayyas. Sergei tidak menduga samasekali akan diserang Linor. Lemparan botol itu tepat
mengenai pelipis kanannya. Botol itu pecah.
Pelipis kanannya muncrat darah. Sergei balik arah mengejar Linor. Yang ada dalam dirinya adalah nafsu untuk membunuh perempuan yang baru saja dizinainya.
Linor lari ke dapur dan melempari Sergei dengan segala benda yang ada. Dengan pelipis berdarah, Sergei merangsek maju. Lemparan-lemparan
Linor dengan mudah dihindari Sergei.
Akhirnya Linor terkunci di pojok dapur. Dengan sekuat tenaga Linor memukul dan menendang Sergei. Tapi kekuatan lelaki itu samasekali bukan tandingan Linor. Sergei memukul mulut Linor hingga berdarah. Lalu mencekik leher Linor sekuat tenaga. Linor meronta. Ia berada dalam keadaan antara hidup dan mati, antara mati dan hidup.
Ayyas diam di tempatnya. Ia melihat dua setan saling bunuh. Ia mendengar Linor minta tolong padanya dengan suara tersengat. Tapi ia tetap saja mematung di tempatnya. Namun, tiba-tiba ia tersadar, jika Linor mati, urusannya akan panjang. Ia bisa terseret-seret ke permasalahan hukum Rusia yang bisa mencelakakannya. Bisa-bisa ia nanti yang dianggap membunuh Linor.
Dengan sangat cepat Ayyas melompat ke dapur dan melancarkan tendangan sangat keras ke lambung Sergei. Cekikan Sergei pada leher Linor terlepas. Sergei terpelanting, tapi langsung berdiri. Ayyas mundur kembali ke ruang tamu. Ia sangat waspada. Ia merasa pertarungan ini tidak main-main, lelaki bule itu pasti ingin membunuhnya, tidak sekadar melumpuhkannya.
Sergei menggeram dan menyerang Ayyas sejadi-jadinya. Ayyas mampu menghindari serangan itu dan beberapa kali balik menyerang. Tapi Sergei seperti robot baja yang tahan pukul. Sergei menyerang seperti orang gila. Dan satu ketika satu pukulan Sergei yang sangat keras mengenai pundak kiri Ayyas. Ayyas terpelanting dan merasakan tulang pundaknya seperti patah. Sergei menyeringai tenang. Ia menyerang semakin ganas. Ayyas berusaha menghindar dengan pundak kiri terasa sakit. 
Ayyas terdesak. Akhirnya ia merasa tidak bisa tidak, ia harus menggabung
karate dengan ilmu bela diri Thifan Po Khan.
Ayyas merasa pundak kirinya semakin nyeri, ia bisa tumbang jika tidak segera menyudahi Sergei. Maka begitu ada kesempatan terbuka ia menyarangkan
pukulan tenaga dalam andalan Thifan Po Khan yang ia kuasai. Pukulan itu tepat mengenai dada kiri Sergei. Seketika Sergei mengerang dengan darah muncrat dari mulutnya. Sergei terhuyung ke belakang dan merasakan rasa sakit luar biasa. Ia merasa tidak kuat lagi melawan Ayyas. Sergei ambruk menggelosor bersandar sofa. Ia pasrah pada apa yang akan dilakukan Ayyas padanya. Ayyas berdiri merapikan pakaiannya. Pundak kirinya terasa sakit. Ia merasa ada tulang yang patah atau ada tulang yang lepas dari engselnya.
Linor berjalan pelan dari dapur. 
Ayyas menatap Linor tajam. Pandangan mereka beradu.
"Hei setan, bawa temanmu itu pergi dari sini. Jika tidak aku habisi kalian berdua di sini. Cepat!"
Hardik Ayyas pada Linor dengan mata melotot. Linor tidak terima direndahkan oleh Ayyas yang selama ini ia sebut "Muslim brengsek." Tapi Linor tak berdaya apa-apa kecuali menuruti perintah Ayyas. Linor mendekati
Sergei. Ia mengambil baju Sergei. Memakaikan baju dinginnya. Lalu ia merapikan dirinya sendiri, setelah itu ia memapah Sergei meninggalkan
apartemen. 
Ayyas duduk melepas lelah di sofa ruang tamu. Ia tidak tahu apa yang selanjutnya akan terjadi. Yang jelas ia telah menghajar lelaki Rusia yang kurang ajar itu. Ia tidak tahu apakah Sergei akan selamat dari pukulannya apa tidak. Sebab selama ini ia hanya melatih pukulan itu dan tidak pernah benar-benar menggunakannya pada manusia. Ia sebenarnya tidak ingin menggunakan pukulan tenaga dalam itu, tapi ia sangat terdesak.
Jika ia tidak melumpuhkan Sergei, ia yang akan dilumpuhkan bahkan dibunuh.
Ia jadi teringat ketika mempelajari Thifan Po Khan. Ia belajar ilmu bela diri Muslim China itu justru ketika kuliah di Universitas Islam Madinah.
Suatu hari ia olahraga dengan melatih jurus-jurus karatenya agar tidak lupa. Ia berlatih di tanah lapang di samping asrama. Saat ia berlatih, Ahmad Wong, teman satu kelasnya dari Urwon, China melihatnya. Ahmad Wong mengajaknya berlatih bela diri pada malam hari setelah shalat Tahajud. Ternyata Ahmad Wong adalah seorang pendekar di daerahnya. Ia sangat menguasi Tai Chi dan Thifan Po Khan.
Sejak itu ia menjadi murid Ahmad Wong. Pendekar China Muslim itu mengajarkan Thifan Po Khan setiap minggu dua kali kepadanya.
Mengajarnya setelah shalat Tahajud. Menurut penjelasan Ahmad Wong, Thifan Po Kang adalah salah satu ilmu kung fu andalan. Dalam bahasa Urwun, Thifan Po Khan berarti Pukulan Tangan Bangsawan. Disebut demikian karena gerakan-gerakan dalam Thifan lebih halus dibandingkan beladiri sejenisnya seperti Syufu Taesyu Khan.Sehingga Kung Fu yang halus ini dianggap cocok
untuk para bangsawan. Di negeri China, Thifan menjadi olahraga beladiri kalangan pesantren-pesantren yang lazim disebut lanah. Konon, lanah berasal dari bahasa Arab lajnah, yang berarti panitia atau lembaga.
Layaknya pesantren di Indonesia, yang dipelajari dalam lanah tidak hanya ilmu beladiri, tetapi justru yang utama adalah ilmu-ilmu agama.
Kini istilah lanah sudah bergeser pemaknaannya. 
Lanah masih digunakan untuk menyebut sebuah padepokan latihan ilmu bela
diri Thifan, meskipun tidak lagi berupa lembaga pendidikan seperti pesantren.
Yang membedakan Thifan dengan ilmu bela diri lainnya, di antaranya adalah, di Thifan etika Islami benar-benar ditegakkan. Kelompok latihan laki-laki dan perempuan senantiasa dilakukan terpisah. Bahkan pelatihnya pun yang sejenis.
Gerakan-gerakan dan jurus antardua kelompok ini juga berbeda. Untuk kalangan perempuan lebih halus, namun memiliki kedahsyatan yang sama. Tidak berarti kalau gerakan perempuan lebih halus terus pasti kalah dengan laki-laki.
Setiap kali latihan harus dimulai dan diakhiri dengan doa pembuka dan penutup majelis layaknya majelis ilmu para ulama. Bahkan sering kali ditambah dengan majelis ilmu berupa kajian sirah nabi dan lain sebagainya. Itu juga yang dilakukan Ayyas bersama Ahmad Wong dan beberapa mahasiswa Universitas Islam Madinah ketika latihan Thifan. Latihan dimulai dengan shalat Tahajud, lalu tadabbur satu dua ayat dari Al-Quran, baru latihan. Ahmad Wong sangat serius dalam mengajarkan gerakan-gerakan dasar dalam Thifan mencakup pukulan, tendangan, sapuan, bantingan, serta elakan. Ahmad Wong juga melatih koprol dan salto, sebagaimana sering dilihat di film-film laga dari Hongkong. Latihan salto ini menurut Ahmad Wong sangat diperlukan untuk bertarung, terlebih jika dikeroyok banyak orang. Ahmad Wong juga sangat disiplin melatih pernafasan yang baik. Dalam ilmu bela diri Thifan, selain untuk kesehatan, latihan ini berguna untuk membangkitkan tenaga dalam dari tubuh yang disebut daht. Daht ada yang panas dan ada yang dingin. Jika latihan itu sering dilakukan siang hari yang akan keluar adalah daht panas, yang jika sebuah pukulan yang disarangkan ke
tubuh musuh dilambari daht ini, tubuh musuh yang kena pukulan bisa hangus. Dan jika latihan dilakukan pada malam hari, maka daht yang keluar adalah daht dingin yang dapat menjalarkan rasa dingin membeku pada bagian tubuh lawan hingga ke pangkal tulang.
Kitab kuno yang menjelaskan ilmu bela diri Thifan adalah kitab Zho Dam. Dalam kitab itu menurut Ahmad Wong, Thifan merupakan ilmu perkelahian tersendiri dan merupakan pecahan dari ilmu Tao Kungfu atau Kungfu Tao. Tae berarti dahsyat, sedangkan Kungfu berasal dari kata kungfu yang dalam bahasa China berarti tekun, kebaikan, silat atau tenaga yang terpusat. Konon, kitab Zho Dam itu merupakan sebuah kitab kuno tentang Thifan karya Ahmad Syiharani, seorang pendekar Thifan asal Urwun, China.
"Dengan menguasai Thifan, kita insya Allah aman, memiliki ilmu beladiri yang dahsyat, dan aqidah tetap terjaga. Yang paling penting jangan sampai kita takabbur dan berbuat zalim pada orang lain." Kata Ahmad Wong berpesan.
Ayyas sedikit pun tidak menyesal telah menyarangkan pukulan tangan bangsawan ke dada Sergei. Setan bertubuh manusia seperti Sergei harus diberi pelajaran yang setimpal. Kemungkaran tidak boleh didiamkan. Kemanusiaan harus ditegakkan. Seingatnya, ia melatih pukulan tenaga dalam Thifan itu "pada malam hari, kemungkinan daht yang mengenai Sergei adalah
daht dingin. Ia penasaran, apa akibat yang.dialami oleh Sergei karenanya. Apakah pukulannya bertaji ataukah tidak bertaji sama-sekali? Kalau tidak bertaji sama sekali berarti ia harus banyak berlatih lagi. Yang pasti, tak lama lagi Linor akan memberitahu apa yang terjadi pada Sergei.
***
Ayyas masih duduk melepas lelah di sofa ruang tamu ketika Yelena pulang. Perempuan muda itu kaget bukan kepalang melihat ruang tamu yang berantakan. Pecahan gelas dan botol berhamburan di sana-sini. Kursi yang morat marit.
Dinding yang kotor oleh vodka yang botolnya pecah membentur dinding. Dan tetesan darah yang berceceran di mana-mana.
"Apa yang terjadi Ayyas? Apa yang telah terjadi, kenapa semua berantakan begini?" Tanya Yelena gusar bercampur cemas.
"Linor datang membawa penjahat. Penjahat itu ingin membunuhku. Aku melawan sekuat tenaga. Terjadilah pertempuran. Dan kini penjahat itu entah diseret ke mana oleh Linor setelah aku lumpuhkan." Jawab Ayyas.
"Ceritamu terlalu singkat. Tolong ceritakanlah kronologisnya dengan detil kepadaku. Ini bukan masalah kecil, kalau orang yang kau sebut penjahat ternyata anggota sebuah mafia. Kau pernah dengar kan bagaimana kejamnya mafia Rusia? Ceritakanlah semua padaku jangan ada yang kaututupi, siapa tahu aku bisa memberikan masukan penting!"
Ayyas kemudian menceritakan apa yang terjadi, dari awal sampai akhir. Termasuk bagaimana Linor mau dibunuh Sergei.
"Benar namanya Sergei?"
"Ya. Kenapa?"
"Dia anggota mafia?"
"Anggota mafia?"
"Ya. Dia anggota Voykovskaya Bratva, (Persaudaraan
Voykovskaya) salah satu jaringan mafia yang ditakuti di Moskwa. Tapi jangan
khawatir, Sergei tidak akan berani macam-macam padamu."
"Kenapa kau berkata begitu. Apa jaminannya? Sergei bisa datang dengan anggota mafianya menggeruduk rumah ini."
"Untuk kasus kali ini dia tidak akan berani."
"Apa karena sudah pernah aku lumpuhkan?"
"Bukan karena jera dia pernah kau lumpuhkan. Sama sekali tidak. Jika di tengah jalan kau bertemu dia pasti dia akan mengajakmu berkelahi lagi. Dia tidak akan menggeruduk kemari bersama anggotanya karena dia tidak ingin
hubungannya dengan Linor diketahui oleh Boris Melnikov, ketua mafia Voykovskaya Bratva. Sergei bisa ditembak mati. Linor atau Sergei juga
tidak akan berani lapor polisi, jika itu terjadi malah akan membuat Boris Melnikov tahu segalanya.
Ancamanmu paling berbahaya hanya jika bertemu Sergei lagi, pasti dia akan mengajakmu bertarung lagi sampai mati. Jika mengajakmu bertarung kurasa kau lebih beruntung. Yang repot kalau dia langsung menembak kepalamu dengan revolvernya tanpa peringatan apa pun." Jelas Yelena.
Dalam hati Ayyas berdoa semoga Sergei tidak bisa berjalan lagi, sehingga tidak membahayakan siapa-siapa lagi.
Yelena meletakkan tasnya ke kamar. Lalu keluar lagi, mengambil sapu dan berusaha membersihkan kaca-kaca yang berhamburan.
Ayyas bangkit, ia merasa harus membantu Yelena, dengan berjongkok ia memunguti serpihan-serpihan botol yang pecah bercampur darah yang berceceran di lantai yang dilapisi parket kayu mengkilat itu. Darah juga membasahi beberapa bagian sofa dan karpet di bawahnya.
Sambil memunguti serpihan-serpihan itu, Ayyas membayangkan jika tidak bisa melumpuhkanSergei mungkin kepalanya juga akan pecah seperti botol itu. Lalu jasadnya akan dilempar dari jendela. Kemudian di koran Pravda
akan keluar laporan ada orang Indonesia bunuh diri meloncat dari lantai tiga, kepalanya pecah membentur batu dan seluruh dunia akan percaya begitu saja.
Meskipun Sergei telah ia lumpuhkan, Ayyas meyakini bahwa masalahnya dengan Sergei tidak akan selesai begitu saja. Sergei pasti akan menggunakan
segala cara untuk membalas dendam.
Sergei tidak akan tinggal diam. Menghadapi kenyataan itu, Ayyas memasrahkan diri sepenuhnya kepada Allah, Tuhan yang menghidupkan
dan mematikan. 
"Darah yang nempel di sofa dan karpet itu akan susah dihilangkan." Kata Yelena sambil tetap membersihkan serpihan kaca di lantai. 
"Aku mengkhawatirkan sesuatu." Sambung Yelena.
"Apa itu?" Tanya Ayyas.
"Kalau ada tetangga yang lapor polisi karena suara gaduh saat kalian berkelahi."
"Semoga tidak ada."
"Kalau ada urusannya akan panjang. Darah yang menempel di sofa itu bisa jadi perkara yang berbuntut tidak baik."
"Semoga tidak." Sahut Ayyas sambil menenteramkan dirinya. Jika ia sampai berurusan dengan polisi, atau bahkan sampai berurusan dengan pengadilan, maka rencana yang ia susun selama di Moskwa bisa berantakan semuanya.
Maka setelah membersihkan ruang tamu itu, Ayyas masuk kamar dan kembali sujud memohon pertolongan Allah. Ia meminta kepada Allah agar diselamatkan dari orang-orang yang zalim. Ia berdoa, 
"Allahumma ahlikizh zhaalimina bizh zhaalimin ( Ya Allah hancurkanlah orang-orang yang zalim dengan orang-orang yang zalim).”
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar