Rabu, 27 Maret 2013

Bumi Cinta ( Part 32 )

Bumi Cinta
Karya : Habiburrahman El Shirazy

DILARANG COPY PASTE UNTUK TUJUAN KOMERSIAL !!!

32. Oh, Ibu...
Bagaimana Mama bisa menyembunyikan kenyataan ini sedemikian rapat? Apakah ayah juga tahu siapa aku ini sebenarnya? Kenapa ayah begitu membanggakan diriku, dan menganggap dalam diriku mengalir darah Yahudi yang kental?"
Linor bertanya dengan bibir bergetar dan mata berkaca-kaca. Ia masih belum bisa percaya sepenuhnya pada apa yang didengarnya dari mulut Madame Ekaterina yang selama ini ia anggap sebagai ibu kandungnya.
Madame Ekaterina menjawab,
"Sebelum membawamu keluar dari Beirut. Mama membuat surat keterangan kelahiran di rumah sakit American University, bahwa kau adalah anakku. Ada seorang relawan dari Amerika yang membantu mengurus surat itu. Dengan bekal surat itu, aku bisa membawamu masuk London. Dan selanjutnya kepada siapa pun aku mengaku bahwa kau adalah anak kandungku. Dan tidak ada yang menanyakan siapa ayahmu sebenarnya. Kau tahu sendiri, hal seperti itu biasa saja di Eropa ini.
Mama juga memberi kabar kepada keluarga Mama di Ukraina bahwa Mama sudah memiliki seorang anak perempuan. Dan mereka menyambutnya dengan suka cita. Mama memberimu nama Sofia. Sama dengan nama yang diberi oleh Salma kepadamu. Hanya saja namamu berubah jadi Sofia Corsova, karena Corsov adalah nama ayah Mama, orang yang selama ini kau kenal sebagai kakekmu. Padahal sebenarnya nama kakekmu adalah Abdul Aziz, sebab nama ibu kandungmu yang sesungguhnya adalah Salma Abdul Aziz.
"Ketika umurmu belum genap satu tahun, Mama membawamu berlibur ke sebuah pantai yang indah di Barcelona. Di sana Mama berkenalan dengan seorang pengusaha muda yang tampan, namanya Eber Jelinek. Dia mengaku berasal dari Rusia dan memiliki beberapa rumah penginapan di Spanyol, Yunani dan Rusia. Dalam waktu yang tidak lama kami sangat akrab. Eber, Mama rasa sangat terbuka dan cerdas, maka Mama sangat terbuka kepadanya. Hampir semua yang ada dalam diri Mama diketahui olehnya kecuali satu hal, yaitu rahasia siapa sebenarnya dirimu. Eber hanya tahu bahwa kau anak kandungku dari hubungan gelap dengan seorang teman kuliah yang tidak bertanggung jawab dan kau lahir di Beirut saat Mama bertugas menjadi relawan.
Itu saja. Eber sebenarnya sangat kritis, ia sempat bertanya bagaimana mungkin seorang wanita hamil diijinkan jadi relawan. Mama menjawab
saat memasuki Beirut kehamilan Mama baru dua bulan dan belum nampak. Mama mampu menyembunyikan kehamilan itu. Dan dia percaya.
"Singkat cerita Eber jatuh cinta dan tergila-gila pada Mama. Dan sebaliknya Mama juga suka padanya. Eber semakin gila dalam menginginkan diri Mama menjadi istrinya setelah tahu bahwa ibu Mama adalah seorang Yahudi. Eber
memiliki darah Yahudi yang kental. Singkat cerita kami kemudian menikah. Pernikahan kami diadakan besar-besaran di Rusia, dan Mama akhirnya pindah ke Rusia.
"Setengah tahun menikah barulah Mama tahu kalau Eber ternyata seorang agen Zionis. Jujur, Mama tidak suka dengan Zionis. Dengan baik-baik Mama sampaikan agar dia meninggalkan profesinya sebagai agen rahasia Zionis Israel, atau kalau tidak, maka mama minta cerai. Kau tahu apa reaksi Eber? Ia sangat marah. Ia menangkap kamu dan mengangkat tinggi-tinggi kamu, dan dia mengancam, 'Berani kau minta cerai, maka anak ini akan aku remukkan tulangnya dan mencincangnya seperti tukang daging mencincang hewan sembelihannya. Tetapi sebaliknya jika kau setia, maka aku akan memuliakanmu dan memuliakan anak perempuanmu ini semulia-mulianya.'
"Bulu Mama sampai berdiri mendengar ancaman itu. Maka tidak ada pilihan bagi Mama kecuali meneruskan hidup bersama Eber. Ini demi menjaga dirimu.
"Satu tahun menikah, kami belum juga memiliki keturunan. Dua tahun menikah juga demikian. Eber mengajak Mama periksa kesehatan.
Mama tidak mau, Mama menjawab, anak ini adalah bukti bahwa Mama sehat dan subur. Akhirnya Eber periksa kesehatan, dan benar, ia ternyata mandul. Pelbagai terapi ia coba, tetapi tetap saja mandul. Akhirnya diam-diam Mama juga memeriksakan diri Mama, ternyata Mama juga sama, yaitu mandul. Apa yang terjadi pada Mama tidak Mama sampaikan kepada Eber. Dengan begitu
Mama masih memiliki posisi tawar yang kuat di hadapannya.
"Karena merasa bersalah dirinya mandul, Eber minta agar kamu dianggap saja sebagai anak kandung dirinya. Ini demi menjaga kehormatannya di hadapan kawan dan kenalannya. Mama setuju saja. Akhirnya entah bagaimana caranya ia merubah nama Mama menjadi Shim'ona Jelinek. Dan namamu ia rubah menjadi Linor Jelinek. Itulah nama yang kemudian kita pakai selama hidup di Moskwa. Kau seolah-olah adalah anak Mama dan Eber. Kau mengenal Eber sebagai ayah yang sangat menyayangi dan membanggakan kamu. Eber juga yang mendidik kamu sejak kecil bagaimana menjadi seorang Yahudi, dan bahkan memasukkan kamu menjadi agen Zionis Israel. Eber juga yang membuat kamu sampai sekolah intelijen di Tel Aviv.
"Sampai akhir hayat, Eber hanya tahu bahwa kamu adalah anak Mama, dalam darahmu ada mengalir darah Yahudi. Meskipun menurut tradisi Yahudi, darah Yahudi dari garis ibu kurang diakui, tetapi kepada kawan-kawannya Eber mengaku bahwa sebelum menikah denganku ia telah menghamiliku. Jadi darahmu adalah darah Yahudi yang kental. Karena ayah dan ibumu adalah
Yahudi. Itu yang selalu dikatakan Eber kepadamu dan kepada semua orang Yahudi di mana saja. Dia sampai berbohong seperti itu, karena dia ingin menutupi aibnya sendiri, dan sekaligus dia ingin memuliakan dirimu sesuai janjinya.
Memuliakan dirimu menurutnya adalah dengan menjadikanmu seorang perempuan terhormat dari trah Yahudi yang murni. Begitu menurutnya.
"Itulah kenyataan yang sesungguhnya tentang dirimu, tentang Mama yang selama ini kau anggap ibu kandungmu ini, dan tentang Eber yang Kau anggap sebagai ayah kandungmu selama ini. Kau boleh percaya boleh tidak. Kau boleh
meyakini boleh juga mengingkari. Yang jelas dengan menyampaikan semua ini Mama merasa tidak lagi menanggung beban berat yang terus menghimpit dada. Mama tidak mungkin menceritakan siapa sesungguhnya dirimu selama Eber masih hidup. Jika Mama menceritakannya saat dia masih hidup, kemungkinan besar nyawa Mama dan nyawamu akan melayang karena kemurkaannya."
Linor mendengar penjelasan Madame Ekaterina dengan perasaan tidak menentu. Tubuhnya menggigil. Ada rasa kaget berselimut percaya dan tidak percaya, ada rasa haru, ada rasa sedih, juga ada rasa marah. Ia tidak tahu harus bersikap bagaimana.
"Aku tahu ini pasti membuatmu kaget bukan kepalang. Tetapi Mama berharap kau tetap menganggap Mama sebagai ibumu sendiri dan kau bisa berempati kepada ibu kandungmu yang sebenarnya, yaitu Salma Abdul Aziz yang berhati
bagai malaikat. Kau mau melihat foto Salma beberapa hari sebelum melahirkan kamu? Wajahnya persis seperti dirimu. Kecantikan yang mengalir di wajahmu adalah titisan kecantikan Salma yang berwajah putih bersih. Kau mau Mama tunjukkan fotonya?"
Linor mengangguk. Tenggorokannya seperti kering dan mulutnya begitu berat untuk dibuka.
"Tunggu sebentar. Mama akan ambil foto itu." Madame Ekaterina beranjak menuju almari besar. Perempuan setengah baya itu membuka almari.
Di dalam almari ada koper hitam terletak di bawah pakaian yang bergelantungan. Madame Ekaterina membuka koper itu dan mengambil sebuah buku agenda yang nampak sudah tua. Ia membawa buku agenda itu dan membukanya sambil duduk di samping Linor.
Madame Ekaterina mengeluarkan amplop dari buku agenda itu dan membukanya. Di tangannya ada foto perempuan berjilbab yang jelita. Paras wajahnya mirip sekali dengan Linor.
"Ini foto ibumu beberapa hari sebelum melahirkan kamu." Ujar Madame Ekaterina sambil menyerahkan foto itu kepada Linor. Seketika Linor terperanjat melihat foto itu. Ia seolah melihat dirinya dalam foto itu. Ada perasaan sedih yang perlahan menyusup ke dalam hatinya. Bayangan perempuan yang sobek perutnya dan foto itu silih berganti hadir dalam kepalanya.
Rasa haru Linor perlahan membulat di dalam dada. Setetes airmatanya jatuh membasahi foto itu. Airmatanya terus meleleh. Dan tanpa sadar tangannya mengangkat foto itu dan mendekatkan ke mukanya, dengan suara lirih ia mengatakan,
"Oh ibu." Linor lalu menangis tersedu-sedu.
Dalam tangisnya ia mulai membayangkan semua operasi yang ia jalankan selama ini. Entah sudah berapa ribu nyawa perempuan Palestina yang ia saksikan tewas diterjang peluru dan bom pasukan Israel. Setiap kali terbayang peluru menembus tubuh perempuan Palestina dan perempuan itu tumbang bersimbah darah, ia langsung teringat bahwa yang tumbang itu adalah ibunya.
Hatinya terasa sakit sekali. Ia merasa telah membunuh ibu kandungnya beribu kali.
"Oh ibu, maafkan Sofia." Bibirnya bergetar disela isak tangisnya.
Madame Ekaterina juga menangis di sampingnya.
Tak ada suara apa-apa di kamar itu, kecuali isak tangis dua perempuan itu. Linor dan Madame Ekaterina. Linor menangis karena haru, sedih, dan pelbagai perasaan yang bercampur aduk di dadanya. Sementara Madame Ekaterina menangis teringat Salma, dan teringat pesan Salma. Ada perasaan lega dalam dada Madame Ekaterina, karena ia akhirnya bisa menyampaikan kebenaran yang selama ini ia sembunyikan rapat-rapat dari siapa saja.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar