34. Alibi Seterang Matahari
Siang itu mentari musim dingin menyibak tebalnya kabut kota Moskwa. Mentari itu Nampak indah memendarkan cahaya. Sinarnya menerpa hamparan putih salju, pantulannya menyilaukan mata. Pantulan cahaya yang menusuk mata itu bisa menyulitkan pandangan. Bahkan bagi sebagianorang bisa membuat kepala pusing. Tak heran jika mentari yang menyilaukan itu sampai menjadi sebab terjadinya banyak kecelakaan dimusim salju.
Ayyas merasa heran dengan suasana seaneh itu. Sebenarnya Moskwa musim dingin dengan salju bertumpuk-tumpuk dan langit biru terang disinari mentari luar biasa indah. Hanya saja, ada yang terasa aneh. Yaitu pantulan cahaya yang menyilaukan mata dan suhu udara yang tetap di bawah titik beku.
Dalam benaknya ia berpikir, jika mentari seterang itu, dan dari salju berpantulan cahaya semestinya udara menjadi hangat. Akan tetapi kenyataan yang dirasakannya sungguh aneh- Angin yang berhembus justru semakin dingin seiring dengan semakin teriknya mentari. Ia bingung,kenapa bisa terjadi demikian.
Ayyas melangkahkan kakinya melewati taman Fakultas Sejarah MGU yang sepenuhnya dibungkus salju. Doktor Anastasia berjalan mengikuti tak jauh di belakangnya. Ayyas membayangkan jika musim semi tiba taman itu pastilah
akan nampak indah oleh bunga-bunga yang bermekaran warna-warni dan hamparan rumput yang hijau.
Dengan berjalan sedikit lebih cepat, Doktor Anastasia kini berjalan sejajar dengan Ayyas.
Doktor muda itu nampak berseri-seri. Hatinya berbunga-bunga berjalan di samping Ayyas.
Setelah acara talk show di stasiun televisi, mereka berdua sepakat untuk langsung ke kampus MGU. Ayyas ingin meminjam beberapa buku di perpustakaan, dan juga yang ada di ruangankoleksi Profesor Tomskii untuk ia bawa pulang dan ia baca di apartemennya. Sementara Doktor Anastasia harus mengajar mata kuliah penelitian sejarah untuk mahasiswa pasca sarjana.
"Talk show tadi terasa hangat, sayang ada pemboman sehingga terpaksa diputus di tengah jalan." Gumam Doktor Anastasia sambil menengok ke arah Ayyas.
"Menurut Doktor, siapa pelaku pengeboman yang biadab itu?" Sahut Ayyas dengan tetap mengarahkan pandangannya ke depan.
"Bisa jadi itu kerjaan mafia."
"Mafia?""
"Ya."
"Sedemikian gilanyakah mereka?"
"Kurasa mereka lebih gila dari yang kita ketahui."
"Apa Doktor tidak terlalu subyektif karena Doktor tidak suka pada Melnikov, bos mafia yang menginginkan Doktormenjadi istrinya."
"Ah kamu ini, terlalu kritis."
"Jadi benar?"
"Tak tahulah."
Beberapa kali mereka berpapasan dengan mahasiswa yang sudah mulai banyak hadir di kampus.
Mereka berdua memasuki ruangan Profesor Abramov Tomskii.
Ayyas mengeluarkan laptopnya dan menyalakannya. Ia ingin memberikan laporan perkembangan penelitiannya kepada Profesor Najmuddin di India, dan ia forward ke Profesor Abramov Tomskii di Istanbul. Ia tidak lagi bisa mengakses internet dari apartemen Pak Joko.
Maka ketika berada di ruangan Profesor Tomskii yang dilengkapi fasilitas wi-fi ia memanfaatkan kesempatan mengakses internet sebaik-baiknya.
Ayyas juga membaca berita-berita yang terjadi di Tanah Air. Ia membaca analisis para pakar tentang perkembangan demokrasi di Indonesia.
Para pakar hampir semuanya sepakat bahwa demokrasi di Indonesia membaik, tetapi belum memiliki irah dan sistem yang sehat. Politik uang masih mewarnai pemilihan umum di Indonesia. Penentu kualitas demokrasi di Indonesia ternyata bukan akal sehat dan nurani rakyat, akan tetapi penentunya adalah uang. Boleh dibilang, demokrasi di Indonesia adalah demokrasi uang.
Samasekali bukan demokrasi suara nurani rakyat. Rakyat kecil sendiri yang tidak tahu bagaimana harus hidup dan bersikap di bumi bernama Indonesia, kini hampir-hampir tidak memiliki kepedulian besar siapa yang mereka pilih menjadi wakilnya, dan siapa yang mereka pilih menjadi pemimpin negerinya. Mereka tidak lagi menggunakan akal sehat dan nurani yang bersih dalam menentukan pikiran. Yang mereka lakukan adalah siapa yang memberi uang paling banyak, maka mereka pilih, meskipun itu adalah orang yang paling bejat yang mereka kenal.
Akibatnya banyak wakil rakyat diisi oleh para penjahat. Dan para penjahat itu yang kini sering nampak di layar kaca sebagai pembuat undang-undang penentu masa depan bangsa dan lain sebagainya.
Ayyas begitu asyik dengan layar laptopnya. Ia samasekali tidak memedulikan Doktor Anastasia yang sedang membaca tak jauh dari tempatnya duduk. Doktor Anastasia sudah lama menutup buku yang ia baca. Kedua matanya kini terus memandangi wajah Ayyas yang serius membaca berita di laptopnya.
Suatu ketika Ayyas mengambil nafas dan menoleh ke arah Doktor Anastasia. Pandangan keduanya bertemu. Ayyas tidak memedulikannya, ia kembali membaca berita. Seperempat jam kemudian Ayyas kembali mengambil nafas dan menengok ke arah Doktor Anastasia. Ia kaget, Doktor Anastasia masih memandangi dirinya sehingga pandangan keduanya kembali bertemu.
Ayyas menghentikan aktivitas membacanya dan menghadap wajahnya ke arah Doktor Anastasia.
"Kenapa Doktor memandangi saya dengan aneh begitu? Ada yang salah dengan saya?"
Doktor Anastasia tergagap mendengar pertanyaan Ayyas. Ia berusaha mengendalikan dirinya.
"Tidak. Saya hanya menyayangkan orang secerdas kamu dan sebaik kamu, tetapi pada akhirnya tidak akan selamat di hari akhir nanti." Jawab Doktor Anastasia setenang mungkin. Doktor muda itu berusaha keras menenangkan degup jantungnya yang mengencang.
"Apa maksud Doktor?" Doktor Anastasia kembali tergagap. Ia baru menyadari apa yang telah diucapkannya. Ia terlalu terbawa oleh perasaan sayangnya kepada Ayyas. Perasaan itu membuat dirinya merasa harus menyelamatkan Ayyas dari kesesatan yang akan berujung kepada kecelakaan di hari pembalasan kelak. Seharusnya ia tidak mengucapkan kalimat itu, tetapi sudah terlanjur ia ucapkan.
Ayyas pasti langsung mengerti apa maksudnya. Ayyas orang yang cerdas.
"Kau cerdas dan baik, sayang kau masih menganut kepercayaan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Sebaiknya kau mengikuti jalan keselamatan seperti yang aku ikuti. Maka kau akan selamat dan bahagia." Kata Doktor Anastasia menjelaskan dengan suara agak bergetar. Doktor muda itu sampai tidak percaya bahwa dia berani mengatakan hal itu.
Ayyas tersentak sesaat mendengarnya. Setelah mengambil nafas panjang Ayyas menjawab,
"Terima kasih Doktor sudah memerhatikan saya sedemikian serius, sampai keselamatan saya di hari kemudian pun tidak luput dari perhatian Doktor. Sungguh saya sangat menghormati Doktor. Saya tidak ingin sedikit pun mengecewakan atau melukai hati Doktor. Tetapi ketahuilah Doktor, jika agama yang Doktor anut memberikan doktrin bahwa jalan keselamatan itu harus mengikuti ajaran agama yang Doktor anut. Dan itu yang kini Doktor yakini. Maka saya juga sangat meyakini, bahwa satu-satunya jalan selamat di dunia dan di akhirat adalah dengan memeluk Islam.
"Dalam pandangan agama saya, maaf, orang seperti Doktor justru termasuk menyekutukan Allah, termasuk orang yang menghina Allah. Dalam ajaran yang saya yakini, Tuhan itu hanya satu yaitu Allah. Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa. Tuhan yang menciptakan langit dan bumi. Tuhan yang menciptakan manusia. Dialah tempat bergantung yang sesungguhnya. Dia tidak memiliki anak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada di jagad raya ini yang menyerupainya. Jika Doktor merasa kasihan kepada saya, saya pun memiliki perasaan yang sama, saya merasa kasihan kepada Doktor.
"Orang secerdas Doktor bagaimana bisa meyakini bahwa Tuhan memiliki anak? Anaknya itu berbentuk manusia, yang juga jadi Tuhan. Bagaimana mungkin pakar sejarah secerdas Doktor masih juga dibohongi oleh para teolog yang sangat dipengaruhi filsafat klasik Yunani, terutama dari mazhab STOA yang pantheitis, menganggap Tuhan dan makhluk merupakan satu kesatuan atau satu substansi, hanya berbeda dalam penglihatan bentuk. Sungguh.saya sangat kasihan kepada Doktor. Tetapi sudahlah, Doktor pasti sangat meyakini kebenaran ajaran agama yang Doktor peluk. Demikian juga saya.
"Saya pun sangat meyakini ajaran agama yang saya peluk. Saya akan mempertaruhkan apa saja yang saya miliki untuk mempertahankan keyakinan saya, termasuk nyawa saya. Sungguh saya rela kalau sampai saya harus kehilangan nyawa saya demi mempertahankan keyakinan Tauhid yang ada di hati saya. Karena itu sebaiknya kita saling menghormati. Bagimu agamamu dan bagiku agamaku."
Jawaban Ayyas itu membuat Doktor Anastasia tertunduk. Ia sudah menduga Ayyas pasti akan teguh membela keyakinannya. Ia tidak tahu harus bagaimana meruntuhkan batu karang yang bercokol teguh di hati Ayyas. Yang membuatnya sedikit terhibur adalah, bahwa ia sudah merasa menyampaikan kebenaran kepada Ayyas.
Sebaliknya Ayyas sebenarnya merasa sangat terkejut melihat betapa beraninya Doktor Anastasia mengatakan hal itu kepadanya. Ia sangat menghormati doktor muda itu. Ia tidak berharap bahwa doktor muda itu akan berpindah keyakinan. Sebab ia yakin, keyakinan yang dipeluk doktor muda itu sudah mengurat akar di dalam jiwa dan pikirannya sejak kecil. Tidak mudah untuk dirubah. Yang jelas, ia sudah menyampaikan apa yang harus ia sampaikan sebagai penyeru di jalan Allah. Ia sudah menyampaikan ajaran Tauhid bahwa Tuhan itu hanya satu, yaitu Allah. Terserah doktor muda itu mau percaya atau tidak.
Tidak ada paksaan samasekali dalam memeluk agama Islam. Sebenarnya ia juga tidak ingin menyampaikan kalimat-kalimat itu kepada Doktor Anastasia. Sebab ia yakin Doktor Anastasia yang kutu buku itu pasti sudah banyak membaca tentang ajaran Islam. Jadi ia tidak perlu lagi mengajaknya berislam. Di hari akhir kelak, doctor muda itu akan mempertanggungjawabkan sendiri kenapa tidak berislam, padahal telah mendengar seruan. Yang membuatnya harus menyampaikan kalimat-kalimat itu karena Doktor Anastasia yang memulai. Doktor muda itu yang memaksanya untuk memberikan garis tegas yang tidak boleh dilanggar.
"Kalimatmu bagus. Bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Kalimat yang adil, terkandung di dalamnya rasa menghargai dan toleransi yang tegas." Gumam Doktor Anastasia.
"Itu bukan kalimat saya. Itu cuplikan dari terjemahan sebuah ayat di dalam Al-Quran," jawab Ayyas tenang.
"O ya? Saya tidak pernah mendengarnya sebelumnya."
"Kalimat itu ada di surat Al-Kaafiruun. Di bagian juz tiga puluh. Bagian agak akhir dalam Al- Quran."
"O ya?"
"Ya. Benar."
Tiba-tiba ponsel Doktor Anastasia berdering.
Ada telpon dari Prof. Dr. Lyudmila Nozdryova, Guru Besar Ilmu Bedah Jantung Fakultas Kedokteran.
"Doktor Anastasia?" Tanya suara dari seberang, begitu telpon diangkat.
"Iya Profesor Lyudmila. Ada apa?" "Coba lihatlah siaran televisi sekarang. Penting. Kelihatannya ada yang salah di sana. Aku yakin ada yang salah di sana. Mana mungkin, mahasiswa dari Indonesia yang kau bimbing itu yang melakukan pemboman di Metropole Hotel."
"Apa? Siarannya seperti itu?"
"Makanya segera kamu lihat layar televisi."
"Baik."
Anastasia menutup ponselnya dan berpaling kepada Ayyas.
"Ayo ikut aku ke tempat Bibi Parlova." Seru Anastasia kepada Ayyas.
"Ada apa?"
"Cepatlah. Ini penting." Kata Anastasia dengan tegas setengah memaksa.
Anastasia melangkah keluar diikuti Ayyas yang meninggalkan laptopnya yang masih hidup begitu saja. Tak lama kemudian mereka sampai di ruang kerja Bibi Parlova yang tak lain adalah dapur kecil yang menempel di gedung itu. Di pojok dapur itu ada televisi kecil yang biasa digunakan Bibi Parlova menonton acara-acara televisi sambil memasak atau meracik makanan.
Bibi Parlova sedang tidak ada di ruangan itu, tetapi pintu ruangan itu terbuka begitu saja.
Anastasia langsung menyalakan televisi dan memutar cannel yang dimaksud oleh Prof. Dr. Lyudmila. Ayyas masih belum tahu kenapa Anastasia membawanya ke ruangan itu dengan setengah memaksa.
"Ada apa sebenarnya?" Tanya Ayyas.
"Kita lihat siaran tentang pemboman Metropole Hotel. Kata Profesor Lyudmila pemboman itu dikaitkan dengan dirimu."
"Apa maksudnya dikaitkan dengan diriku? Aku tidak paham."
"Makanya kita akan lihat siaran itu. Biar kita tahu apa yang terjadi." Tukas Anastasia sambil membenarkan antena televisi untuk mencari gambar yang jelas. Setelah jelas ia mundur. Nampak di layar televisi lobby Hotel Metropole yang porak-poranda. Lalu kamera mengambil middle close up korban-korban yang tewas dengan tubuh hancur dan muka berdarah-darah. Sang penyiar menjelaskan runtutan kejadian terjadinya pemboman. Keterangan beberapa saksi mata dihadirkan.
Lalu seorang saksi menjelaskan ciri-ciri lelaki yang diyakini membawa bom itu dan meledakkan bom itu. Pihak kepolisian sementara ini menduga pemboman dilakukan oleh seorang pemuda Muslim Asia Tenggara yang berinisial MA. Pihak kepolisian mendasarkan dugaannya dari keterangan dua orang saksi mata, dan dari rekaman kamera hotel. Setelah itu sketsa wajah orang yang diduga sebagai pelaku pemboman dinampakkan.
Dan wajah itu mirip sekali dengan Ayyas.
Melihat tayangan itu tubuh Ayyas bergetar. Ia kaget bukan kepalang.
"Apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa diriku yang dituduh? Bagaimana mereka mendapatkan fotoku?" Tanya Ayyas yang diliputi rasa cemas
dan bingung.
"Ini jelas ada suatu skenario yang kita tidak tahu. Tetapi kau tenanglah, aku dan Profesor Lyudmila akan menjadi orang yang pertama membelamu. Kau punya alibi yang sangat kuat. Saat pemboman itu terjadi kau sedang siaran langsung bersamaku. Tidak mungkin kau berada di dua tempat dalam satu waktu."
Setelah menonton acara itu, Anastasia. Mengajak Ayyas menemui direktur program talk show.
Sebelum menemui direktur program talk show Ayyas mengajak Anastasia ke KBRI untuk menyampaikan apa yang terjadi. Begitu Ayyas dan Anastasia sampai di sana, Pak Joko menyambut mereka berdua. Pak Joko menemani mereka menghadap Bapak Duta Besar.
"Untung kamu memberitahu KBRI tentang acara talk show itu, sehingga KBRI merekam acara live itu dan menyimpan rekamannya. KBRI juga telah memberitahu kepada kedutaan Negara-negara Asia Tenggara untuk menonton acaramu.
Bahkan KBRI juga memberitahu kedutaan negara-negara Arab di Moskwa ini untuk menontonnya. KBRI sempat kaget ketika kamu disebut sebagai pelaku pemboman. Padahal saat bom itu meledak kau sedang live di acara talk show "Rusia Berbicara." Kau tidak usah cemas, KBRI sudah mengirim nota protes ke stasiun yang memberitakan dirimu dengan tidak benar. KBRI juga melayangkan nota protes kepada pihak Kementerian Luar Negeri Rusia. Tenanglah seluruh dunia akan membelamu. Sebab, kau memiliki alibi yang seterang matahari di siang bolong."
Bapak Duta Besar menenteramkan Ayyas dengan kata-katanya yang berwibawa dan meyakinkan. Mendengar penjelasan Bapak Duta Besar, Ayyas merasa senang dan tenang. Ia kini tidak sendirian. Kini negara Republik Indonesia sepenuhnya berada di belakang dirinya. Dan baru kali ini Ayyas merasa bangga menjadi warga negara Indonesia, lantaran negaranya secara penuh siap membelanya hingga titik darah penghabisan, di forum pengadilan-massa internasional.
Baru kali ini ia merasa Indonesia memiliki keberanian luar biasa layaknya negara-negara adikuasa seperti Amerika Serikat, Jerman, Inggris, dan Perancis.
"Jika sampai dua jam ke depan pihak stasiun yang menuduhmu itu tidak meralat keterangannya, maka kita akan mengadakan konferensi pers untuk mensomasi dan seterusnya menggugat stasiun televisi itu secara hukum. KBRI berani menjamin kita yang menang. Apalagi stasiun yang menyiarkan dirimu talk show dengan live itu bersaing dengan stasiun yang menuduhmu sebagai pelaku pemboman. Jadi stasiun yang mengundangmu acara live akan membela dirimu mati-matian," tambah Pak Duta Besar meyakinkan.
Setelah itu Ayyas dan Anastasia meluncur ke stasiun yang menyiarkan acara talk show-nya secara live. Direktur Program acara talk show menyatakan siap membela Ayyas mati-matian.
"Kami justru akan menjadikan kecerobohan stasiun saingan kami dengan menuduh Ayyas seenaknya itu sebagai bumerang yang akan menghantamnya habis-habisan. Kau jangan cemas kawan," kata Direktur Program sambil
menepuk pundak Ayyas.
"Terima kasih," lirih Ayyas.
"Kami yang harus berterima kasih kepadamu."
***
Sampai malam tiba, belum ada ralat dari pihak stasiun televisi yang menuduh Ayyas sebagai pelaku pemboman. Pihak KBRI bergerak dengan cepat. Pihak KBRI mengontak Kementerian Luar Negeri Rusia untuk menandaskan protesnya sekali lagi. Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan bahwa pihaknya sudah menegur pihak kepolisian dan stasiun televisi tersebut. Hari
berikutnya segalanya akan diurus. Tetapi pihak KBRI tidak bisa menunggu lama, khawatir opini akan berkembang dengan cepat. Yang dirugikan adalah citra Indonesia. Dengan tegas pihak KBRI akan menggelar konferensi pers sebagai pelurusan berita yang telah berkembang.
Pukul sembilan malam, pihak KBRI mengundang wartawan media cetak dan elektronik terkemuka dan menggelar konferensi pers di auditorium KBRI. Bapak Duta Besar langsung menjadi juru bicara. Setelah itu dihadirkan kesaksian dari Direktur Produksi talk shoiv "Rusia Berbicara".
Direktur itu memutar ulang siaran langsung talkshow tersebut. Setelah itu Sang Direktur Program berkata,
"Saat pemboman terjadi, kami masih siaran. Ayyas masih on air di studio. Karena pemboman itulah siaran kami percepat, dan kami potong di tengah jalan. Jadi menuduh pelaku pemboman itu adalah seorang pemuda Muslim ekstremis asal Indonesia bernama Ayyas adalah sebuah fitnah dan kebohongan publik yang tidak bisa diterima akal sehat. Anda juga silakan cermati dialog talk show itu, Muhammad Ayyas sangat educated, dan open mind. Sama sekali tidak ada tanda-tanda sebagai seorang ekstremis. Stasiun televisi yang menuduh Ayyas sebagai pelaku pemboman harus segera minta maaf dan mencabut beritanya. Jika tidak ini akan menjadi bencana besar bagi dunia jurnalistik Rusia. Dunia akan menuduh Rusia tidak mengenal kode etik jurnalistik. Bahkan dunia bisa menuduh dunia jurnalistik Rusia sangat purba dan tidak beretika. Ini sungguh gawat!"
Setelah itu giliran Doktor Anastasia Palazzo memberikan kesaksian dan jaminan bahwa Ayyas sama sekali jauh dari tuduhan itu.
"Semuanya sudah jelas. Siapa pun yang berakal akan menolak tuduhan itu. Apakah mungkin seseorang berada di dua tempat di waktu yang sama?" Prof. Dr. Lyudmila juga memberikan komentar yang membela Ayyas.
"Dia sangat moderat. Datang ke Moskwa ini sebagai visiting fellow, di bawah persetujuan dan bimbingan Prof. Dr. Abramov Tomskii, pakar sejarah terkemuka yang dimiliki Rusia. Prof. Dr. Abramov Tomskii tidak sembarangan memberikan rekomendasi. Dari beberapa kali diskusi dengan Ayyas, saya tidak menemukan cara berpikirnya yang mengarah sebagai seorang teroris, sama sekali tidak ada. Pagi tadi saat terjadi pemboman, saya sedang asyik menyaksikan acara talk show yang disiarkan secara live. Ayyas menjadi salah satu nara sumber di acara itu. Tidak mungkin dia berada di Metropole Hotel dan melakukan aksi teror itu. Ya, benar kata Doktor Anastasia Palazzo, akal sehat mana pun tidak akan bisa menerima tuduhan itu.
Tidak mungkin Ayyas ada di dua tempat pada saat yang sama. Itu hanya terjadi jika Ayyas memiliki saudara kembar, dan saudaranya itu ada di sini, dan yang melakukan pengeboman itu tetap bukan Ayyas tetapi saudara kembarnya Ayyas."
Pagi harinya Moskwa geger oleh berita yang terjadi karena konferensi pers yang diadakan oleh KBRI. Banyak koran dan media cetak yang mengutuk pemberitaan tidak benar yang dilakukan oleh stasiun televisi yang menuduh Ayyas melakukan pemboman.
"Teroris Harus Diberantas Tetapi Jangan Menuduh Sembarangan." Demikian headline sebuah koran ternama di Rusia. Kini opini yang mendukung Ayyas sangat kuat dan besar. Pihak Kementerian Luar Negeri Rusia pun buru-buru
meminta maaf kepada Ayyas, KBRI, dan kepada bangsa Indonesia secara lebih luas, atas tuduhan yang tidak memiliki bukti apa pun yang disiarkan oleh salah satu stasiun televisi Rusia. Pihak kepolisian juga langsung meralat dugaan mereka yang salah.
"Kami mendapat informasi dari sumber yang salah, jadinya dugaan kami pun salah. Kami terlalu tergesa-gesa. Kami mohon maaf. Kami akan segera mencari pelaku pemboman itu dan menangkapnya, dan kami akan menindak tegas orang-orang kami yang bertindak tidak professional dan tidak akurat."
Demikian juru bicara kepolisian Rusia memberikan keterangan kepada pers. Dengan begitu Ayyas terbebas dari segala macam tuduhan yang mengancam jiwanya tersebut. Dan Ayyas bisa melanjutkan aktivitasnya melakukan penelitian dengan tenang di Moskwa. Lewat telpon Ayyas menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak Duta Besar yang sangat perhatian kepada warga negara Indonesia, terutama kepada kasus yang menimpanya. Dengan penanganan Bapak Duta Besar yang cepat, masalahnya tidak berlarut dan berkembang ke mana-mana. Ayyas juga menyampaikan rasa terima kasih, tentu saja kepada Doktor Anastasia Palazzo, Prof. Dr. Lyudmila, dan Direktur Program Talk Show "RusiaBerbicara."
Sementara itu pihak kepolisian Rusia terus bekerja keras. Mereka sesungguhnya sangat malu pada kecerobohan mereka. Seandainya Ayyas tidak sedang siaran live di acara talk show itu, polisi masih akan bisa membuat rekayasa dan memaksakan opininya. Tetapi alibi Ayyas terlalu kuat. Jika tetap dipaksakan Ayyas sebagai pelakunya, maka pihak kepolisian akan dituduh sebagai kumpulan orang-orang paling pandir di Rusia.
Bahkan pihak kepolisian tidak memiliki bukti sama sekali untuk mengaitkan Muhammad Ayyas dengan jaringan teroris. Informasi yang diterima pihak kepolisian, bahwa di tempat tinggal Ayyas ada bahan-bahan peledak yang siap dirakit juga tidak benar. Polisi sudah memeriksa kamar Ayyas di apartemen tua di daerah Panvilovsky Pereulok, dan polisi tidak menemukan benda apa pun yang mencurigakan. Kamar itu kini dihuni seorang nenek tua bernama Margareta. Dan nenek tua itu memberikan kesaksian yang justru menguntungkan Ayyas. Nenek tua itu mengatakan, Ayyas adalah anak muda yang baik budi pekertinya. Yelena yang juga tinggal di rumah itu juga mengatakan, tidak mungkin Ayyas yang melakukan pemboman yang biadab itu.
"Saya tahu persis siapa Ayyas. Dia orang baik, saya berani menjamin. Dia tidak mungkin berbuat sekejam itu. Tidak mungkin. Siaran di televise yang menuduh Ayyas itu sungguh ceroboh."
Kata Yelena kepada penyidik dari kepolisian Rusia.
Setelah tidak menemukan bukti apa pun di bekas tempat tinggal Ayyas, maka pihak kepolisian tidak ada jalan untuk selamat, kecuali harus tegas berani minta maaf kepada publik dan kepada Ayyas khususnya. Pihak stasiun yang menuduh Ayyas juga segera menyiarkan permohonan maaf atas pemberitaannya yang tidak akurat.
"Khusus untuk kasus ini, karena kami panik dan tidak bisa menerima adanya teror di Moskwa ini, sampai kami kurang teliti melakukan analisis.
Kami menerima berita yang sangat mentah dan tidak akurat yang itu datang dari pihak kepolisian. Karena pihak kepolisian sudah mencabut dugaannya, maka tidak ada alasan bagi kami untuk tidak mencabutnya. Kami minta maaf
atas pemberitaan yang tidak nyaman ini.
Khususnya bagi pemuda Indonesia yang sedang menjadi visiting fellow di MGU bernama Muhammad Ayyas. Kami juga minta maaf kepada Bangsa Indonesia. Semoga kejadian kecil ini tidak memengaruhi persahabatan kedua
bangsa besar ini, yaitu Rusia dan Indonesia."
Demikian juru bicara pihak stasiun televisi itu menyampaikan permohonan maafnya. Kini Ayyas benar-benar bisa bernafas lega. Malam itu Ayyas bisa tidur dengan tenang dan nyaman di kamarnya yang sederhana, di Aptekarsky Pereulok yang berada di kawasan Baumanskaya. Sebelum tidur Ayyas menyempatkan diri untuk rukuk dan sujud kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ayyas menutup ibadahnya malam itu sebelum tidur dengan shalat Witir.. Ayyas sangat yakin yang menyelamatkannya dari marabahaya sesungguhnya adalah Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Yang masih mengganjal di kepalanya adalah ada skenario dan rekayasa apa sebenarnya di balik pengeboman itu. Siapa sebenarnya pelaku dan dalang pengeboman itu? Kenapa orang Indonesia yang sengaja diopinikan sebagai pelaku pengeboman itu? Dan orang Indonesia yang dituduh itu adalah dirinya, kenapa dirinya?
Mereka membuat rekayasa, tetapi rekayasa Allah mengatasi segalanya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar