Kamis, 09 Mei 2013

Bumi Cinta ( Part 39 )

Bumi Cinta
Karya : Habiburrahman El Shirazy

DILARANG COPY PASTE UNTUK TUJUAN KOMERSIAL !!!

39. Manusia Baru

Matahari sore bersinar kuning keemasan. Langit biru cerah. Angin berhembus sejuk. Tidak panas, juga tidak dingin. Bunga-bunga bermekaran di pinggir-pinggir jalan dan di taman-taman.
Ayyas melangkah dengan dada lapang.
Besok lusa ia akan pulang, tidak ke India tempat dimana ia belajar, tetapi langsung ke Tanah Air tempat dimana ia akan berjuang. Keberadaannya sekian bulan di Moskwa cukup menambah pengalaman yang bisa ia bagi-bagikan kepada orang-orang di kampung. Apa yang ia lihat dan ia alami, juga hikmah yang ia dapat selama di Moskwa bisa digunakan sebagai bahan untuk
memotivasi anak-anak muda yang haus hikmah dan pelajaran.
Ayyas menyusuri Aptekarsky Pereulok. Beberapa puluh meter lagi ia akan sampai di depan dom-nya. Cukup melelahkan juga ia berjalan keliling kota Moskwa dari pagi sampai menjelang sore. Ia sudah melihat keindahan hamparan bunga tulip di taman Aleksandrovskiy Sad. Ia sudah melihat Kremlin dan Lapangan Merah di musim semi. Ia juga sudah melihat bunga-bunga yang bermekaran di Gorki Park. Ia sudah sampai di depan Balshoi Teater dan melihat-lihat papan pengumuman di sana, meskipun ia tidak masuk ke dalamnya. Dan ia sudah melihat detil keindahan stasiun Metro Komsomolskaya. Stasiun itu memang menakjubkan. Seumpama istana raja di
bawah tanah. Stalin membangunnya untuk pamer kemegahan kepada siapa pun di zamannya dan di zaman setelannya.
Konon, stasiun itu memang sengaja dibangun untuk memberikan kesan kekuatan dan keabadian kekaisaran gaya Stalin. Sayangnya, Ayyas tidak kuat untuk mencapai Galeri Tretyakov. Ia sudah sangat letih. Jika masih ada waktu, besok setelah belanja tambahan oleh-oleh bersama Pak Joko, ia akan menyempatkan masuk Galeri Tretyakov yang terkenal itu.
Ayyas melihat ke depan. Sekilas ia melihat seorang gadis dengan pakaian rapi menghilang masuk ke dalam dom tua, tempat di mana apartemennya berada. Sekilas dari jauh kelebatan dan warna pakaian gadis itu seperti Sarah, adik Shamil. Ia sediku. bahagia, ada kemungkinan yang berkelebat masuk itu adalah Sarah. Setelah khataman Al-Quran bersama Shamil, ia menyampaikan kepada kedua muridnya itu, ia akan meninggalkan Moskwa dan pulang ke Indonesia.
Shamil nampak begitu sedih mendengar berita itu. Ia sampai meneteskan airmata. Shamil kelihatannya masih ingin belajar banyak dari Ayyas.
Sementara Sarah meskipun juga nampak sedih, tetapi tidaklah sesedih kakaknya. Sarah berjanji akan membuatkan kenang-kenangan untuk Ayyas
sebelum pulang. Sarah berjanji akan membuatkan syal dari benang wol yang akan ia rajut sendiri dengan kedua tangannya. Ayyas sangat bahagia mendengarnya.
Apakah itu Sarah yang mengantarkan syal buatannya? Ayyas tidak bisa memastikan, tetapi entah kenapa ia yakin begitu saja bahwa yang masuk adalah Sarah. Ayyas mengejar dengan mempercepat langkahnya. Ia bahkan seperti setengah berlari.
Ayyas masuk dom tak lama setelah gadis itu masuk. Ketika sampai di tangga Ayyas mendengar suara sepatu perempuan sedang naik.
Kembali ia beranggapan itu adalah Sarah. Ia tirukan suara langkah itu. Dan jika berhenti ia ikut berhenti. Beberapa saat kemudian ia merasa ditunggu, sebab lama sekali suara itu terdiam, padahal ia yakin belum sampai lantai tiga di mana ia tinggal. Ayyas yakin, Sarah sedang menunggu siapa orang yang mengikutinya.
Akhirnya Ayyas tidak tahan untuk diam terus. Ia melangkah naik. Dengan tenang kakinya menapaki tangga menuju lantai tiga. Ayyas melihat agak ke atas ke orang yang tengah menunggu dirinya yang ia kira Sarah. Ia kaget. Seorang perempuan muda nampak diam menunggunya. Begitu kedua matanya menangkap sosok yang berdiri tak jauh darinya ia langsung tahu, bahwa itu bukan Sarah. Hanya warna pakaiannya saja yang seperti warna pakaian Sarah. Tubuh Sarah tidak setinggi tubuh perempuan yang berdiri di
hadapannya.
Ayyas jadi salah tingkah. Ia merasa telah mempermainkan orang lain. Ia sangat menyesal kenapa ia bertingkah seperti anak kecil dengan menirukan langkah orang yang menaiki tangga yang ada di depannya. Ternyata yang ia tirukan suara langkahnya bukan Sarah, yang biasa menirukan langkahnya kalau ia berkunjung ke rumahnya, dan kebetulan Sarah ada di belakangnya.
Yang ada di depannya ternyata bukan Sarah, tetapi perempuan dewasa yang ia belum pernah melihat wajahnya sebelumnya. Ayyas tidak berani menatap perempuan itu karena malu. Perempuan itu pasti marah padanya. Ayyas bersiap untuk menerima cacian dari perempuan itu dan bersiap untuk meminta maaf kepadanya dengan penuh kerendahan hati.
"Ayyas?" Sapa perempuan itu dengan suara lembut dan bibir bergetar.
Ayyas kaget mendengarnya. Perempuan yang tidak dikenalnya itu mengenal dirinya dan memanggil namanya. Otaknya langsung berputar, mungkin dia salah satu peserta seminar di Fakultas Kedokteran MGU, atau dia salah satu
pemirsa acara talk show "Rusia Berbicara" sehingga ia mengenalnya. Tiba-tiba ada rasa bangga menyusup di dalam hatinya. Ternyata dirinya terkenal juga di Moskwa. Menyadari ada rasa takjub pada diri sendiri yang hadir, Ayyas langsung beristighfar memohon ampun kepada Allah.
Takjub pada diri sendiri menurut para ulama adalah sifat tercela, termasuk penyakit hati yang harus diberantas. Sebab takjub pada diri sendiri ibaratnya adalah saudara kandung takabbur. Dan itu adalah sifat yang hanya Allah yang boleh memilikinya, makhluk-Nya tidak boleh.
Makhluk yang takabbur sangat dimurkai Allah.
Ayyas kembali beristighfar.
"Anda Ayyas, benar?" Tanya perempuan itu lagi.
"Ya benar. Saya Ayyas. Bagaimana Anda kenal saya?" Jawab Ayyas dan balik bertanya.
"Kau sudah lupa padaku ya? Aku ini Linor."
"Linor?"
"Iya, Linor yang pernah satu apartemen denganmu."
"Ingatan saya masih sehat. Maaf, Linor yang pernah saya kenal tidak seperti Anda."
"Demi Allah, Ayyas, aku ini Linor."
"Dan Linor yang aku kenal tidak mengenal sumpah demi Allah."
"Sekarang Linor itu sudah mengenal Allah, Ayyas. Dia sudah berubah. Ayo izinkan aku masuk ke apartemenmu aku akan jelaskan semuanya."
"Jelaskanlah di sini saja. Tidak ada masalah. Aku takut kalau kau masuk ke apartemen berdua denganku nanti bisa terjadi fitnah."
"Tolonglah Ayyas, ini penting sekali. Dan aku sekalian mau numpang shalat."
"Shalat?"
"Ya."
"Linor mau shalat?"
"Ya."
"Allahu akbar! Ini sebuah keajaiban. Tetapi aku belum bisa percaya kalau Anda Linor."
"Berilah kesempatan padaku untuk shalat dan menunjukkan siapa aku sebenarnya."
"Baiklah. Mari."
Ayyas melangkah menuju pintu apartemennya dan membukanya. Ia lalu mempersilakan Linor masuk. Ayyas mempersilakan tamunya untuk mengambil air wudhu dan shalat di ruang tamu.
Ia sendiri setelah wudhu masuk kamarnya dan menutupnya rapat-rapat pintu kamarnya. Ayyas shalat di dalam kamarnya.
Di kamar mandi Linor melepas wignya. Ia membersihkan mukanya dengan pembersih yang ia bawa. Alis yang ia tebalkan ia bersihkan dan ia biarkan seperti aslinya. Beberapa tahi lalat yang ia buat juga sudah hilang. Kini yang nampak adalah Linor yang sesungguhnya. Ia kemudian memakai busana Muslimah yang ada di tas ranselnya. Setelah itu ia keluar ke ruang tamu dan shalat Zuhur yang digandeng dengan shalat Ashar, masing-masing dua rakaat.
Selesai shalat, Linor menunggu Ayyas dengan sabar, dengan duduk di sofa ruang tamu. Ia duduk dengan menundukkan kepala. Penampilannya sangat berbeda dengan Linor saat tinggal di Smolenskaya dan dengan Linor yang menyamar menjadi gadis Rusia tadi.
Sepuluh menit kemudian, Ayyas keluar. Pemuda Indonesia itu tersentak melihat ada sosok berjilbab duduk di sofa ruang tamunya dengan muka tertunduk. Sosok itu sama sekali bukan sosok yang tadi memaksanya masuk untuk numpang shalat.
"Anda siapa?"
"Tadi sudah aku katakan, aku ini Linor."
"Anda perempuan yang tadi?"
"Ya." Jawab perempuan itu sambil mengangkat kepalanya. Perlahan nampaklah wajahnya.
Dan Ayyas tersentak kaget. Hatinya langsung berdesir melihat wajah perempuan yang ada di hadapannya. Itu adalah benar Linor. Nampak begitu anggun dan bersih dalam balutan jilbab putih dan gamis biru muda.
"Subhanallah. Anda benar-benar Linor."
"Ya aku Linor."
"Dan Anda kini berjilbab dan shalat?"
"Ya, karena aku sudah menjadi Muslimah sekarang."
"Alhamdulillah. Maha Besar Allah. Kenapa Anda ada di gedung tua ini? Apakah Anda tersesat dan kita bertemu dengan tidak sengaja?"
"Moskwa ini sudah menjadi sumsum bagiku. Aku samasekali tidak tersesat. Aku memang menyengaja datang ke dom tua ini."
"Apa atau siapa yang Anda cari."
"Kamu. Ayyas. Yang aku cari."
"Aku."
"Ya."
"Kenapa kau mencariku? Dan ke mana saja kau selama ini? Yelena sampai putus asa mencari keberadaanmu."
"Baiklah aku akan bercerita panjang lebar. Termasuk bercerita bagaimana aku masuk Islam. Tetapi aku minta kau tidak menceritakannya kepada siapa-siapa kecuali kepada dirimu saja. Apa kau bersedia berjanji?"
"Baik. Aku janji."
Linor lalu menceritakan semuanya. Siapa dirinya sebenarnya. Termasuk siapa yang merancang pengeboman Metropole Hotel. Reaksi Ayyas sama seperti keluarga Tuan Yunus Bugha awalnya Ayyas merasa jijik mendengar cerita kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan Linor tanpa perikemanusiaan. Tetapi ketika sampai bagian jati dirinya yang sebenarnya seperti yang diceritakan Madame Ekaterina, Ayyas mulai simpati.
Lalu perjuangannya mengkaji Islam untuk mencari petunjuk hidup membuat Ayyas terkesima dan berempati.
Pada saat Linor menceritakan bagaimana ia mengucapkan dua kalimat syahadat, Ayyas meneteskan airmata. Bahkan agen Zionis, jika Allah menghendakinya mendapatkan hidayah, maka terjadilah proses itu begitu saja. Proses yang tidak bisa dibuat-buat. Proses menemukan hidayah,yang menjadi dambaan banyak umat manusia.
Terakhir Linor menceritakan mimpinya bertemu ibu kandungnya yang sudah mati syahid ketika berangkat ke Berlin. Juga pesan ibunya untuk mencari pendamping hidup yang teguh menjaga kesucian seperti Nabi Yusuf. Dan
dengan berterus terang, dan dengan mata berkaca-kaca Linor berkata,
"Aku sudah mendapatkan cerita Nabi Yusuf dengan sangat detil. Aku merasa tidak perlu bingung mencarinya, sebab aku telah menemukannya. Dan saat diriku dulu masih jahiliyyah aku sudah pernah mengujinya. Dan ia sungguh lelaki yang sangat menjaga kesucian. Ia samasekali tidak tergoda. Rasa takutnya kepada Allah mengalahkan nafsunya yang membara.
Dan lelaki itu adalah kau, Ayyas. Maka jauh-jauh dari Berlin dengan risiko yang sangat besar karena mungkin aku kini sedang jadi target para agen itu, aku datang ke Moskwa ini, memangtujuan utamaku adalah menemuinya. Pertama untuk meminta maaf kepadamu dan kedua untuk memintamu memenuhi keinginan ibuku. Yaitu agar aku menikah dengan lelaki yang menjaga kesuciannya.
"Aku tahu bahwa diriku sangat kotor. Kau bahkan pernah memergoki diriku melakukan perbuatan yang keji itu. Jujur, sesungguhnya aku tidak merasa pantas menjadi pendampingmu. Tetapi aku tidak tahu harus berbuat bagaimana untuk memenuhi pesan ibuku. Aku memang sudah bobrok, karenanya dengan berislam aku berharap aku bisa membuka lembaran hidup baru.
Hidup yang berlandas pada iman dan takwa. Hidup di bumi cinta yang meninggikan panji-panji kalimat tauhid: Laa ilaaha Mallah! Aku sudah berjanji pada diriku sendiri, akan mewakafkan diri ini untuk berjuang di jalan Allah, sebagai tebusan dosa-dosa yang aku lakukan sebelum ini."
Ayyas mengambil nafas panjang, Tak terasa airmatanya meleleh mendengar perjalanan hidup Linor yang penuh liku dan ujian. Jauh lebih berat dari ujian yang selama ini ia rasakan. Dan Linor dengan akal sehatnya, telah menemukan kedamaian dalam pelukan hangatnya ajaran Islam.
Kini Linor memintanya menjadi suaminya. Seketika ia teringat dengan apa yang dilakukan Linor beberapa waktu yang lalu di ruang tamu bersama lelaki bule itu. Ia tidak bisa menerimanya.
Tetapi nuraninya kemudian bicara, bahwa itu adalah Linor saat masih jahiliiyyah. Sekarang Linor sudah berubah. Keislamannya telah menghapus semua dosa yang dilakukannya di masa lalu. Jadi Linor sekarang ini masih bersih, sebersih bayi yang baru dilahirkan.
"Saya doakan kau istiqamah di jalan yang lurus, dan kau pegang teguh keislamanmu sampai kau bertemu Allah. Untuk permintaanmu, sungguh kau adalah gadis dengan pesona yang tidak bisa ditolak kaum lelaki. Tetapi berumah tangga bukanlah sebuah permainan atau hanya uji coba.
Berumah tangga harus semakin melipatgandakan amal saleh dan kebaikan. Ini tidak sederhana.
Saya perlu musyawarah dan Istikharah. Padahal besok lusa saya harus kembali ke Indonesia. Saya tidak tahu harus bagaimana?"
"Bagaimana kalau nanti malam kau Istikharah, jadi besok pagi sudah ada jawabannya?"
"Bagaimana kalau setelah Istikharah sekali belum juga ada kemantapan mengiyakan atau menolak?"
"Sebenarnya aku tidak tergesa-gesa. Aku hanya menyampaikan apa yang ada di dalam hatiku, yang aku merasa akan terus mengganjal jika kau benar-benar telah pergi meninggalkan Moskwa, tanpa tahu apa yang terjadi pada diri Linor sesungguhnya. Jika kau mau kau tetap saja pada rencanamu pulang ke Indonesia. Di Indonesia kau bisa musyawarah dengan keluarga dan handai
taulan, dan kau bisa beristikharah. Hasilnya yang berati sangat kau yakini, sampaikanlah kepadaku. Menerima atau menolak. Jika menerima di mana akad nikah akan dilangsungkan. Aku siap jika akadnya harus di Indonesia. Aku akan terbang ke Indonesia, insya Allah."
"Saranmu itu baik. Kalau begitu biarlah aku musyawarah dan shalat Istikharah di Indonesia."
"Aku akan bersabar menunggumu. Aku berharap tidak lama setelah kau sampai di Indonesia, kau menyampaikan kabar baikmu kepadaku. Dan aku berharap Indonesia menjadi bumi cinta, dimana aku bisa mewakafkan seluruh sisa umurku untuk berjuang meninggikan kalimat Allah."
"Amin."
Hati Ayyas meleleh mendengar kalimat Linor yang penuh harap. Ia sendiri tidak bisa langsung mengiyakan permintaan Linor. Ia tetap harus bermusyawarah dengan banyak orang. Termasuk ia akan menyempatkan minta pendapat Imam Hasan Sadulayev. Jika ternyata perjuangan Linor lebih
diperlukan di Rusia atau Eropa, tentu lebih baik Linor menikah dengan Muslim Rusia atau Eropa. Namun, jika memang pada akhirnya, setelah melalui berbagai pertimbangan dan shalat Istikharah, ternyata menikahi Linor dinilai memiliki banyak kebaikan untuk dunia dakwah, Ayyas tak bisa berbuat banyak kecuali menyerahkan segala urusan perjodohannya kepada Allah
semata.
Ayyas hanya mengharap ridha dan kebaikan di mata Allah, bukan di mata manusia. Yang jelas, bagi Ayyas menikah tidak semata-mata pertemuan lelaki dan perempuan dalam akad yang sah. Pernikahan harus menjadi langkah lebih maju dalam mengabdi dan beribadah kepada Allah.
"Apakah kau sudah melihat apartemen di Smolenskaya?" Tanya Ayyas pelan.
"Belum. Aku harus sangat berhati-hati. Aku tidak boleh lengah sedikit pun. Bagaimana kabar Yelena?"
"Jadi kau belum tahu kabar Yelena?”
"Belum."
"Alhamdulillah, Yelena sekarang juga sudah Muslimah '
"Benarkah?" Linor tidak percaya.
"Benar."
"Yelena yang tidak percaya adanya Tuhan itu sekarang Muslimah?"
"Iya. Dia mengucapkan kalimat syahadat di masjid Prospek Mira. Ribuan orang menjadi saksi keislamannya."
"Allahu akbar!"
"Dan Yelena sekarang sudah menikah dengan temanku, Devid. Bahkan sudah positif hamil."
"Alhamdulillah. Aku rasa, keberadaanmu di Moskwa ini membawa banyak berkah. Yelena bisa masuk Islam dan menikah dengan temanmu sedikit banyak ada pengaruh dari keberadaanmu di Smoleskaya. Paling tidak karena kau datang, temanmu itu jadi kenal Yelena."
"Aku rasa semuanya sudah diatur Allah."
"Benar. Dan aku berharap agar Allah mengatur yang terbaik untuk perjalanan hidupku selanjutnya."
"Semoga Allah mengabulkan."
"Amin. Sekali lagi, jangan lupa kabar baiknya setelah sampai di Indonesia."
"Bagaimana caranya aku harus mengabarimu?" tanya Ayyas.
"Kirim saja email ke sofianew@ymail.com. Dan jangan panggil lagi aku Linor, panggil aku Sofia. Itu namaku sejak kecil dan itu nama Muslimahku."
"Insya Allah. Sofia adalah nama salah satu istri Baginda Rasulullah Muhammad Saw. Semoga kau bisa meneladani beliau. Semoga kau jadi pemberani seperti beliau, dan tidak takut kecuali kepada Allah Ta'ala."
"Amin."
Sofia meninggalkan apartemen Ayyas dengan tetap mengenakan gamis dan jilbab. Ia melangkah tanpa ragu sedikit pun. Kini ia merasa tidak ada yang perlu ditakutinya kecuali Allah.
Angin semilir musim semi berhembus mengiringi kepergian Sofia meninggalkan dom tua itu. Sofia melangkah dengan wajah cerah dan hati
bertasbih kepada Allah. Ia berharap Allah mempertemukan dengan orang yang didambanya di bumi cinta. Bumi yang di dalamnya kalimat Allah dijunjung tinggi dan hati-hati manusia diikat oleh tali tauhid yang indah menyejukkan.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar