Rabu, 31 Juli 2013

A STUDY IN SCARLET ( Bab 2 KONSEP PENGAMBILAN KEPUTUSAN )

Bab 2
KONSEP PENGAMBILAN KEPUTUSAN


Kami bertemu di hari berikutnya seperti yang dia janjikan, lalu kami memeriksa ruangan di rumah No. 221B, Baker Street, yang dibicarakannya waktu itu. Ruangan itu terdiri dari sepasang ruang tidur yang nyaman dan ruang duduk yang lebar dan segar, dilengkapi dengan perabot yang meriah, dan diterangi dengan dua jendela yang lebar. Sungguh mengairahkan, di semua sisi apartemen, dan kelihatannya, suasana rumah tersebut, seperti dibagi dua untuk kami berdua. Perjanjiannya diputuskan setelah kami melihat keadaan ruangannya, dan segera, kamipun membuat persetujuan. Tiap sore aku memindahkan barang-barangku dari hotel, dan paginya Sherlock Holmes membantuku dengan mengangkat beberapa kotak dan portmanteaus. Selama satu atau dua hari kami disibukkan dengan membongkar dan menyusun barang-barang ke tempat yang mudah dijangkau. Setelah selesai, secara berangsur-angsur kami mulai beristirahat untuk mengakomodasi diri kami di lingkungan baru.
Holmes bukanlah orang yang sulit beradaptasi. Ia nyaman dengan kegiatannya, dan kebiasaannya biasa-biasa saja. Adalah jarang baginya beristirahat lewat pukul sepuluh malam, dan sarapan paginya tidak bervariasi dan pergi sebelum aku segar di pagi hari. Kadang-Kadang ia menghabiskan hari-harinya di laboratorium kimia, kadang-kadang di ruang bedah, dan adakalanya berjalan kaki dengan jarak yang jauh, yang menempatkan dirinya di porsi paling rendah di kota besar. Tidak ada yang bisa melebihi energinya ketika dia bekerja dalam kedaan fit; tetapi sesekali reaksinya terlihat, selama berhari-hari ia merebahkan diri di atas sofa di ruang duduk, malas berbicara atau mengerakkan ototnya dari pagi sampai malam. Peristiwa ini, sudah kuduga seperti mimpi, ekspresi kosong di mata nya, seperti kecanduan narkotika, tidak punya emosi dan hasrat hidup dan berfikir merupakan hal yang terlarang.
Setelah minggu-minggu itu lewat, perhatianku terhadapnya dan keingintahuanku akan tujuan hidupnya secara berangsur-angsur medalam dan meningkat. Pribadinya yang berubah dan penampilannya menarik perhatian orang jika dilihat sekilas. Tingginya kira-kira enam kaki lebih, terlalu sering bersandar membuatnya tampak lebih tinggi. Matanya tajam dan menusuk, aman selam aku tidak menyinggungya; dan hidung yang tipis seperti elang memberi ungkapan kesiapsiagaan dan keputusan. Dagunya, juga, telah menonjol dan kepetakan yang menandainya sebagai manusia yang punya ketetapan hati. Tangannya selalu dinodai dengan tinta dan bahan-kimia, sekalipun begitu ia haus akan sentuhan, seperti yang sering ku amati ketika melihat dia memanipulasi instrumen filosofisnya yang mudah pecah.
Barangkali pembaca menganggap keusilanku sia-sia, ketika aku mengaku ingin sekali tahu tentang orang ini, dan betapa seringnya aku mencoba untuk membuatnya bicara tentang semua hal yang terkait dengan keadaannya sekarang. Sebelum memutuskannya, harus diingat bahwa aku tidak bermaksud apa-apa, dan perhatianku hanya sekedar saja. Kesehatanku melarangku untuk berpergian keluar kecuali jika cuaca sedang ramah, dan aku tidak punya teman yang bias dihubungi untuk mengatasi kebosananku sehari-hari. Dalam keadaan seperti ini, aku bernafsu untuk menyalami sedikit misteri yang dialami rekanku, dan menghabiskan banyak waktuku untuk mencoba meluruskan kekusutan yang terjadi.
Ia bukan mahasiswa Kedokteran. Aku bisa bertanya langsung kepadanya perihal pendapat Stamford waktu itu. Tidakkah dia terlihat cocok untuk beberapa cabang ilmu-pengetahuan yang membuatnya pas untuk berijazah sains atau titel lainnya yang memberinya pintu masuk ke dunia terpelajar. Belum lagi semangatnya untuk belajar sungguh luar biasa dan dalam batasan tertentu pengetahuannya sangat luar biasa luasnya serta menit-menit pengamatannya sangat mengejutkan aku. Tentunya tak ada orang yang mau bersusah payah mencapai informasi setepat itu kecuali jika ia telah membayangkan hasil akhirnya. Seseorang yang bacaannya tak teratur sungguh jarang mencapai ketepatan pelajaran mereka. Tidak ada orang yang rela membebani pikirannya untuk berbagai hal kecil kecuali ia punya alasan khusus.
Ketidaktahuannya sama luar biasanya seperti pengetahuannya. Namun untuk literatur kontenporer, politik, dan filosofi ia hampir tidak tahu apa-apa. Atas kutipanku tentang Thomas Carlyle, dengan naif ia menanyakan siapa Thomas Carlyle sebenarnya dan apa yang telah ia dilakukan. Aku sangat terkejut, ketika secara kebetulan tahu bahwa ia tidak tahu tentang Teori Copernican dan komposisi Solar Sistem. Bagaimana bisa seseorang manusia yang hidup di abad ke-19 ini tidak tahu bahwa bumi mengelilingi matahari… Perihal itu meyakinkanku akan keluarbiasaaannya yang sulit dimengerti.
“Kau tampak heran,” katanya, tersenyum karena ungkapan terkejutanku. “Sejak aku mengetahuinya aku berupaya maksimal mungkin untuk melupakannya.”
“Untuk melupakannya!”
“Kau tahu,” ia menerangkan, “Aku menganggap bahwa otak manusia mula-mula seperti loteng (attic) kecil yang kosong, dan kau harus mengisinya dengan mebel pilihanmu. Suatu kebodohan jika mengambil semua kayu dari tiap-tiap potongan yang ia lewati, sedemikian hingga pengetahuan yang mungkin berguna baginya jadi terdesak, atau paling tidak mencampuradukkan nya dengan banyak hal-hal lain, sehingga ia kesukaran untuk berkutat di dalamnya. Sekarang, pekerja yang penuh dengan keahlian sangat berhati-hati akan apa yang dia masukkan ke brain-attic nya. Ia tak akan punya apapun selain perkakas yang bisa membantu dalam pekerjaannya, terlepas dari ini ia punya bermacam-macam peralatan, dan semua berada pada urutan yang sangat tepat. Keliru untuk berpikir bahwa sedikit ruang itu punya dinding elastis yang dapat bergelembung menjadi besar. Tergantung pada setiap penambahan pengetahuannya sehingga kau melupakan sesuatu yang kau ketahui sebelumnya. Ini sangat penting sekali, oleh karena itu, tidak ada fakta yang berguna untuk memaksa hal yang bermanfaat itu keluar.”
“Tetapi Solar Sistem!” Aku memprotes.
“Apa ada yang salah dengan saya?” ia menyela dengan tidak sabar: “kau berkata bahwa kita mengelilingi matahari. Jika kita berkeliling bulan tidak akan membuat perbedaan terhadap pekerjaanku.”
Aku nyaris menanyakan apa yang ia kerjakan, tetapi sesuatu menunjukkanku bahwa pertanyaan itu akan menyinggungnya. Aku merenungkan percakapan singkat kami dan mencoba untuk menggambarkan kesimpulannya. Katanya bahwa ia tidak akan memperoleh pengetahuan akan objek yang tidak ia kerjakan. Oleh karena itu semua pengetahuan yang ia memiliki sepertinya akan berguna bagi dia. Aku menyebutkan satu-persatu dalam pikiranku tentang semua poin-poin yang ia tunjukkan yang mana membuktikan kepadaku bahwa ia sangat berpengetahuan luas. Aku bahkan mengambil pensil dan mencatatnya. Aku tidak bisa tersenyum atas catatan yang telah ku selesaikan. Isi catatannya seperti ini:

Sherlock Holmes - batas kemampuannya
1. Pengetahuan tentang literature. - Nol.
2. ” ” ” Filosofi. - Nol.
3. ” ” ” Astronomi. - Nol.
4. ” ” ” Politik. - Lemah.
5. ” ” ” Ilmu tumbuh-tumbuhan. - Bervaiasi. Ahli dalam belladonna, candu, dan racun umum. Tidak tahu apapun tentang cara berkebun.
6. ” ” ” Geologi. - Teknis, tetapi terbatas. Dapat menjelaskan perbedan antara tanah satu dan lainnya. Setelah mondar-mandir dia memperlihatkan kepadaku noda tanah di celana panjangnya, dan menceritakan kepadaku akan warna dan konsistensinya dengan daerah London dimana dia memperoleh noda itu.
7. ” ” ” Kimia. - Sangat ahli.
8. ” ” ” Anatomi. - Akurat, tetapi tidak sistimatis.
9. ” ” ” Literatur Berita Sensasional. - Luas Sekali. Ia kelihatannya tahu setiap detil cerita horor di abad ini.
10. Bermain Biola dengan baik.
11. Ahli dalam pemainan singlestick, tinju, dan ahli anggar.
12. Punya pengetahuan teknis yang baik tentang hukum Britania.



Ketika sudah sejauh ini, daftar yang ku buat, aku melempar ke dalam api dalam keputusasaan. “Jika saja aku bisa temukan pemicu yang mengaitkan semuanya kecakapannya, dan menghubungkan semuanya,” Aku berkata kepada diriku sendiri, “Aku bisa saja segera menyerah .”
Aku merasa iri atas kekuasaannya dengan biola. Ini sangat luar biasa, tetapi sama anehnya dengan semua kepandaiannya yang lain. Ia bisa memainkan bagian-bagian lagu yang sulit, aku tahu tentang bagian-bagian yang sulit itu karena aku yang mintanya memainkan bagian lagu itu, seperti lagu Lieder Mendelssohn dan lagu-lagu favorit lainnya. Ketika membiarkannya bermain, jarang terdengar bunyi yang sumbang. Pada suatu malam ia bersandar di kursi lengan, ia memejamkan mata dan dengan sembarang menggesek-gesek serta melemparkan biola ke seberang lututnya sendiri. Kadang-kadang bunyinya menjadi nyaring lagi merdu dan merobek-robek jiwa. Adakalanya bunyinya gembira dan fantastik. Jelas sekali mencerminkan pemikiran yang dimilikinya, tetapi apakah musik dirasuki pemikirannya, atau permainan sederhananya adalah hasil dari tingkah atau fantasi belaka, di luar kemampuanku untuk memutuskannya. Ingin sekali aku berontak terhadap permainan tunggalnya yang menjenkelkan, yang mengakhiri permainannya dengan tempo cepat di bagian lagu yang kusenangi, sebagai sedikit bayaran atas kekesalanku.
scar3
Sepanjang minggu pertama atau kira-kira begitu, kami tidak kedatangan tamu, dan aku mulai berpikir bahwa rekan ku tak punya teman sama seperti diriku. Ternyata aku salah, rupanya dia punya banyak kenalan, dan mereka berada pada kelas sosial yang berbeda-beda. Ada yang wajahnya sedikit pucat, mukanya seperti tikus, bermata gelap, yang diperkenalkannya kepada ku sebagai Mr. Lestrade, yang datang tiga atau empat kali dalam seminggu ini. Satu pagi seorang gadis muda datang ke rumah kami, berpakaian sesuai dengan mode, dan mampir selama setengah jam atau lebih. Sore yang sama datang seorang yang berkepala coklat, berbiji banyak, seperti penjaja perhiasan, datang kepadaku dengan penuh gairah, dan diikuti oleh perempuan lebih tua tak terurus. Pada kesempatan lain pria tua beruban datang untuk diwawancarai oleh rekanku; dan pada hari lainnya, kuli pengangkut barang di kereta api dengan seragamnya berbeludru katun. Ketika siapapun dari mereka berkunjung, Sherlock Holmes biasanya memintaku agar mereka bisa mengunakan ruang duduk, dan aku undur diri ke ruang tidurku. Ia selalu minta maaf padaku untuk ketidaknyamanan ini. “Aku harus menggunakan ruang ini sebagai tempat bisnis,” katanya, “dan orang-orang ini adalah klienku.” Lagi-lagi aku punya kesempatan untuk menanyakannya, pertanyaan terus terang, dan lagi-lagi perasaanku mencegahku untuk memaksa orang menceritakan rahasianya kepadaku. Aku membayangkan suatu saat ia punya alasan kuat untuk tidak menyinggung masalah itu, tetapi ia segera merubah arah pembicaraan kami.
Saat itu tanggal 4 Maret, sepertinya aku punya alasan bagus untuk mengingatnya, bahwa aku bangun lebih awal dari biasanya, dan Sherlock Holmes pun masih belum menyelesaikan sarapannya. Wanita pemilik pondokan sudah sangat terbiasa atas kebiasaanku akhir-akhir ini sehingga di tempatku di meja makan belum tersedia kopi. Dengan sifat dasar manusia yang cepat marah, tanpa alasan aku menekan tombol bell dan memberi tanda kasar bahwa aku sudah siap. Kemudian aku mengambil majalah dari meja dan mencoba menghabiskan waktuku dengannya, selagi rekanku mengunyah roti panggangnya dalam kesunyian. Salah satu artikelnya sudah ditandai dengan pensil pada bagian judulnya, dan secara alamian mataku mulai meliriknya.
Entah bagaimana aku bias merasa ambisius, artikelnya berjudul “Buku Kehidupan,” dan artikel itu mencoba untuk menunjukkan seberapa banyak seorang obeservator belajar dari pengujin sistematis dan akurat hingga mencapai hasilnya. Hal itu menarik perhatianku seperti percampuran hebat antara ketajaman pikiran dan kemustahilan. Inti pokok tulisan ini begitu dekat dan kuat, tetapi deduksi pengambilan keputusannya kelihatan berlebihan dan dibuat-buat. Penulis mengklaim dengan ungkapan sesaat, kejangan otot atau kerlingan mata, untuk mengukur pemikiran paling dalam manusia. Penipuan, menurut dia, adalah suatu hal yang tidak mungkin terjadi pada orang yang dilatih untuk berobservasi dan menganalisis. Kesimpulannya sama sempurnanya dengan dalil-dalil Euclid. Sangat mengejutkan hasilnya bagi orang yang belum tahu hingga mereka mempelajari prosesnya dan mengambil kesimpulan bahwa ternyata penulis adalah seorang ahli nujum.
“Dari tetesan air,” penulis berkata, “Ahli logika bisa menyimpulkan kemungkinan Lautan Atlantik atau Niagara tanpa melihat atau mendengar salah satunya. Maka seluruh kehidupan merupakan rangkaian yang besar, dan alam sebagai mata rantai tunggalnya. Seperti halnya seni yang lain, Konsep Pengambilan Keputusan dan Analisis adalah suatu yang hanya bisa diperoleh dengan studi yang panjang dan sabar, Sekalipun hidup cukup panjang untuk mengizinkan bagi setiap makhluk mencapai kemungkinan kesempurnaan yang paling tinggi. Sebelum mulai mempertimbangkan aspek mental dan moral dari suatu masalah yang menyajikan berbagai kesulitan besar, biarkan penyelidik dimulai terlebih dahulu sebagai elemen utama permasalahan. Biarkan dia berada pada pertemuan antara kehidupan dan pendukungnya, dan dengan sekejap mengerti akan hal yang mencirikan sejarah manusia, perdagangan atau profesi lainnya yang menjadi pembentuknya. Akan terlihat seperti anak-anak yang sedang berlatih mempertajam pancaindera, pengamatan, dan belajar apa yang harus dilihat dan apa yang dicarinya. Menggunakan kuku, mantel berlengan, sepatu boot, celana ponggol, kepalantangan, ungkapan, atau dengan menyingsingkan lengan baju. Hal-hal tersebut merupakan panggilan jiwa manusia yang bisa dengan sederhana diungkapkan. Semua itu perlu dipersatukan untuk menerangi penyelidikan yang berkompeten untuk dipertanyakan, setidaknya kasus yang hampir tidak dapat dipecahkan.”
“Omong kosong macam apa ini!” Teriakku, menampar majalah ke atas meja; “Seumur hidupku, aku belum pernah membaca sampah semacam ini.”
“Ada Apa?” tanya Sherlock Holmes.
“Kenapa, artikel ini,” kataku, menunjuk artikel itu dengan sendok telurku sambil makan sarapanku. “Ku rasa kau sudah membacanya karena kau yang menandainya. Aku tidak menyangkal artikel ini ditulis dengan baik. Meskipun menggangguku. Itu jelas teori orang malas yang menggabungkan sebagian kecil saduran paradox studinya sendiri dengan rapi. Cuma sekedar teori. Aku bisa membayangkan dia ditepuki tangan di atas kereta bawah tanah Kelas-Tiga, dan dimintai tanda tangan oleh semua penumpang. Mungkin seribu orang.”
“Kau akan kehilangan uangmu,” Holmes berkata dengan santai. “Untuk artikel ini, aku yang menulisnya.”
“kau!”
“Ya; Aku berminat akan pengamatan dan pengambilan keputusan. Teori yang aku tulis di artikel itu, dan yang bagimu begitu mengada-ada, sungguh sangat nyata dan praktis. Dan aku bergantung padanya untuk mengisi perutku.”
“Dan bagaimana?” Aku bertanya tidak dengan sukarela.
“Well, aku punya perdagangan sendiri. Dan ku kira, cuma aku satu-satunya di dunia ini. Aku adalah konsultan detektif, jika kau mengerti apa itu konsultan detektif. Di sini, di London, ada detektif-pemerintah dan detektif-swasta. Ketika klienku dalam posisi bersalah, mereka datang kepadaku, dan ku atur agar mereka berada di pihak yang benar. Mereka meletakkan semua bukti di hadapanku, dan dengan berbekal pengetahuan akan sejarah kriminal, biasanya aku bersedia membantu mereka. Ada hubungan kuat yang terbentuk dari hal-hal aneh ini, dan jika kau punya semua detilnya, adalah aneh jika kau tidak bisa meluruskan kekusutan yang terjadi. Lestrade adalah detektif terkenal. Ia memecahkan kasus pemalsuan yang baru-baru ini terjadi, dan hal itulah yang membawanya ke sini.”
“Dan orang-orang ini?”
“Kebanyakan, mereka dikirim oleh para agen penyidik swasta. Mereka semua adalah orang-orang yang bermasalah dan ingin sedikit penerangan. Aku mendengarkan cerita mereka, mereka mendengarkan komentarku, dan kemudian aku terima bayaran dari mereka.”
“Dengan kata lain,” kataku, “tanpa meninggalkan ruangmu kau dapat memecahkan misteri yang terjadi dimana orang lain tidak dapat melakukannya, walaupun mereka sudah melihat setiap detilnya?”
“Benar sekali. Aku rasa begitu. Se-sekali beberapa kasus bisa menjadi sedikit lebih rumit. Kemudian aku harus turun-tangan sendiri. Kau lihat sendiri aku punya banyak pengetahuan khusus dimana pengethuanku itu kuterapkan ke kasus-kasus mereka, sebagai fasilitator berbagai hal yang amat berguna. Konsep Pengambilan Keputusan di dalam artikel yang kau ejek itu tidak ternilai manfaatnya bagiku. Bagiku, observasi adalah sifat dasar yang kedua. Kau pasti terkejut ketika aku mengatakan, pada pertemuan pertama kita, bahwa kau pernah ke Afghanistan.”
“Kau sudah diberitahu, ya kan…”
“Tidak…, Aku tahu kau pernah ke Afghanistan dari kebiasaan lama, dari cara berfikir yang dengan cepat sampai ke pikiranku bahwa aku tiba pada kesimpulan tanpa menyadari akan langkah-langkah intermediate. Ada beberapa langkah. Deretan pemikirannya begini, ‘Ada orang bertipikal medis di sini, namun dengan aura militer. Kemudian dengan jelas bisa disimpulkan bahwa dia seorang dokter angkatan perang. Ia baru datang dari dari daerah tropis, karena mukanya gelap, dan warna kulitnya tidak alami, dan juga pergelangan tangannya kasar. Ia pernah mengalami sakit dan penderitaan, sebab mukanya yang kurus dan pucat mengatakannya dengan jelas. Lengan kirinya pernah terluka. Ia memegangi nya dengan cara yang tak wajar dan kaku. Di daerah mana seorang dokter angkatan perang Inggris bisa begitu banyak mengalami penderitaan dan luka ditangan? Jelas sekali di Afghanistan.’ Keseluruhan deretan pikiran tidak terjadi tiba-tiba. Dan kemudian aku berkata bahwa kau datang dari Afghanistan, dan kau terkejut.”
“Sederhana sekali kau menjelaskannya,” Kataku, tersenyum. “Kau mengingatkanku kepada Edgar Allan Dupin Poe. Aku tidak menyangka orang seperti itu ada di luar cerita.”
Sherlock Holmes bangkit dan menyalakan pipanya. “Kau pasti berpikir seperti itu, kau memujiku dengan membandingkanku dengan Dupin,” ia mengamati. “Sekarang, menurut pendapatku, Dupin berada ditingkat yang lebih rendah. Muslihatnya disesuaikan pada pemikiran temannya dengan suatu komentar yang cocok setelah seperempat jam kesunyian, sungguh mengesankan. Ia memiliki semacam kemampuan analitis yang genius, tidak diragukan lagi; tetapi Poe sama sekali tidak punya alat seperti fenomena untuk dibayangkan.”
“Sudahkah kau membaca tentang pekerjaan Gaboriau?” Tanyaku. “Apakah Lecoq menginspirasimu untuk menjadi detektif?”
Sherlock Holmes mengendus-endus dengan sinis. “Lecoq adalah pekerja sembrono yang menyedihkan,” katanya, dengan suara marah; “hanya ada satu hal untuk merekomendasikannya, dan itu adalah energi nya. Buku itu membuatku berpenyakit positif. Pertanyaannya adalah bagaimana cara mengidentifikasi narapidana tak dikenal. Aku bisa melakukannya dalam waktu 24 jam. Lecoq memerlukan waktu sekitar enam bulan. Waktu selama itu bisa dimanfaatkan untuk membuat buku panduan detektif untuk mengajarkan mereka apa yang harus dihindari.”
Aku merasa agak marah atas komentar dua karakter itu setelah aku diperlakukan dengan hormat dengan gaya militer. Aku berjalan ke jendela dan berdiri sambil melihat-lihat ke arah jalan yang ramai. “Orang ini sungguh pandai,” Aku berkata kepada diriku, “tetapi ia pasti sangat angkuh.”
“Tidak ada kejahatan dan tidak ada penjahat di masa-masa sekarang,” katanya, dengan bersungut-sungut. “Apa gunanya punya otak dalam profesi kami? Aku tahu bahwa aku memilikinya dan hal itu bisa membuat namaku terkenal. Tidak pernah ada orang yang punya bakat alam dan mendalami ilmu untuk medeteksi yang sama seperti yang aku lakukan. Dan apa hasilnya? Tidak ada kejahatan untuk dideteksi, atau dengan kata lain, kebanyakan kejahatan yang terjadi tak terencana dengan motif yang sangat transparan bahkan seorang petugas Scotland Yard dapat melihatnya.”
Aku masih terganggu atas kata-katanya yang sombong itu. Ku pikir lebih baik mengubah arah pembicaraan.
“Aku ingin tahu apa yang orang-orang itu cari?” tanyaku, menunjuk ke seseorang yang berpakaian sederhana berjalan pelan di sepanjang seberang jalan, perhatiannya tertuju pada nomor-nomor rumah. Ia memegang amplop besar berwarna biru, dan jelas sekali pembawa pesan.
“Maksudmu pensiunan sersan Marinir,” Kata Sherlock Holmes.
“Sombong sekali!” pikir ku. “Ia tahu bahwa aku tidak bisa memverifikasi terkaannya.”
Sulit diterima pikiranku ketika orang yang sedang kami perhatikan melihat ke arah nomor rumah kami, dan dengan cepat berlari menyeberangi jalan. Kami mendengar ketukan nyaring, lengkingan suara dari bawah, dan langkah-langkah berat menaiki tangga.
scar4
“Untuk Mr. Sherlock Holmes,” katanya, masuk ke ruangan dan memberi temanku surat.
Ini merupakan kesempatannya untuk menyombongkan diri. Ia akan heran jika tembakannya ngawur. “Bolehkah aku bertanya, kawan,” kataku, dengan suara lembut, “Apa pekerjaanmu?”
“Komisaris, Pak,” katanya, dengan keras. “Seragamku sedang diperbaiki.”
“Dan kau adalah?” tanyaku, dengan pandangan sedikit dengki pada rekanku.
“Sersan, pak, Royal Marine Light Infantry, pak. …Tidak ada jawaban? …Baiklah, pak.”
Ia meng-klik tumitnya bersama-sama, mengangkat tangannya untuk memberi hormat, dan pergi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar