Rabu, 31 Juli 2013

A STUDY IN SCARLET ( Bab 4 APA YANG HARUS DICERITAKAN OLEH JOHN RANCE )

Bab 4
APA YANG HARUS DICERITAKAN OLEH JOHN RANCE

Waktu menunjukkan pukul satu ketika kami meninggalkan rumah no. 3, Lauriston Garden. Sherlock Holmes membawaku ke kantor telegraf terdekat, dari sana ia mengirim sederetan telegram yang panjang. Ia kemudian menyetop kereta kuda, dan meminta si kusir untuk mengantar kami ke alamat yang kami peroleh dari Lestrade.
“Tidak ada bukti otentik,” katanya; “Sebetulnya, seluruh pikiranku terpusat pada kasus ini, tetapi tetap saja kita bisa belajar dari semua yang harus dipelajari.”

“Kau membuatku kagum, Holmes,” kataku. “Pastinya kau tidak begitu yakin atas semua petunjuk yang kau berikan.”
“Tak ada ruang untuk kekeliruan,” ia menjawab. “Hal pertama yang ku mengamati sewaktu tiba di sana adalah bahwa kereta kuda membuat dua berkas jalur dengan rodanya mendekat ke pinggiran jalan. Sekarang, mengingat semalam tidak turun hujan selama seminggu, menyebabkan roda kendaraan yang dipakainya meninggalkan bekas yang dalam dan menandakan kejadian itu terjadi semalam. Ada tanda sepatu kuda juga, bentuk salah satunya jauh lebih jelas dibandingkan dengan tiga lainnya, menunjukkan bahwa itu adalah sepatu baru. Karena kendaraan itu sudah berada di sana setelah hujan dimulai, dan tidak di sana lagi sepanjang pagi ini – seperti yang dikatakan Gregson - itu artinya kendaraan itu berada di sana sepanjang malam, dan membahwa kedua orang itu ke rumah no. 3.”
“Kelihatannya cukup sederhana,” kataku; “tetapi bagaimana tentang tinggi orang yang satunya?”
“Kenapa…, tingginya seseorang…, sembilan dari sepuluh kasus, tinggi seseorang dapat diketahui dari panjang langkah kakinya. Perhitungannya cukup sederhana, meskipun demikian tidak ada gunanya memberitahumu. Aku tahu soal langkah kaki mereka dari tanah liat yang ada di luar dan debu di sekitar. Kemudian ku periksa dengan perhitunganku. Ketika seseorang menulis sesuatu di dinding, nalurinya akan mempimpin tangannya untuk menulis ke tingkat lebih tinggi dari ketinggian pandangan matanya. Dan tinggi tulisan tadi enam kaki dari lantai. Hal seperti itu pekerjaan yang sangat mudah.”
“Dan umur nya?” Tanyaku.
“Well, jika seseorang dapat melangkah empat setengah kaki tanpa susah payah, berarti orangnya tidak bisa diam. Genangan lebar di jalanan kebun, dengan jelas menunjukkan bahwa ia berjalan menyeberangi kebun. Tapak sepatunya ada di sana-sini, dan tapak sepatu boot bermoncong petak menggambarkan loncat-loncatan di atas lantai. Sama sekali tidak ada misteri di sana. Sederhananya, aku membiasakan hidup untuk belajar mengamati dan mengambilan keputusan seperti yang ku anjurakan dalam artikel itu. Ada yang lain yang membingungkanmu?”
“Kuku jari dan Trichinopoly,” usulku.
“Tulisan di dinding dibuat dengan menggunakan jari telunjuk manusia yang dicelupkan dengan darah. Dengan kaca pembesarku aku bisa melihat bahwa plester sedikit digores dalam pembuatannya, dan belum pernah terjadi seorang pria manghiasi kukunya. Aku mengumpulkan serakan abu dari lantai. Abu itu menjadi gelap jika tertimpa warna dan lapisan - abu seperti itu hanya dihasilkan oleh cerutu Trichinopoly. Aku pernah bereksperimen dengan abu cerutu, dan menulisnya ke dalam bentuk monografi. Aku bangga pada diriku sendiri karena bisa membedakan abu dari beberapa merek cerutu maupun tembakau terkenal dengan sekali lihat. Ini baru soal detil saja yang membedakan skil detektifku dengan skil detektif Gregson dan Lestrade.”
“Dan muka yang kemerahan?” Tanyaku.
“Ah, itu hanya tebakanku saja, meskipun demikian aku yakin tebakanku benar. Kau seharusnya tidak menanyakannya di saat-saat begini.”
Ku pukul keningku sendiri, sambil berkata. “Kepalaku pusing,”
“Semakin orang berpikir tentang tentang kasus ini semakin misterius jadinya. Bagaimana bisa dua orang ini - jika memang ada dua orang - masuk ke rumah kosong? Apa yang terjadi pada kusir yang memandu mereka? Bagaimana bisa seorang memaksa orang lain untuk meminum racun? Dari mana datangnya darah? Apa yang menjadi obyek pembunuh, apakah ada indikasi perampokan? Bagaimana cincin perempuan bisa ada di sana? Lebih dari itu, mengapa orang kedua menulis kata “RACHE”, dalam bahasa Jerman, sebelum kabur? Aku sama sekali tidak bisa melihat kemungkinan apapun untuk mengaitkan semua fakta ini.”
Rekanku tersenyum seperti memikirkan hal yang sama.
“Kau meringkas semuanya dengan jelas dan padat,” katanya. “Ada banyak yang masih kabur, meskipun demikian pikiranku sudah sampai pada fakta-fakta utama. Sebagaimana hasil penyelidikan Lestrade yang malang, sederhananya adalah berasumsi bahwa polisi salah dalam penyelidikan awal, dengan memberi kesan Sosialisme dan “secret societies”. Tulisan itu bukan ditulis oleh orang Jerman. Huruf A, jika kau menyadarinya, ditulis bukan dengan gaya penulisan jerman. Karena gaya tulisan Jerman bukan huruf cetak namun huruf Latin, sehingga kita bisa mengsumsikan bahwa dia bukanlah orang jerman, tetapi seseorang peniru yang masih kaku dan melebih-lebihkan pekerjaannya. Sederhananya suatu tipuan untuk mengalihkan pemeriksaan polisi. Aku tidak akan menceritakan kepadamu lebih jauh lagi menyangkut kasus ini, Doktor. Kau tahu…, seorang pesulap tidak akan mendapat uang ketika triknya sudah terbongkar; dan jika aku menunjukkanmu metode kerjaku terlalu banyak, kau akan berkesimpulan bahwa aku adalah orang yang biasa saja.”
“Aku tidak akan pernah melakukannya,” jawabku; “pendeteksimu sangat mendekati konsep-konsep ilmiah sebagaimana konsep-konsep ilmiah yang pernah ada.”
Rekan ku kelihatannya senang akan kata-kata ku, yang ku ucapkan dengan sungguh-sungguh. Aku bisa melihat dia begitu sensitip atas rayuan seperti anak gadis yang dipuji kecantikannya.
“Aku akan menceritakan padamu satu lagi,” katanya. “Tapak sepatu berliris-kulit dan Tapak sepatu-petak datang dari kendaraan yang sama, dan mereka berjalan sepanjang jalan kecil bersama-sama selayaknya dua orang teman, bahkan mungkin saling merangkul, semua kemungkinan menunujukan begitu. Ketika mereka berada di dalam rumah, mereka mondar-mandir di ruangan itu, Tapak sepatu berliris-kulit berdiri diam selagi Tapak sepatu-petak mondar-mandir. Aku bisa membaca semuanya dari jejak tapak sepatu yang dibentuk oleh debu; dan aku bisa membaca gerakannya semakin lama semakin banyak. Itu ditunjukkan oleh peningkatan panjang yang dibentuk langkah kakinya. Ia berbicara terus-menerus, dan sibuk sendiri dalam keadaan marah. Kemudian terjadilah pembunuhan itu. Aku sudah menceritakan semua yang ku tahu kepadamu, dan sisanya hanya dugaan semata. Kita punya awal yang baik untuk memulai penyidikan. Kita harus bergerak cepat, karena Aku ingin nonton Konser Halle sore ini untuk menikmati suara Norman Neruda.”
Percakapan ini terjadi selagi kami berada di dalam kereta kuda yang sedang menulusuri serangkaian jalan kecil nan panjang, kumal dan suram. Di jalan yang paling kumal dan suram, kusir kami tiba-tiba berhenti. “Itu dia Audley Court, di dalam sana,” katanya, menunjuk ke celah sempit di baris batu bata berwarna gelap. “Aku akan menunggu kalian di sini.”
Audley Court bukanlah tempat yang menarik. Lintasan jalan yang sempit membawa kami ke trotoar segi-empat dengan bendera-bendera yang dihiasi dengan gambar-gambar mesum. Kami menelusuri jalan melewati sekelompok anak gelandangan, dan menembus jalanan yang kotor, sampai kami tiba di rumah Nomor 46, pintunya dihiasi dengan segelintir kuningan yang membentuk nama Rance. Setiba kami di sana ternyata sang petugas polisi itu sedang berada di kamar tidur, dan kami diminta untuk menunggunya di ruang tamu.
scar7
Ia muncul dengan segera, wajahnya terlihat sedikit marah karena merasa telah diganggu dari tidurnya yang nyenyak. “Aku sudah menyelesaikan laporanku di kantor,” katanya.
Holmes mengambil 1/2 sovereign (mata uang emas) dari sakunya dan memainkannya dengan penuh pertimbangan. “Kami rasa kami perlu mendengar semuanya langsung darimu,” katanya.
“Aku akan senang sekali menceritakan semua yang ku tahu kepada kalian,” jawab petugas polisi itu, dengan mata yang sedikit keemasan.
“Ceritakan kepada kami semua yang kau amati ketika kejadian itu terjadi.”
Rance duduk di atas sofa bulukuda, dan mengerutkan keningnya, seolah-olah diperintahkan untuk tidak mengabaikan apapun dalam ceritanya.
“Aku akan menceritakannya dari awal,” katanya. “Waktu jagaku mulai dari pukul sepuluh malam sampai pukul enam pagi. Pada pukul sebelas terjadi perkelahian di White Hart; namun keadaan bar itu masih cukup tenang. Hujan turun pada pukul satu, dan aku bertemu dengan Harry Murcher - Si pemilik Holland Grove - dan kami sama-sama berdiri di sudut jalan Henrietta dan bercakap-cakap. Sesegera - mungkin sepatah duapatah kata - ku pikir aku harus berjaga untuk memastikan semuanya baik-baik saja di sepanjang Brixton Road. Waktu itu suasana sangat sunyi dan kotor. Tidak ada seorangpun yang ku temui di sepanjang jalan, tiba-tiba satu atau dua buah kendaraan melewatiku. Aku mulai berjalan, dan berfikir dalam hati, tidak ada salahnya jika ditemani dengan empat gelas gin hangat, kemudian tiba-tiba mataku menangkap kilatan cahaya dari jendela yang rumahnya kembar. Yang sekarang ku ketahui bahwa dua rumah yang berada di dalam Lauriston Garden itu adalah rumah kosong lantaran pemilikinya tidak mau mengurusinya lagi, meskipun demikian penyewa terakhir yang pernah tinggal di salah satu rumah itu meninggal karena penyakit demam tipus. Aku mengetuk pintunya, dan kemudian, dari cahaya yang terlihat di jendela, aku menduga ada yang salah. Ketika aku mulai membuka pintu–”
“Berhenti dulu…., dan kau kemudian berjalan kembali ke gerbang kebun,” rekanku menyela. “Untuk apa kau lakukan itu?” Rance melompat terkejut, dan terbelalak melihat Sherlock Holmes dengan kekaguman yang mendalam atas ucapannya tadi.
“Mengapa…, benar sekali.., sir…,” katanya; “Tapi bagaimana kau tahu, hanya Tuhanlah yang tahu. Kau lihat ketika aku mencapai pintu, waktu itu sangat hening dan sepi, di pikiranku adalah akan lebih baik jika ada seseorang bersamaku. Aku tidak takut apapun meskipun berada di sebelah kuburan; tetapi ku pikir barangkali dia meninggal terkena penyakit tipus. Pikiranku mengatakan untuk memutar, dan aku berjalan kembali ke gerbang berharap bisa melihat lentera Murcher, tetapi tidak ada tanda-tanda dari dia maupun orang lain.”
“Tak ada seorang pun di jalanan itu?”
“Tak satu jiwa pun, sir, bahkan anjing pun tidak. Kemudian aku kembali ke pintu dan mendorongnya. Di dalamnya sunyi senyap, kemudian aku memasuki ruangan di mana cahaya itu menyala. Ada suatu kerlipan lilin di atas tungku lempengan - sebuah lilin merah - dan dengan cahayanya lah aku bisa melihat–”
“Ya, aku tahu semua yang kau lihat. Kau berjalan mengeliling ruangan beberapa kali, dan kau berlutut untuk melihat mayatnya, dan kemudian kau berjalan melewatinya dan mencoba membuka pintu dapur, dan kemudian–”
John Rance terperanjak, terlihat di matanya kecurigaan dan ketakutkan. “Di mana kau bersembunyi untuk melihat semua ini?” teriaknya. “Nampaknya kau lebih tahu dari pada yang seharusnya.”
Holmes tertawa dan melemparkan kartunya ke seberang meja menuju ke petugas polisi itu. “Tidak…, Jangan tangkap aku karena pembunuhan ini,” kata Holmes. “Aku hanya salah satu dari anjing pelacak dan bukan serigala; Mr. Gregson atau Mr. Lestrade bersedia melakukannya. Tapi…, meskipun begitu… apa yang kau lakukan berikutnya?”
Rance kembali ke tempat duduknya tanpa kehilangan ekspresi bingungnya. “Aku kembali ke gerbang dan membunyikan peluitku. Suaranya membawa Murcher beserta dua orang atau lebih ke rumah itu.”
“Bukankah waktu itu jalanan kosong?”
“Well, memang, sejauh berniat baik sesiapapun pasti akan datang.”
“Apa maksudmu?”
Raut muka petugas polisi itu meluas ke dalam sebuah seringai. “Aku sudah sering melihat anak muda mabuk-mabukan di setiap aku bertugas,” katanya, “tetapi tidak pernah melihat orang sekecil itu mabuk-mabukan. Ia berdiri di gerbang ketika aku muncul, bersandar di atas terali pagar, dan bernyanyi dengan titik nada di dada tentang model banner Columbine terbaru, atau beberapa hal semacam itu. Ia tidak bisa berdiri, melainkan dengan sedikit bantuan.”
scar8
“Sependek apa dia?” tanya Sherlock Holmes.
John Rance terlihat sedikit terganggu atas pertanyaan ini. “Dia seorang pria pemabuk yang pendeknya tak wajar,” katanya. “Ia tidak akan bisa terlihat di stasiun jika kita belum pernah melihatnya.”
“Wajahnya - pakaiannya - tidakkah kau mengenalinya?” Holmes tiba-tiba memotong dengan tidak sabar.
“Ku rasa aku bisa mengenalinya, mengingat bahwa aku yang lebih dulu menyangganya berdiri dan Murcher di antara kami. Ia seorang pemuda yang panjang, dengan muka kemerah-merahan, bahagian yang lebih rendah terendam keliling–”
“Itu dia pelakunya,” teriak Holmes. “Apa yang terjadi padanya?”
“Kami tidak mengejarnya,” kata polisi itu, dengan suara kecewa. “Aku berani bertaruh, ia pasti bisa menemukan jalan pulang.”
“Bagaimana ia berpakaian?”
“Memakai mantel warna coklat.”
“Apakah dia memegang semacam cemeti?”
“Cemeti - ku rasa tidak.”
“mungkin ia meninggalkan nya di belakang…,” rekan ku berkomat-kamit. “Kemudian setelah itu kau tidak melihat atau mendengar suara kendaran?”
“Tidak.”
“Ini 1/2 sovereign untukmu,” kata rekan ku, sambil berdiri dan mengambil topinya. “Aku takut, Rance, kalau kau tidak akan pernah naik jabatan. Guna kepalamu itu hanya untuk perhiasan. Kau mungkin bisa bangga akan liris sersanmu semalam. Orang yang semalam kau pegangi dengan tanganmu itu adalah kunci dari misteri ini, dan dialah yang sedang kita cari. Tidak ada gunanya berargumen tentang ini sekarang; Ku beri tahu kau ini sungguh-sungguh. Ayo pergi, Doktor.”
Kami naik kereta kuda bersama-sama, meninggalkan informan kami yang bukan hanya masih tidak percaya, namun juga tampak gelisah.
“Orang bodoh!” kata Holmes, dengan pahit, selagi kami kembali ke penginapan. “Coba pikir, dia bisa memperoleh sedikit keberuntungan yang tak ada bandingannya, tapi tidak diambilnya.”
“Aku masih bingung. Mungkin ada benarnya perihal deskripsi tinggi orang ini, dengan gagasanmu tentang bagian kedua dari misteri ini. Tetapi mengapa ia kembali ke rumah itu setelah meninggalkannya? Tindakannya bukan cara-cara kriminal.”
“Cincin nya bung…, cincin nya…: itulah alasan dia kembali. Jika kita tidak punya cara lain untuk menangkapnya, kita bisa menjadikan cincin itu sebagai umpan. Aku akan mengambilnya, Doctor - aku akan meletakkan kalian berdua pada satu tempat dan aku akan menangkapnya. Aku harus berterimakasih kepadamu untuk semua ini. Aku mungkin sudah tersesat jika tadak ada kau, dan juga luput dari studi terbaik yang pernah aku jalani; Penelusuran Benang Merah, eh? Kenapa juga kita tidak menggunakan sedikit jargon seni. Ada berkas merah pembunuhan yang sedang berlari menembus gulungan kehidupan tak berwarna, dan tugas kita adalah membongkar kekusutannya, dan mengisolasinya, dan menyingkapnya inci demi inci. Dan sekarang waktunya makan siang, dan kemudian Norman Neruda. Serangannya dan jilatannya nikmat sekali. Gimana irama kecil permainan Chopin…? dia main dengan sempurna: Tra-La-La-Lira-Lira-Lay.”
Bersandar di dalam kereta kuda, amatir berdarah anjing ini menyanyi seperti burung yang sedang gembira selagi aku bermeditasi tentang berbagi sisi pemikiran manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar